Kasus pembantaian sadis yang menewaskan lima anggota keluarga di Indramayu akhirnya menemui titik terang. Setelah penyelidikan mendalam dan serangkaian olah Tempat Kejadian Perkara (TKP), polisi berhasil mengungkap motif di balik kejahatan keji ini, menangkap para pelaku, dan membawa mereka ke hadapan hukum. Peristiwa tragis ini menggemparkan warga Indramayu dan menyisakan duka mendalam bagi keluarga serta kerabat korban.
Pada Senin, 1 September 2025, warga Kelurahan Paoman, Kabupaten Indramayu, digegerkan dengan penemuan lima mayat yang terkubur dalam satu lubang di sekitar rumah mereka di Jalan Siliwangi No. 52. Kelima korban tersebut merupakan satu keluarga yang terdiri dari kakek, pasangan suami istri, dan dua anak kecil. Identitas para korban adalah Sahroni (75 tahun, kakek), Budi Awaludin (45 tahun, suami), Euis (40 tahun, istri), Ratu (7 tahun, anak), dan Bela (8 bulan, anak).
Penemuan mayat ini bermula dari kecurigaan warga sekitar yang merasa aneh dengan hilangnya keluarga Budi Awaludin secara tiba-tiba. Kecurigaan semakin menguat ketika Evan, salah satu anak buah Budi, terlihat mengambil mobil pikap milik korban yang digadaikan. Warga yang curiga kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian.
Polisi yang menerima laporan segera melakukan penyelidikan dan menemukan fakta bahwa Evan mengambil mobil tersebut atas perintah yang dikirim melalui pesan WhatsApp dari nomor Budi. Namun, Evan tidak mengetahui bahwa saat itu Budi telah menjadi korban pembunuhan dan ponselnya dikuasai oleh pelaku.
Setelah melakukan serangkaian penyelidikan dan olah TKP, polisi akhirnya berhasil mengungkap identitas pelaku pembantaian tersebut. Pelaku utama adalah Sobirin alias Ririn alias Irin alias R (35 tahun), yang merupakan mantan rekan kerja Budi di Bank BJB. Sobirin dibantu oleh seorang rekannya, Priyo (29 tahun).
Motif pembantaian ini ternyata bermula dari masalah sewa mobil antara Sobirin dan Budi. Sobirin menyewa mobil Toyota Avanza milik Budi dengan menyetor uang sebesar Rp 750 ribu. Namun, mobil yang hendak disewa tersebut mogok, dan Sobirin meminta uangnya kembali. Budi menolak mengembalikan uang tersebut dengan alasan sudah terpakai untuk membeli sembako.
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, menjelaskan bahwa Sobirin merasa kesal karena uangnya tidak dikembalikan. Selain itu, Sobirin juga memiliki dendam terhadap Budi karena masalah pribadi. Kombes Pol Hendra Rochmawan juga menambahkan bahwa motif lainnya adalah masalah ekonomi karena pelaku ingin mengambil harta korban.
Sobirin kemudian mengajak Priyo untuk membunuh Budi dengan menjanjikan imbalan sebesar Rp 1 juta. Priyo menyetujui ajakan tersebut, dan mereka berdua merencanakan pembunuhan tersebut.
Pembunuhan tersebut terjadi pada Jumat, 29 Agustus 2025, sekitar pukul 23.00 WIB. Sobirin mendatangi rumah Budi dan langsung menghantam kepala Budi dengan pipa besi hingga hancur. Setelah membunuh Budi, Sobirin masuk ke dalam rumah dan membantai seluruh anggota keluarga Budi, termasuk ayah Budi (Sahroni), istri Budi (Euis), dan kedua anak Budi (Ratu dan Bela).
Sahroni dan Euis dibunuh dengan cara yang sama, yaitu dipukul kepalanya dengan pipa besi hingga hancur. Sementara itu, kedua anak Budi ditenggelamkan di bak mandi oleh Priyo.
Setelah membantai seluruh anggota keluarga Budi, Sobirin dan Priyo menguburkan mayat para korban di halaman belakang rumah Budi. Mereka kemudian merapikan dan membersihkan rumah untuk menghilangkan jejak, lalu pergi membawa mobil Toyota Corolla Twin Cam milik Budi.
Setelah melakukan penyelidikan intensif, polisi akhirnya berhasil menangkap Sobirin dan Priyo pada Senin, 8 September 2025. Mereka ditangkap sesaat sebelum melaut menjadi Anak Buah Kapal (ABK).
Kapolres Indramayu, AKBP Mochamad Fajar Gemilang, mengatakan bahwa penangkapan tersebut dilakukan setelah polisi mendapatkan informasi mengenai keberadaan para pelaku. Polisi kemudian melakukan penggerebekan dan berhasil menangkap para pelaku tanpa perlawanan.
"Saat itu belum ada keputusan mereka akan tinggal di mana, karena mereka juga paham polisi di mana-mana sedang mencari mereka. Akhirnya setelah mereka pikir tidak dapat kembali menemukan tempat aman, mereka kembali ke Indramayu untuk bekerja sebagai ABK," ujar Fajar.
"ABK kapal ini sekali berlayar antara 6 sampai 8 bulan. Jadi mereka sudah memikirkan besok harinya untuk berlayar, namun sebelum mereka bekerja sebagai ABK, kita melakukan penangkapan," kata Fajar.
Setelah ditangkap, Sobirin dan Priyo mengakui perbuatan mereka. Mereka mengaku telah merencanakan pembunuhan tersebut dan melakukan pembantaian terhadap seluruh anggota keluarga Budi.
Polisi kemudian melakukan rekonstruksi pembunuhan tersebut untuk mengetahui secara detail bagaimana para pelaku melakukan aksinya. Rekonstruksi tersebut dilakukan di TKP dan disaksikan oleh para pelaku, saksi, dan pihak kejaksaan.
Dari hasil rekonstruksi, terungkap bahwa Sobirin merupakan otak dari pembantaian tersebut. Ia yang merencanakan pembunuhan tersebut dan mengajak Priyo untuk membantunya.
Polisi juga berhasil menemukan barang bukti berupa pipa besi yang digunakan untuk membunuh para korban. Pipa besi tersebut ditemukan di Sungai Cimanuk, tempat Sobirin membuangnya setelah melakukan pembunuhan.
Selain itu, polisi juga berhasil menemukan mobil Toyota Corolla Twin Cam milik Budi yang dibawa kabur oleh para pelaku. Mobil tersebut ditemukan di sebuah tempat persembunyian di daerah Indramayu.
Setelah melakukan penyidikan dan mengumpulkan bukti-bukti yang cukup, polisi kemudian menetapkan Sobirin dan Priyo sebagai tersangka dalam kasus pembantaian tersebut. Mereka dijerat dengan pasal pembunuhan berencana dan terancam hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Kasus pembantaian ini mendapat perhatian luas dari masyarakat. Banyak warga yang merasa geram dengan perbuatan keji para pelaku dan menuntut agar mereka dihukum seberat-beratnya.
Sidang kasus pembantaian ini digelar di Pengadilan Negeri Indramayu. Dalam persidangan, para pelaku mengakui perbuatan mereka dan menyesali telah melakukan pembantaian tersebut.
Setelah melalui serangkaian persidangan, majelis hakim akhirnya menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Sobirin, pelaku utama pembantaian tersebut. Sementara itu, Priyo divonis hukuman penjara seumur hidup karena terbukti membantu Sobirin dalam melakukan pembantaian tersebut.
Vonis hukuman mati yang dijatuhkan kepada Sobirin disambut baik oleh keluarga korban dan masyarakat. Mereka merasa bahwa vonis tersebut sudah setimpal dengan perbuatan keji yang telah dilakukan oleh Sobirin.
Kuasa hukum Sobirin kemudian mengajukan banding atas vonis hukuman mati tersebut. Namun, Pengadilan Tinggi Jawa Barat menolak banding tersebut dan menguatkan vonis hukuman mati yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Indramayu.
Sobirin kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, MA juga menolak kasasi tersebut dan menguatkan vonis hukuman mati yang telah dijatuhkan.
Dengan ditolaknya kasasi tersebut, maka vonis hukuman mati terhadap Sobirin telah berkekuatan hukum tetap. Sobirin akan segera dieksekusi mati setelah semua proses hukum selesai.
Kasus pembantaian ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Bahwa dendam dan masalah ekonomi dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindakan keji yang tidak manusiawi. Oleh karena itu, kita harus selalu menjaga diri dari perasaan dendam dan berusaha untuk menyelesaikan masalah ekonomi dengan cara yang baik dan benar.
Selain itu, kasus ini juga menunjukkan pentingnya peran serta masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan. Jika kita melihat atau mengetahui adanya tindakan yang mencurigakan, segera laporkan kepada pihak kepolisian agar dapat segera ditindaklanjuti.
Kasus pembantaian ini juga menjadi pengingat bagi kita semua untuk selalu menjaga kerukunan dan keharmonisan dalam keluarga dan masyarakat. Jangan sampai masalah kecil memicu pertengkaran yang berujung pada tindakan kekerasan.
Semoga kasus ini menjadi yang terakhir dan tidak akan terjadi lagi di masa depan. Mari kita jaga keamanan dan ketertiban lingkungan agar tercipta masyarakat yang aman, damai, dan sejahtera.
Jenazah kelima korban telah rampung diautopsi di RS Bhayangkara Losarang, Rabu (3/9). Usai diautopsi, jenazah ini dibawa dengan empat ambulans ke Masjid Madaniah, Desa Sindang, Kecamatan Sindang, Indramayu, untuk diserahkan kepada keluarga. Kedatangan jenazah itu disaksikan ratusan warga yang melayat.
Tangis pecah pelayat saat jenazah balita dan ibunya diturunkan dari ambulans. Sekelompok ibu-ibu tak kuasa menahan emosi. "Ya Allah! Tega pisan (tega banget)," teriak salah seorang di antara mereka. Diketahui, ibu-ibu tersebut merupakan orang tua teman sekolah anak korban.
Setelah disalatkan, kelima jenazah dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga di Desa Sindang, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu. Di area pemakaman, kerabat dan warga memenuhi setiap sudut. Mereka berdiri rapat melihat satu per satu jenazah yang diturunkan ke liang lahat.
Kasus ini juga mengungkap peran Evan, anak buah korban Budi Awaludin, sebagai saksi kunci. Evan sempat dicurigai sebagai pelaku karena mengambil mobil pikap milik Budi. Namun, Evan menjelaskan bahwa ia mengambil mobil tersebut atas perintah Budi melalui pesan WhatsApp. Ia tidak mengetahui bahwa Budi telah dibunuh dan ponselnya dikuasai oleh Sobirin.
Evan menggadaikan mobil tersebut dan mentransfer uangnya ke rekening DANA atas nama Budi. Ia merasa dijebak oleh pelaku. Selama sepekan, Evan disembunyikan di Polres Indramayu karena polisi khawatir ia akan dihakimi massa.
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, menjelaskan bahwa Evan memang menjalankan perintah Budi untuk menggadaikan mobil. Polisi bekerja sama dengan Evan untuk memancing Sobirin agar lengah dan merasa aman.
Dengan tertangkapnya Sobirin dan Priyo, serta terungkapnya motif pembantaian ini, kasus pembantaian sekeluarga di Indramayu akhirnya menemui titik akhir. Keadilan telah ditegakkan, dan para pelaku akan mempertanggungjawabkan perbuatan keji mereka di hadapan hukum.