Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, meyakinkan publik bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terjadi pasca-perombakan kabinet (reshuffle) adalah fenomena sementara. Pernyataan ini disampaikan di tengah kekhawatiran pasar terhadap stabilitas ekonomi setelah pergantian Menteri Keuangan dari Sri Mulyani Indrawati kepada Purbaya Yudhi Sadewa.
Pada penutupan perdagangan Selasa, 9 September 2025, IHSG mengalami koreksi signifikan, terperosok 138,244 poin atau 1,78 persen, berakhir di level 7.628,604. Sentimen negatif ini diperparah dengan proses serah terima jabatan Menteri Keuangan yang menjadi sorotan pelaku pasar. Sementara itu, data Bloomberg menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah melemah 172 poin atau 1,05 persen, mencapai Rp 16.481 per dolar AS.
Airlangga Hartarto, saat memberikan keterangan di kompleks Istana Kepresidenan, menegaskan bahwa pemerintah terus memantau perkembangan situasi. "Ini kan temporary (sementara). Kita lihat situasi yang berkembang, tetapi kita juga harus jaga bahwa fundamental Indonesia kan kuat. Jadi tentu kita lihat lagi nanti ke depannya," ujarnya.
Menanggapi pertanyaan mengenai kekhawatiran atas pergantian Menteri Keuangan, Airlangga menyatakan bahwa hal tersebut merupakan hak prerogatif Presiden Prabowo Subianto. Ia menekankan bahwa seluruh jajaran pemerintah bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara, sehingga tidak perlu ada kekhawatiran yang berlebihan. "Saya rasa itu kan prerogatif Pak Presiden. Jadi tadi juga ditegaskan bahwa seluruhnya kan bekerja untuk merah putih. Jadi tidak ada kekhawatiran," tegasnya.
Airlangga meyakini bahwa fundamental ekonomi Indonesia yang kuat menjadi landasan utama untuk mengatasi sentimen negatif pasar. Ia mencontohkan situasi serupa yang terjadi saat peluncuran Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia. Saat itu, IHSG juga mengalami penurunan yang cukup signifikan, namun kemudian kembali pulih.
"Kalau masalah sentimen itu tentu kita lihat dengan kebijakan yang dilakukan pemerintah tentu ini akan berbalik. Ini mirip pada saat Danantara di-launch kan turun sebentar kemudian naik lagi," jelas Airlangga.
Pernyataan Airlangga ini bertujuan untuk meredam kepanikan pasar dan memberikan keyakinan kepada investor bahwa pemerintah memiliki strategi yang jelas untuk menjaga stabilitas ekonomi. Namun, pertanyaan yang muncul adalah seberapa efektifkah pernyataan ini dalam menenangkan pasar dan apa saja faktor-faktor yang dapat memengaruhi pemulihan rupiah dan IHSG?
Analisis Lebih Mendalam Mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rupiah dan IHSG
Pelemahan rupiah dan penurunan IHSG setelah reshuffle kabinet adalah fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Berikut adalah beberapa faktor utama yang perlu dipertimbangkan:
-
Ketidakpastian Kebijakan: Reshuffle kabinet seringkali memicu ketidakpastian di kalangan investor. Pergantian Menteri Keuangan, khususnya, dapat menimbulkan pertanyaan mengenai arah kebijakan ekonomi di masa depan. Investor cenderung wait and see hingga ada kejelasan mengenai kebijakan-kebijakan baru yang akan diambil oleh Menteri Keuangan yang baru.
-
Sentimen Pasar: Pasar keuangan sangat rentan terhadap sentimen. Berita negatif atau kekhawatiran akan ketidakstabilan politik dan ekonomi dapat dengan cepat memicu aksi jual, yang pada akhirnya menekan nilai tukar rupiah dan IHSG.
-
Faktor Eksternal: Kondisi ekonomi global, seperti kebijakan moneter negara-negara maju (terutama Amerika Serikat), harga komoditas, dan tensi geopolitik, juga dapat memengaruhi kinerja rupiah dan IHSG. Kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed, misalnya, dapat memicu capital outflow dari negara-negara berkembang seperti Indonesia, yang pada gilirannya melemahkan rupiah.
-
Fundamental Ekonomi: Meskipun Airlangga Hartarto menekankan fundamental ekonomi Indonesia yang kuat, penting untuk dicatat bahwa fundamental ekonomi juga memiliki peran penting dalam menentukan stabilitas rupiah dan IHSG. Beberapa indikator fundamental yang perlu diperhatikan antara lain:
- Pertumbuhan Ekonomi: Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat menarik investasi asing dan meningkatkan kepercayaan investor.
- Inflasi: Inflasi yang terkendali penting untuk menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas nilai tukar.
- Defisit Anggaran: Defisit anggaran yang terkendali menunjukkan pengelolaan fiskal yang baik dan mengurangi risiko utang pemerintah.
- Cadangan Devisa: Cadangan devisa yang memadai penting untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan membiayai impor.
- Neraca Perdagangan: Surplus neraca perdagangan menunjukkan daya saing ekspor Indonesia dan mengurangi ketergantungan pada impor.
-
Persepsi Terhadap Menteri Keuangan Baru: Pasar akan mencermati rekam jejak dan pandangan ekonomi dari Menteri Keuangan yang baru. Jika pasar memiliki keyakinan terhadap kemampuan Menteri Keuangan dalam mengelola ekonomi, sentimen negatif dapat mereda.
Strategi Pemerintah untuk Menstabilkan Rupiah dan IHSG
Pemerintah memiliki beberapa opsi kebijakan untuk menstabilkan rupiah dan IHSG, antara lain:
-
Komunikasi yang Efektif: Pemerintah perlu mengkomunikasikan kebijakan-kebijakan ekonomi secara jelas dan transparan kepada publik dan investor. Hal ini penting untuk mengurangi ketidakpastian dan membangun kepercayaan.
-
Intervensi Pasar: Bank Indonesia (BI) dapat melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Intervensi ini dapat dilakukan dengan membeli atau menjual mata uang asing.
-
Kebijakan Moneter: BI dapat menyesuaikan suku bunga acuan untuk mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar. Kenaikan suku bunga acuan dapat menarik capital inflow dan memperkuat rupiah, namun juga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.
-
Kebijakan Fiskal: Pemerintah dapat mengoptimalkan pengelolaan anggaran untuk menjaga defisit anggaran tetap terkendali. Pemerintah juga dapat mendorong investasi melalui insentif fiskal dan kemudahan perizinan.
-
Mendorong Investasi Asing: Pemerintah perlu menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk menarik investasi asing langsung (FDI). FDI dapat meningkatkan pasokan valuta asing dan memperkuat rupiah.
-
Meningkatkan Ekspor: Pemerintah perlu mendorong ekspor melalui diversifikasi produk ekspor, peningkatan daya saing, dan perluasan pasar ekspor.
Kesimpulan
Pelemahan rupiah dan penurunan IHSG pasca-reshuffle kabinet adalah respons pasar terhadap ketidakpastian dan sentimen negatif. Meskipun Airlangga Hartarto meyakinkan bahwa kondisi ini hanya sementara, pemulihan rupiah dan IHSG akan sangat bergantung pada kemampuan pemerintah dalam mengelola ekspektasi pasar, mengkomunikasikan kebijakan secara efektif, dan menjaga fundamental ekonomi yang kuat. Selain itu, faktor eksternal seperti kondisi ekonomi global dan kebijakan moneter negara-negara maju juga akan memainkan peran penting. Investor akan terus memantau perkembangan situasi dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah sebelum membuat keputusan investasi. Pernyataan Airlangga Hartarto memberikan harapan, tetapi implementasi kebijakan yang tepat dan terukur akan menjadi kunci untuk mewujudkan stabilitas ekonomi yang berkelanjutan. Pemerintah perlu bekerja keras untuk memulihkan kepercayaan pasar dan memastikan bahwa fundamental ekonomi Indonesia tetap kuat dan berdaya saing. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan kebijakan juga sangat penting untuk membangun kepercayaan investor dan menjaga stabilitas pasar keuangan.