34,9 Persen Warga RI Alami Obesitas Sentral, Hati-hati Serangan Jantung-Stroke!

  • Maskobus
  • Sep 18, 2025

Lebih dari 32 juta warga Indonesia telah berpartisipasi dalam program pemeriksaan kesehatan gratis yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan RI hingga Rabu, 17 September 2025. Data yang terkumpul menunjukkan bahwa lima masalah kesehatan paling umum pada kelompok usia dewasa berkaitan erat dengan gaya hidup yang kurang sehat, dengan 95% peserta melaporkan kurangnya aktivitas fisik yang memadai. Akibatnya, banyak individu mengalami kelebihan berat badan, obesitas, dan khususnya, obesitas sentral. Angka kasus kelebihan berat badan dan obesitas secara umum mencapai 25,7%, namun tren obesitas sentral menunjukkan angka yang lebih mengkhawatirkan, mendekati 35%. Obesitas sentral didefinisikan sebagai kondisi di mana lingkar perut wanita melebihi 80 sentimeter dan lingkar perut pria melebihi 90 sentimeter.

Obesitas sentral, atau penumpukan lemak berlebih di sekitar perut, merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di Indonesia. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi penampilan fisik, tetapi juga meningkatkan risiko berbagai penyakit kronis yang serius, termasuk penyakit jantung dan stroke. Lemak visceral, jenis lemak yang menumpuk di sekitar organ-organ vital di dalam rongga perut, merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap risiko kesehatan yang terkait dengan obesitas sentral.

Bahaya Obesitas Sentral yang Sering Diabaikan

Bahaya obesitas sentral sering kali tidak disadari karena banyak orang menganggapnya hanya sebagai masalah estetika. Padahal, obesitas sentral merupakan indikator kuat adanya komplikasi yang mengarah pada penyakit tidak menular (PTM), termasuk masalah jantung yang serius. Lemak visceral, yang terakumulasi di dalam rongga perut dan menyelimuti organ-organ vital, secara diam-diam memicu peradangan kronis dalam tubuh. Peradangan ini dapat merusak pembuluh darah, meningkatkan resistensi insulin, dan mengganggu metabolisme lipid, yang semuanya berkontribusi terhadap peningkatan risiko penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan stroke.

Spesialis jantung, dr. Vito A Damay, SpJP(K), telah menyoroti hubungan erat antara lemak visceral dan risiko penyakit jantung. Dalam penelitiannya, dr. Vito menemukan bahwa pasien dengan obesitas sentral memiliki risiko lebih tinggi mengalami penyumbatan pembuluh darah jantung. "Secara medis, lingkar pinggang lebih dari 90 cm pada pria dan lebih dari 80 cm pada wanita, sudah terbukti meningkatkan risiko serangan jantung, diabetes, dan stroke," kata dr. Vito.

34,9 Persen Warga RI Alami Obesitas Sentral, Hati-hati Serangan Jantung-Stroke!

Penelitian yang dipublikasikan di Indonesian Journal of Cardiology 2017 dan Medicinus oleh dr. Vito dan timnya menunjukkan bahwa pasien yang mengalami penyumbatan di pembuluh darah jantung seringkali memiliki riwayat obesitas sentral. "Kami menemukan bahwa, semakin tinggi rasio lingkar pinggang terhadap tinggi badan, semakin besar tingkat keparahan sumbatan pembuluh darah koroner. Artinya, perut buncit bukan sekadar lemak, tapi tanda bahaya yang bisa diukur," jelasnya. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya pengukuran lingkar pinggang sebagai alat skrining sederhana namun efektif untuk mengidentifikasi individu yang berisiko tinggi mengalami penyakit jantung.

Obesitas Sentral dan Risiko Penyakit Jantung

Obesitas sentral secara langsung berkontribusi terhadap perkembangan penyakit jantung melalui beberapa mekanisme utama:

  1. Peradangan Kronis: Lemak visceral melepaskan berbagai zat kimia inflamasi, seperti sitokin, yang memicu peradangan kronis di seluruh tubuh. Peradangan ini merusak lapisan dalam pembuluh darah (endotelium), membuatnya lebih rentan terhadap pembentukan plak aterosklerosis.

  2. Resistensi Insulin: Obesitas sentral seringkali dikaitkan dengan resistensi insulin, yaitu kondisi di mana sel-sel tubuh menjadi kurang responsif terhadap insulin, hormon yang mengatur kadar gula darah. Akibatnya, kadar gula darah meningkat, yang dapat merusak pembuluh darah dan meningkatkan risiko penyakit jantung.

  3. Dislipidemia: Obesitas sentral juga dapat menyebabkan dislipidemia, yaitu kelainan kadar lipid (lemak) dalam darah. Hal ini seringkali ditandai dengan peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol LDL (kolesterol "jahat"), serta penurunan kadar kolesterol HDL (kolesterol "baik"). Dislipidemia meningkatkan risiko pembentukan plak aterosklerosis dan penyumbatan pembuluh darah.

  4. Hipertensi: Obesitas sentral seringkali dikaitkan dengan hipertensi (tekanan darah tinggi). Tekanan darah tinggi dapat merusak pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih keras, yang meningkatkan risiko penyakit jantung.

Obesitas Sentral dan Risiko Stroke

Selain penyakit jantung, obesitas sentral juga meningkatkan risiko stroke. Stroke terjadi ketika aliran darah ke otak terganggu, baik karena penyumbatan (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik). Obesitas sentral meningkatkan risiko kedua jenis stroke ini melalui mekanisme yang berbeda:

  1. Stroke Iskemik: Obesitas sentral meningkatkan risiko stroke iskemik dengan meningkatkan risiko aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan plak). Plak aterosklerosis dapat pecah dan membentuk gumpalan darah yang menyumbat pembuluh darah di otak, menyebabkan stroke iskemik.

  2. Stroke Hemoragik: Obesitas sentral meningkatkan risiko stroke hemoragik dengan meningkatkan tekanan darah dan melemahkan dinding pembuluh darah di otak. Tekanan darah tinggi yang kronis dapat menyebabkan pembuluh darah pecah, menyebabkan stroke hemoragik.

Pencegahan dan Pengobatan Obesitas Sentral

Pencegahan dan pengobatan obesitas sentral melibatkan perubahan gaya hidup yang komprehensif, termasuk:

  1. Pola Makan Sehat: Mengadopsi pola makan sehat yang kaya akan buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, dan protein tanpa lemak. Batasi konsumsi makanan olahan, minuman manis, dan makanan tinggi lemak jenuh dan trans.

  2. Aktivitas Fisik Teratur: Berolahraga secara teratur, setidaknya 150 menit per minggu dengan intensitas sedang, seperti berjalan kaki, jogging, berenang, atau bersepeda. Latihan kekuatan juga penting untuk membangun massa otot dan meningkatkan metabolisme.

  3. Manajemen Stres: Mengelola stres dengan teknik relaksasi, seperti yoga, meditasi, atau menghabiskan waktu di alam. Stres kronis dapat meningkatkan kadar hormon kortisol, yang dapat menyebabkan penumpukan lemak di perut.

  4. Tidur yang Cukup: Tidur yang cukup, sekitar 7-8 jam per malam. Kurang tidur dapat mengganggu hormon yang mengatur nafsu makan dan metabolisme, yang dapat menyebabkan penambahan berat badan.

  5. Konsultasi dengan Dokter atau Ahli Gizi: Jika Anda kesulitan menurunkan berat badan atau mengelola obesitas sentral sendiri, konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi. Mereka dapat membantu Anda mengembangkan rencana perawatan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kesehatan Anda.

Dalam beberapa kasus, dokter mungkin merekomendasikan obat-obatan atau operasi bariatrik untuk membantu menurunkan berat badan dan mengelola obesitas sentral. Namun, perubahan gaya hidup tetap menjadi landasan utama dalam pencegahan dan pengobatan obesitas sentral.

Kesimpulan

Obesitas sentral merupakan masalah kesehatan yang serius dan terkait erat dengan peningkatan risiko penyakit jantung dan stroke. Penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya obesitas sentral dan mendorong perubahan gaya hidup sehat untuk mencegah dan mengelola kondisi ini. Dengan mengadopsi pola makan sehat, berolahraga secara teratur, mengelola stres, dan tidur yang cukup, kita dapat mengurangi risiko obesitas sentral dan melindungi kesehatan jantung dan otak kita. Pemeriksaan kesehatan rutin, termasuk pengukuran lingkar pinggang, juga penting untuk mendeteksi obesitas sentral secara dini dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :