Tahun 2025 menjadi periode kelam bagi sepak bola Indonesia di seluruh kategori usia di tingkat Asia. Fakta pahitnya, Timnas Indonesia U-23 terpuruk di fase grup dan gagal mengamankan tiket ke putaran final Piala Asia U-23 2026 yang akan diselenggarakan di Arab Saudi.
Ironisnya, setahun sebelumnya, di bawah arahan Shin Tae-yong, Timnas Indonesia U-23 mampu mencatatkan sejarah dengan melaju hingga babak semifinal. Sebelum mencapai pencapaian gemilang ini, mereka berhasil menumbangkan tim-tim kuat seperti Australia dan Korea Selatan.
Skuad yang dipimpin oleh Rizki Ridho hampir saja berhasil mengamankan tempat di Olimpiade Paris 2024, namun impian tersebut pupus setelah dikalahkan oleh Guinea U-23 dengan skor tipis 0-1 melalui titik penalti. Namun, di bawah kepemimpinan Gerald Vanenburg, Timnas Indonesia U-23 mengalami penurunan performa dan prestasi yang signifikan.
Kadek Arel dan rekan-rekannya hanya mampu meraih kemenangan besar atas Makau U-23 dengan skor 6-0. Di pertandingan lain, Timnas Indonesia U-23 harus berjuang keras untuk meraih hasil imbang tanpa gol melawan Laos U-23. Puncaknya, Timnas Indonesia U-23 menjadi korban balas dendam Korea Selatan U-23, yang berhasil mengalahkan mereka dengan skor 1-0.
Di awal tahun yang sama, tepatnya pada pertengahan Februari, Timnas Indonesia U-20 yang dilatih oleh Indra Sjafri dianggap gagal total di Piala Asia U-20 2025 yang diadakan di China.
Doni Tri Pamungkas dan kawan-kawan hanya mampu menempati posisi ketiga di klasemen akhir Grup C dengan hanya mengumpulkan satu poin dari hasil imbang tanpa gol melawan Yaman U-20.
Timnas Indonesia U-20 dihancurkan oleh Iran U-20 dengan skor telak 3-0. Selain itu, Timnas Indonesia U-20 hanya mampu mencetak satu gol melalui Jens Raven saat dikalahkan oleh Uzbekistan U-20 dengan skor 3-1.
Padahal, materi pemain yang dimiliki Timnas Indonesia U-23 sebenarnya cukup mumpuni untuk bersaing di level Asia. Lima pemain didikan Indra Sjafri naik kelas ke Timnas Indonesia U-23. Mereka adalah Dony Tri Pamungkas, Kadek Arel, M. Alfharezzi Buffon, Toni Firmansyah, dan Jens Raven.
Gerald Vanenburg juga mendapatkan warisan delapan pemain didikan Shin Tae-yong dari Piala Asia U-23 2024, yaitu kiper Daffa Fasya, Muhammad Ferarri, Doni Tri Pamungkas, Kakang Rudianto, Arkhan Fikri, M. Rayhan Hannan, Rafael Struick, dan Hokky Caraka.
Jika ditotal, ada dua belas pemain Timnas Indonesia U-23 yang memiliki pengalaman bermain di level Asia dan pernah beraksi di Stadion Gelora Delta Sidoarjo. Dengan demikian, Gerald Vanenburg memiliki lebih dari separuh pemain yang merupakan gabungan dari didikan Indra Sjafri dan Shin Tae-yong.
Lantas, apa yang menjadi penyebab kegagalan Gerald Vanenburg dan Timnas Indonesia U-23 di Kualifikasi Piala Asia U-23 2026?
"Persiapan dan gaya bermain yang berbeda menjadi penyebab utama jebloknya performa Timnas Indonesia U-23. Saya rasa para pemain tidak memiliki waktu yang cukup untuk beradaptasi dengan gaya bermain Eropa yang diterapkan oleh Gerald Vanenburg," ujar Gusnul Yakin.
Menurut pengamat sepak bola senior asal Malang ini, para pemain Timnas Indonesia U-23 hanya mampu menjalankan ball possession dengan baik seperti yang diinginkan oleh Gerald Vanenburg.
"Penguasaan bola Timnas Indonesia U-23 selalu berada di atas 70 persen. Itu sangat bagus. Namun, skema penyelesaian akhir sangat lemah. Saya pikir dengan banyaknya pemain yang pernah tampil di Piala Asia U-20 dan U-23 bersama Indra Sjafri dan Shin Tae-yong, mereka seharusnya bisa tampil bagus. Namun, faktanya malah gagal," jelasnya.
Kegagalan Timnas Indonesia U-23 di Kualifikasi Piala Asia U-23 2026 menimbulkan pertanyaan besar tentang arah pembinaan sepak bola usia muda di Indonesia. Bagaimana mungkin tim yang diperkuat oleh pemain-pemain yang memiliki pengalaman di level Asia dan dilatih oleh pelatih yang memiliki reputasi internasional justru gagal total?
Salah satu faktor yang mungkin menjadi penyebab kegagalan ini adalah kurangnya persiapan yang matang. Para pemain tidak memiliki waktu yang cukup untuk beradaptasi dengan gaya bermain yang diterapkan oleh Gerald Vanenburg. Selain itu, komunikasi antara pelatih dan pemain juga mungkin tidak berjalan dengan baik.
Faktor lain yang mungkin berkontribusi terhadap kegagalan ini adalah tekanan yang terlalu besar. Para pemain merasa terbebani untuk memenuhi ekspektasi publik yang tinggi. Hal ini membuat mereka tidak dapat bermain dengan lepas dan percaya diri.
Selain itu, mentalitas pemain juga menjadi sorotan. Beberapa pemain dianggap kurang memiliki mentalitas yang kuat untuk bersaing di level internasional. Mereka mudah menyerah dan tidak memiliki daya juang yang tinggi.
Untuk mengatasi masalah ini, PSSI perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pembinaan sepak bola usia muda di Indonesia. PSSI harus memastikan bahwa para pemain mendapatkan pelatihan yang berkualitas dan memiliki mentalitas yang kuat.
Selain itu, PSSI juga perlu memberikan dukungan yang lebih besar kepada para pelatih usia muda. Para pelatih harus mendapatkan pelatihan yang memadai dan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri.
Dengan melakukan langkah-langkah ini, PSSI berharap dapat meningkatkan kualitas sepak bola usia muda di Indonesia dan meraih prestasi yang lebih baik di masa depan.
Kegagalan Timnas Indonesia U-23 di Kualifikasi Piala Asia U-23 2026 harus menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak yang terlibat dalam pengembangan sepak bola di Indonesia. PSSI, pelatih, pemain, dan seluruh stakeholder harus bekerja sama untuk meningkatkan kualitas sepak bola Indonesia dan meraih prestasi yang lebih baik di masa depan.
Selain itu, dukungan dari pemerintah dan masyarakat juga sangat penting untuk memajukan sepak bola Indonesia. Pemerintah perlu memberikan dukungan finansial dan infrastruktur yang memadai. Masyarakat juga perlu memberikan dukungan moral kepada para pemain dan pelatih.
Dengan dukungan dari semua pihak, sepak bola Indonesia akan dapat meraih prestasi yang membanggakan di kancah internasional.
Kegagalan ini juga menjadi momentum untuk berbenah dan melakukan evaluasi mendalam terhadap program pembinaan usia muda yang selama ini dijalankan. Perlu adanya peningkatan kualitas pelatihan, pemantauan bakat yang lebih efektif, dan pengembangan mentalitas juara pada para pemain muda.
Selain itu, komunikasi yang baik antara pelatih, pemain, dan manajemen tim juga menjadi kunci penting dalam meraih kesuksesan. Para pemain harus merasa nyaman dan memiliki kepercayaan penuh terhadap pelatih dan strategi yang diterapkan.
PSSI juga perlu memberikan dukungan penuh kepada para pelatih usia muda, baik dari segi pelatihan maupun fasilitas. Para pelatih harus memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan meningkatkan kualitas kepelatihannya.
Dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh, diharapkan sepak bola Indonesia dapat bangkit kembali dan meraih prestasi yang lebih baik di masa depan. Kegagalan ini harus menjadi motivasi untuk bekerja lebih keras dan lebih cerdas demi kemajuan sepak bola Indonesia.
Dukungan dari seluruh masyarakat Indonesia juga sangat dibutuhkan untuk membangkitkan semangat para pemain dan pelatih. Dengan dukungan yang tulus, para pemain akan merasa termotivasi untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara.
Semoga dengan kerja keras dan dukungan dari semua pihak, sepak bola Indonesia dapat kembali berjaya di kancah internasional.