Wacana penggabungan (merger) PT Pelita Air Service, anak perusahaan PT Pertamina (Persero), ke dalam PT Garuda Indonesia (Persero) menuai sorotan tajam dari anggota Komisi VI DPR RI. Kekhawatiran utama yang dilontarkan adalah potensi tergerusnya kinerja positif dan budaya pelayanan prima yang saat ini melekat pada Pelita Air, justru akan terbebani oleh permasalahan yang selama ini menghantui Garuda Indonesia.
Mufti Anam, Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, secara tegas menyatakan ketidaksetujuannya terhadap rencana merger ini. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Utama BUMN Transportasi Udara pada Senin (22/9), Mufti mengungkapkan pengalamannya menggunakan Pelita Air, yang menurutnya sangat memuaskan. "Soal Pelita Air yang mau digabungkan dengan Garuda, saya sangat tidak setuju atas hal ini, Pak. Jujur ketika terdesak, ketika saya sudah tidak percaya lagi ke Garuda, kemarin saya naik Pelita Air ya, tepat waktu juga ternyata, luar biasa," ujarnya.
Mufti menekankan bahwa ketepatan waktu, kebersihan, dan kualitas makanan yang disajikan Pelita Air adalah aspek-aspek yang perlu dipertahankan. Ia khawatir, jika Pelita Air bergabung dengan Garuda Indonesia, standar pelayanan yang baik ini justru akan menurun. "Saya tidak mau Garuda untuk kemudian membajak Pelita Air, yang sudah bagus jadi maskapai kebanggaan kita, kemudian akhirnya rusak gara-gara kena virus budaya kerja di Garuda Indonesia yang amburadul," imbuhnya.
Kekhawatiran Mufti bukan tanpa dasar. Garuda Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir, menghadapi berbagai masalah, mulai dari masalah keuangan yang berat, kasus korupsi, hingga citra pelayanan yang kurang memuaskan di mata sebagian penumpang. Meskipun Garuda Indonesia telah melakukan upaya restrukturisasi dan pembenahan, masih ada keraguan apakah maskapai pelat merah ini mampu menyerap Pelita Air tanpa mengganggu kinerja positif yang telah dicapai.
Lebih lanjut, Mufti menyoroti bahwa saat ini Pelita Air sudah tidak lagi membebani kinerja keuangan Pertamina. Hal ini menunjukkan bahwa Pelita Air telah berhasil menjalankan bisnisnya secara mandiri dan memberikan kontribusi positif bagi induk perusahaannya. "Sampai hari ini saya senang setelah saya naik, akhirnya saya baca-baca ini portofolio keuangan, ternyata sudah tidak membebani Pertamina lagi. Maka kami tidak mau Pelita Air diperbaiki untuk bagaimana bisa menjadi alternatif maskapai kita, kemudian jadi tidak baik karena adanya Garuda," tegasnya.
Dengan kata lain, Mufti khawatir merger ini justru akan merusak Pelita Air, yang saat ini berpotensi menjadi alternatif maskapai penerbangan yang handal di Indonesia. Ia berpendapat, lebih baik Pelita Air dibiarkan berkembang secara independen, sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi industri penerbangan nasional.
Senada dengan Mufti, Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Kawendra Lukistian, juga menyampaikan kekhawatirannya terkait rencana merger ini. Meskipun ia mendukung arahan Presiden Prabowo Subianto terkait merger maskapai BUMN, Kawendra menekankan pentingnya menjaga rekam jejak positif Pelita Air setelah bergabung dengan Garuda Indonesia. "Kalaupun nantinya Pelita Air masuk ke Garuda, tolong berikan keyakinan kami tidak akan terpengaruh dengan budaya yang kurang oke selama ini, bahwa Garuda berevaluasi menjadi lebih baik," kata Kawendra.
Kawendra berharap, jika merger ini tetap dilanjutkan, Garuda Indonesia harus mampu membuktikan bahwa mereka telah melakukan perubahan signifikan dalam budaya kerja dan manajemen. Ia tidak ingin Pelita Air justru "tercemar" oleh praktik-praktik yang kurang baik yang selama ini terjadi di Garuda Indonesia.
Rencana merger maskapai BUMN ini kembali mencuat setelah PT Pertamina (Persero) berencana melakukan restrukturisasi besar-besaran terhadap unit usaha non-inti. Bisnis di luar sektor migas dan energi terbarukan akan dipisahkan (spin off) dan diarahkan berada di bawah koordinasi Badan Pengelola Investasi Danantara.
Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, menjelaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari transformasi bisnis untuk memperkuat fokus perusahaan sebagai entitas energi nasional. "Untuk beberapa usaha kami akan spin off dan tentunya mungkin akan di bawah koordinasi dari Danantara akan kita gabungkan clustering dengan perusahaan-perusahaan sejenis. Sebagai contoh untuk Airline kami (Pelita Air) kita sedang penjajakan awal untuk penggabungan dengan Garuda Indonesia," jelas Simon dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR pada Kamis (11/9).
Namun, rencana ini tampaknya belum mendapatkan dukungan penuh dari Komisi VI DPR. Kekhawatiran akan nasib Pelita Air menjadi perhatian utama para anggota dewan. Mereka berharap, pemerintah dapat mempertimbangkan kembali rencana merger ini dan mencari solusi yang terbaik bagi kedua maskapai penerbangan tersebut.
Analisis Lebih Mendalam Mengenai Potensi Dampak Merger Pelita Air dan Garuda Indonesia
Wacana merger antara Pelita Air dan Garuda Indonesia memunculkan berbagai pertanyaan dan kekhawatiran. Untuk memahami lebih dalam potensi dampaknya, perlu dilakukan analisis yang komprehensif dari berbagai aspek:
-
Aspek Keuangan:
- Garuda Indonesia: Masih berjuang untuk keluar dari masalah keuangan yang menumpuk. Merger dengan Pelita Air dapat memberikan suntikan dana segar, tetapi juga berpotensi menambah beban keuangan jika tidak dikelola dengan baik.
- Pelita Air: Dalam kondisi keuangan yang stabil dan tidak lagi membebani Pertamina. Merger dapat memberikan akses ke jaringan yang lebih luas dan sumber daya yang lebih besar, tetapi juga berisiko kehilangan independensi dan fleksibilitas.
-
Aspek Operasional:
- Garuda Indonesia: Memiliki jaringan penerbangan yang luas, baik domestik maupun internasional. Merger dengan Pelita Air dapat memperkuat jaringan domestik, terutama rute-rute yang selama ini dilayani oleh Pelita Air.
- Pelita Air: Fokus pada rute-rute domestik dengan pelayanan yang prima. Merger dapat memperluas jangkauan operasional, tetapi juga berpotensi menurunkan kualitas pelayanan jika tidak ada standardisasi yang baik.
-
Aspek Sumber Daya Manusia:
- Garuda Indonesia: Memiliki jumlah karyawan yang besar dengan berbagai permasalahan terkait efisiensi dan produktivitas. Merger dengan Pelita Air dapat menimbulkan konflik internal terkait integrasi budaya kerja dan potensi pengurangan karyawan.
- Pelita Air: Memiliki budaya kerja yang lebih fleksibel dan responsif. Merger dapat mengancam budaya kerja yang positif ini jika tidak ada upaya untuk menjaga dan mengembangkannya.
-
Aspek Pelayanan:
- Garuda Indonesia: Citra pelayanan yang bervariasi, tergantung pada rute dan kelas penerbangan. Merger dengan Pelita Air dapat meningkatkan citra pelayanan secara keseluruhan jika standar pelayanan Pelita Air dapat diadopsi oleh Garuda Indonesia.
- Pelita Air: Dikenal dengan pelayanan yang prima dan ketepatan waktu. Merger dapat menurunkan kualitas pelayanan jika tidak ada upaya untuk menjaga standar yang tinggi ini.
-
Aspek Regulasi dan Persaingan:
- Merger ini perlu mendapatkan persetujuan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk memastikan tidak terjadi praktik monopoli atau persaingan usaha yang tidak sehat.
- Merger ini juga perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap maskapai penerbangan swasta lainnya.
Alternatif Solusi Selain Merger
Mengingat berbagai kekhawatiran yang muncul terkait rencana merger ini, ada beberapa alternatif solusi yang dapat dipertimbangkan:
- Sinergi Operasional: Garuda Indonesia dan Pelita Air dapat menjalin kerjasama operasional tanpa harus melakukan merger. Misalnya, kerjasama dalam hal pemasaran, penjualan tiket, atau perawatan pesawat.
- Aliansi Strategis: Garuda Indonesia dan Pelita Air dapat membentuk aliansi strategis untuk memperkuat posisi mereka di pasar penerbangan. Aliansi ini dapat mencakup kerjasama dalam hal pengembangan rute, program loyalitas pelanggan, atau pengadaan pesawat.
- Pelita Air Tetap Independen: Pelita Air dapat terus mengembangkan bisnisnya secara independen dengan fokus pada rute-rute yang menguntungkan dan mempertahankan standar pelayanan yang tinggi. Pemerintah dapat memberikan dukungan kepada Pelita Air melalui kebijakan yang kondusif dan akses ke pembiayaan yang terjangkau.
Kesimpulan
Rencana merger antara Pelita Air dan Garuda Indonesia adalah isu yang kompleks dan memerlukan kajian yang mendalam. Pemerintah perlu mempertimbangkan secara matang semua aspek yang terkait dengan merger ini, termasuk potensi dampak positif dan negatifnya. Selain itu, pemerintah juga perlu mempertimbangkan alternatif solusi lain yang dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi kedua maskapai penerbangan dan industri penerbangan nasional secara keseluruhan. Yang terpenting adalah, keputusan yang diambil harus berorientasi pada kepentingan publik dan memastikan keberlangsungan industri penerbangan yang sehat dan kompetitif.