Ada Temuan Residu Pestisida, Bukan Kali Pertama Taiwan Larang Produk Indomie

  • Maskobus
  • Sep 12, 2025

Taiwan kembali melaporkan temuan residu etilen oksida (EtO) pada produk Indomie, tepatnya varian Soto Banjar Limau Kuit produksi Indonesia. Temuan ini memicu kekhawatiran dan menjadi sorotan, mengingat bukan kali pertama produk mi instan populer ini bermasalah dengan standar keamanan pangan di negara tersebut. Food and Drug Administration (FDA) Taiwan mengumumkan bahwa batch Indomie yang terdeteksi mengandung EtO melebihi ambang batas yang diizinkan memiliki tanggal kedaluwarsa 19 Maret 2026. Sebagai tindak lanjut, Centre for Food Safety (CFS) Taiwan mengeluarkan imbauan kepada konsumen untuk tidak mengonsumsi produk tersebut dan segera membuangnya.

Residu Etilen Oksida: Ancaman Tersembunyi dalam Makanan?

Etilen oksida (EtO) merupakan senyawa kimia yang lazim digunakan sebagai pestisida, khususnya sebagai fumigan untuk membunuh serangga dan mikroorganisme pada produk pertanian. Selain itu, EtO juga dimanfaatkan dalam proses sterilisasi peralatan medis. Dalam industri makanan, EtO terkadang digunakan sebagai pengawet untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur. Namun, paparan EtO dalam jangka panjang, bahkan dalam kadar rendah, dapat menimbulkan risiko kesehatan yang serius.

Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, EtO diatur penggunaannya dan memiliki ambang batas residu yang diperbolehkan dalam makanan. Regulasi Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida menetapkan batas maksimal residu EtO yang aman dikonsumsi. Batas ini ditetapkan berdasarkan kajian ilmiah dan pertimbangan risiko kesehatan untuk melindungi konsumen.

Potensi Bahaya Etilen Oksida bagi Kesehatan

Ada Temuan Residu Pestisida, Bukan Kali Pertama Taiwan Larang Produk Indomie

Etilen oksida telah diklasifikasikan sebagai zat karsinogenik, yang berarti berpotensi menyebabkan kanker. Paparan EtO dalam jangka panjang dikaitkan dengan peningkatan risiko limfoma, leukemia, serta kanker lambung dan payudara. Meskipun residu EtO dalam makanan umumnya dalam jumlah kecil, paparan berulang dapat meningkatkan risiko kesehatan.

Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Prof. Zullies Ikawati, menjelaskan bahwa residu EtO pada makanan cenderung menguap selama proses pemasakan. Namun, bagi individu yang terpapar EtO secara terus-menerus, seperti pekerja di pabrik yang menggunakan EtO, risiko karsinogenesis lebih tinggi.

Kasus Indomie: Bukan Insiden Tunggal

Kasus temuan residu EtO pada Indomie di Taiwan bukan merupakan kejadian pertama. Pada tahun 2023, Malaysia juga sempat menarik dua produk mi instan, yaitu Indomie Rasa Ayam Spesial dan Ah Lai Curry Noodles, setelah Departemen Kesehatan Taiwan menemukan kandungan EtO di dalamnya. Meskipun Malaysia kemudian menyatakan bahwa kedua produk tersebut memenuhi standar yang berlaku setelah pengujian lebih lanjut, insiden ini tetap menimbulkan kekhawatiran di kalangan konsumen.

Sebelumnya, pada tahun 2022, produk Mie Sedaap juga mengalami masalah serupa. Beberapa negara, termasuk Hong Kong, Singapura, dan Malaysia, mengeluarkan peringatan kepada warganya untuk berhati-hati dalam mengonsumsi beberapa varian Mie Sedaap karena dugaan kandungan EtO. Pihak Mie Sedaap membantah penggunaan EtO sebagai pengawet dan mengklaim produknya aman dikonsumsi.

Respons BPOM RI: Produk Indomie di Indonesia Aman Dikonsumsi

Menanggapi temuan residu EtO pada Indomie di Taiwan, BPOM RI mengeluarkan pernyataan bahwa produk Indomie Rasa Ayam Spesial aman dikonsumsi di Indonesia. BPOM menjelaskan bahwa kadar EtO yang terdeteksi pada sampel mi instan di Taiwan (0,34 ppm) masih jauh di bawah batas maksimal residu yang diizinkan di Indonesia (85 ppm) dan di sejumlah negara lain, seperti Amerika dan Kanada. BPOM menegaskan bahwa produk mi instan yang beredar di Indonesia telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu sebelum dipasarkan.

Meskipun BPOM menjamin keamanan produk Indomie yang beredar di Indonesia, temuan di Taiwan tetap menjadi perhatian serius. Hal ini menunjukkan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap proses produksi dan distribusi mi instan, serta penerapan standar keamanan pangan yang seragam di berbagai negara.

Perlindungan Konsumen: Hak untuk Mendapatkan Informasi yang Akurat dan Transparan

Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang akurat dan transparan mengenai kandungan dan keamanan produk makanan yang mereka konsumsi. Informasi ini penting agar konsumen dapat membuat pilihan yang tepat dan melindungi kesehatan mereka. Pemerintah dan produsen makanan memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa produk yang beredar di pasaran memenuhi standar keamanan pangan yang ditetapkan.

Dalam kasus temuan residu EtO pada Indomie, penting bagi BPOM RI untuk terus melakukan pengawasan dan pengujian secara berkala terhadap produk mi instan yang beredar di Indonesia. Selain itu, BPOM perlu meningkatkan komunikasi dengan masyarakat mengenai risiko dan manfaat konsumsi mi instan, serta memberikan edukasi mengenai cara memilih dan mengonsumsi mi instan yang aman.

Langkah Preventif: Mencegah Terulangnya Kasus Serupa

Untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan, perlu dilakukan langkah-langkah preventif yang komprehensif, antara lain:

  • Peningkatan Pengawasan: BPOM RI perlu meningkatkan pengawasan terhadap proses produksi dan distribusi mi instan, mulai dari pemilihan bahan baku hingga produk jadi. Pengawasan ini harus dilakukan secara berkala dan melibatkan pengambilan sampel untuk pengujian laboratorium.
  • Harmonisasi Standar: Pemerintah perlu berupaya mengharmonisasikan standar keamanan pangan dengan negara-negara lain, terutama negara-negara tujuan ekspor produk makanan Indonesia. Hal ini akan memudahkan produsen dalam memenuhi persyaratan yang berlaku dan mencegah terjadinya penolakan produk di pasar internasional.
  • Transparansi Informasi: Produsen makanan perlu memberikan informasi yang transparan dan akurat mengenai kandungan dan keamanan produk mereka. Informasi ini harus dicantumkan pada label produk dengan jelas dan mudah dibaca oleh konsumen.
  • Edukasi Konsumen: Pemerintah dan produsen makanan perlu meningkatkan edukasi kepada konsumen mengenai cara memilih dan mengonsumsi makanan yang aman dan sehat. Edukasi ini dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti kampanye iklan, seminar, dan pelatihan.
  • Penegakan Hukum: Pemerintah perlu menindak tegas produsen makanan yang melanggar peraturan keamanan pangan. Penegakan hukum yang tegas akan memberikan efek jera dan mencegah produsen melakukan tindakan yang membahayakan kesehatan konsumen.

Kesimpulan: Keamanan Pangan adalah Tanggung Jawab Bersama

Temuan residu EtO pada Indomie di Taiwan merupakan pengingat bahwa keamanan pangan adalah isu yang kompleks dan memerlukan perhatian serius dari semua pihak. Pemerintah, produsen makanan, dan konsumen memiliki peran masing-masing dalam menjaga keamanan pangan. Dengan kerja sama yang baik, kita dapat melindungi kesehatan masyarakat dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.

Kasus ini juga menyoroti pentingnya diversifikasi pangan dan tidak terlalu bergantung pada satu jenis makanan tertentu. Konsumsi mi instan sebaiknya dibatasi dan diimbangi dengan konsumsi makanan bergizi seimbang lainnya. Selain itu, konsumen perlu lebih cerdas dalam memilih produk makanan dan selalu membaca label dengan seksama sebelum membeli.

Keamanan pangan adalah investasi jangka panjang yang akan memberikan manfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan menjaga keamanan pangan, kita dapat menciptakan generasi yang sehat dan produktif, serta meningkatkan daya saing produk makanan Indonesia di pasar internasional.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :