Matcha, minuman populer yang digemari banyak orang, dikenal karena kandungan antioksidannya yang tinggi, kemampuannya meningkatkan energi secara alami, dan perannya dalam mendukung metabolisme. Namun, penting untuk dicatat bahwa tidak semua orang dapat mengonsumsi matcha tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap kesehatan. Ahli gizi Do Thi Lan dari Departemen Nutrisi di Rumah Sakit Umum Tam Anh di Hanoi, Vietnam, menekankan bahwa ada kelompok-kelompok tertentu yang sebaiknya berhati-hati dan membatasi konsumsi matcha.
Berikut adalah enam kelompok orang yang disarankan untuk membatasi atau menghindari konsumsi matcha demi menjaga kesehatan mereka:
1. Orang dengan Penyakit Jantung:
Matcha mengandung kadar kafein yang signifikan, bahkan bisa melebihi jumlah yang ditemukan dalam secangkir kopi biasa. Bagi individu yang memiliki kondisi jantung tertentu, seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), aritmia (detak jantung tidak teratur), atau penyakit arteri koroner (penyakit jantung koroner), kafein dapat memicu efek yang merugikan. Kafein dapat menyebabkan peningkatan detak jantung yang tidak diinginkan, palpitasi (sensasi jantung berdebar-debar), atau lonjakan tekanan darah secara tiba-tiba dan berbahaya.
Oleh karena itu, bagi orang dengan kondisi jantung yang disebutkan di atas, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli kardiologi sebelum mengonsumsi matcha secara teratur. Dokter dapat memberikan saran yang dipersonalisasi tentang apakah matcha aman untuk dikonsumsi, dan jika ya, dalam jumlah berapa. Alternatif bebas kafein, seperti teh herbal, mungkin menjadi pilihan yang lebih baik bagi individu dengan masalah jantung.
2. Orang dengan Gangguan Kecemasan dan Insomnia:
Kafein, sebagai stimulan sistem saraf pusat, dapat memperburuk gejala gangguan kecemasan dan insomnia (kesulitan tidur). Orang yang menderita insomnia kronis atau gangguan kecemasan mungkin mendapati bahwa konsumsi matcha, terutama di malam hari, dapat memperparah gejala mereka, menyebabkan kesulitan tidur, kegelisahan, dan kecemasan yang meningkat.
Bagi individu yang sensitif terhadap efek kafein, disarankan untuk menghindari minum matcha di malam hari atau bahkan menghilangkannya dari pola makan mereka sama sekali. Memantau reaksi tubuh terhadap kafein dan menyesuaikan konsumsi matcha sesuai dengan itu adalah penting untuk menjaga kesehatan mental dan kualitas tidur yang optimal.
3. Orang yang Mengonsumsi Pengencer Darah:
Matcha, seperti teh hijau lainnya, kaya akan vitamin K. Vitamin K memainkan peran penting dalam pembekuan darah. Konsumsi matcha dapat berinteraksi dengan obat pengencer darah, seperti warfarin (Coumadin), yang diresepkan untuk mencegah pembentukan gumpalan darah. Peningkatan asupan vitamin K secara tiba-tiba dapat mengurangi efektivitas obat pengencer darah, meningkatkan risiko pembentukan gumpalan darah yang berbahaya.
Gumpalan darah ini berpotensi menyebabkan komplikasi serius, seperti stroke (ketika aliran darah ke otak terhambat) atau serangan jantung (ketika aliran darah ke jantung terhambat). Oleh karena itu, pasien yang mengonsumsi pengencer darah harus menjaga asupan vitamin K yang konsisten dan stabil.
Sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi sebelum mengonsumsi matcha secara teratur, terutama jika sedang mengonsumsi obat pengencer darah. Dokter dapat memberikan panduan tentang bagaimana menyesuaikan diet dan memantau efek obat pengencer darah dengan aman.
4. Wanita Hamil dan Menyusui:
Asupan kafein yang berlebihan selama kehamilan dapat meningkatkan risiko komplikasi kehamilan, termasuk keguguran, kelahiran prematur, atau berat badan lahir rendah. Organisasi kesehatan merekomendasikan wanita hamil untuk membatasi konsumsi kafein mereka hingga di bawah 200-300 mg per hari. Satu cangkir matcha dapat mengandung antara 60-80 mg kafein, tergantung pada cara penyajiannya.
Selain itu, matcha mengandung katekin, sejenis antioksidan yang dapat mengurangi penyerapan asam folat, nutrisi penting selama kehamilan yang berperan dalam perkembangan saraf bayi. Kekurangan asam folat dapat meningkatkan risiko cacat lahir.
Wanita hamil dan menyusui sebaiknya berkonsultasi dengan dokter atau bidan sebelum mengonsumsi matcha secara teratur, terutama jika mereka sedang mengonsumsi suplemen asam folat atau zat besi. Dokter dapat memberikan saran yang dipersonalisasi tentang jumlah matcha yang aman dikonsumsi, atau merekomendasikan alternatif yang lebih aman.
5. Orang dengan Gangguan Pencernaan dan Tukak Lambung:
Kafein dalam matcha dapat merangsang produksi asam lambung, yang dapat menyebabkan atau memperburuk gejala gangguan pencernaan seperti mual, refluks asam (asam lambung naik ke kerongkongan), atau bahkan sakit perut. Orang dengan kondisi seperti gastritis (peradangan lapisan lambung), sindrom iritasi usus besar (IBS), atau penyakit refluks gastroesofageal (GERD) harus berhati-hati saat mengonsumsi matcha.
Selain itu, tanin yang terkandung dalam matcha dapat mengganggu penyerapan zat besi non-heme, jenis zat besi yang ditemukan dalam makanan nabati. Hal ini dapat menyebabkan anemia defisiensi besi jika matcha dikonsumsi secara berlebihan tanpa pengaturan pola makan yang tepat untuk memastikan asupan zat besi yang cukup.
Ahli gizi Lan menyarankan untuk tidak mengonsumsi matcha saat perut kosong, karena dapat mengiritasi lapisan lambung dan memperburuk gejala pencernaan. Sebaiknya konsumsi matcha setelah makan atau bersama dengan makanan ringan untuk mengurangi risiko iritasi lambung.
6. Anak-anak:
Matcha tidak dianjurkan untuk anak-anak kecil karena sistem saraf mereka masih dalam tahap perkembangan. Anak-anak lebih rentan terhadap efek stimulan kafein, yang dapat menyebabkan insomnia (kesulitan tidur), mudah tersinggung, dan kesulitan berkonsentrasi di sekolah atau saat melakukan aktivitas lainnya.
Akademi Pediatri Amerika merekomendasikan agar anak-anak di atas usia 12 tahun membatasi konsumsi kafein tidak lebih dari 85-100 mg per hari. Anak-anak di bawah usia 12 tahun sebaiknya menghindari kafein sama sekali, termasuk matcha, teh, kopi, dan minuman berenergi lainnya.
Bagi anak-anak yang lebih besar, asupan kafein sebaiknya dibatasi di bawah 100 mg per hari, dan disesuaikan dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan energi mereka. Penting untuk berkonsultasi dengan dokter anak atau ahli gizi untuk mendapatkan saran yang dipersonalisasi tentang asupan kafein yang aman dan sesuai untuk anak Anda.
Sebagai kesimpulan, meskipun matcha menawarkan berbagai manfaat kesehatan, penting untuk mempertimbangkan kondisi kesehatan individu dan potensi interaksi dengan obat-obatan sebelum mengonsumsinya. Kelompok-kelompok yang disebutkan di atas harus berhati-hati dan berkonsultasi dengan profesional kesehatan untuk mendapatkan saran yang dipersonalisasi dan memastikan konsumsi matcha yang aman dan sesuai. Memperhatikan sinyal tubuh dan menyesuaikan konsumsi matcha sesuai dengan itu adalah kunci untuk menikmati manfaatnya tanpa mengorbankan kesehatan.