Asteroid yang Punahkan Dinosaurus, Sekarang Jadi Begini

  • Maskobus
  • Sep 23, 2025

Sekitar 66 juta tahun silam, era keemasan dinosaurus berakhir dengan malapetaka yang tak terbayangkan. Sebuah asteroid raksasa, dengan lebar mencapai 12 kilometer – setara dengan ukuran Gunung Everest – meluncur dengan kecepatan supersonik, menembus atmosfer Bumi dengan kecepatan 43.000 kilometer per jam. Tabrakan dahsyat ini memicu serangkaian peristiwa katastropik yang berujung pada salah satu kepunahan massal terbesar dalam sejarah planet ini, memusnahkan dinosaurus dan sekitar tiga perempat dari seluruh spesies kehidupan di Bumi. Hanya sebagian kecil dinosaurus, yang kemudian berevolusi menjadi burung modern, yang berhasil selamat dari kiamat ini.

Lantas, apa yang terjadi pada asteroid dahsyat tersebut setelah menabrak Bumi dengan kekuatan yang tak terbayangkan? Menurut Sean Gulick, seorang profesor riset dan salah satu direktur Center for Planetary Systems Habitability di University of Texas di Austin, Amerika Serikat, "Ketika asteroid itu menghantam Bumi dengan energi sekitar 8 miliar kali lipat bom nuklir era Perang Dunia II, ia pada dasarnya menguap." Ledakan dahsyat ini mengubah asteroid raksasa itu menjadi awan debu halus yang tersebar luas di atmosfer atas Bumi.

Debu asteroid ini kemudian menghujani seluruh planet selama puluhan tahun, menciptakan lapisan sedimen yang kaya akan iridium, sebuah unsur yang sangat langka di kerak Bumi tetapi melimpah di asteroid. Lapisan ini, yang dikenal sebagai anomali iridium, menjadi bukti kuat yang menghubungkan kepunahan dinosaurus dengan tumbukan asteroid. "Lapisan batuan tipis yang mengandung iridium 80 kali lebih banyak daripada bagian lain di kerak Bumi," jelas Gulick. Konsentrasi iridium yang luar biasa ini menjadi sidik jari kosmik yang tak terbantahkan dari peristiwa kepunahan massal tersebut.

Meskipun sebagian besar asteroid menguap, beberapa fragmen kecil berhasil bertahan dari ledakan dahsyat. Salah satu fragmen yang diketahui keberadaannya adalah pecahan seukuran biji wijen yang ditemukan oleh Frank Kyte, seorang ahli geokimia di UCLA. Potongan batuan ini ditemukan dalam sampel inti yang dibor di lepas pantai Hawaii, dan penemuan ini dipublikasikan dalam jurnal Nature pada tahun 1998. Pada tahun 2022, klaim tentang penemuan pecahan kecil lainnya muncul, tetapi klaim tersebut belum didukung oleh tinjauan sejawat.

Para ilmuwan berharap untuk menemukan bongkahan asteroid yang lebih besar di masa depan. "Kita harus cukup beruntung untuk menemukan bongkahan yang lebih besar," kata Gulick. Jika mereka berhasil menemukan fragmen yang lebih besar, para ilmuwan dapat mempelajari lebih lanjut tentang ‘proses guncangan’ yang dialami oleh asteroid itu sendiri dan membuat perkiraan yang lebih akurat tentang tekanan dan suhu ekstrem yang dialaminya selama tumbukan. Informasi ini akan memberikan wawasan berharga tentang dinamika tumbukan asteroid dan dampaknya terhadap Bumi.

Asteroid yang Punahkan Dinosaurus, Sekarang Jadi Begini

Selain sisa-sisa fisik asteroid, tumbukan tersebut juga meninggalkan sejumlah petunjuk tambahan tentang perjalanannya. Salah satu petunjuk yang paling mencolok adalah kawah Chicxulub, sebuah kawah raksasa dengan lebar sekitar 180 kilometer dan kedalaman sekitar 20 kilometer yang terletak di wilayah yang sekarang disebut Meksiko. Kawah ini adalah bekas luka abadi dari asteroid yang memusnahkan dinosaurus.

Kawah Chicxulub dinamai berdasarkan nama sebuah kota di dekat pusat tumbukan. Selama puluhan juta tahun, kawah ini telah tertutup oleh batuan dan sedimen yang bergeser, dan sebagian besar tersembunyi di bawah Teluk Meksiko. Namun, lengkungan lubang runtuhan di sepanjang tepinya, yang terbentuk dari batu kapur yang melemah, masih terlihat dari permukaan. Lengkungan ini memberikan petunjuk visual tentang ukuran dan lokasi tumbukan asteroid yang dahsyat.

Tumbukan asteroid juga menghasilkan tsunami dahsyat dengan ketinggian mencapai 1,6 kilometer yang bergerak melalui seluruh lautan dengan kecepatan hingga 143 kilometer per jam. Gelombang raksasa ini mengukir tanda-tanda di dasar laut yang disebut megaripples, yang tingginya setara dengan gedung lima lantai dan terawetkan jauh di bawah Louisiana. Survei seismik mengungkapkan bahwa air yang membentuk riak-riak tersebut berasal dari arah kawah Chicxulub, yang memberikan bukti lebih lanjut tentang kekuatan dan jangkauan tsunami yang dipicu oleh tumbukan asteroid.

Selain membunuh makhluk-makhluk malang di area pendaratan asteroid dan tsunami berikutnya, dampaknya memicu serangkaian dampak dahsyat lainnya yang meluas ke seluruh planet. Hujan asam yang mematikan menghancurkan ekosistem darat dan laut, sementara badai api global melalap hutan dan padang rumput. Namun, mungkin dampak yang paling merusak adalah awan puing raksasa yang menyelimuti Bumi, mendinginkan planet secara drastis, menghalangi sinar Matahari dan fotosintesis, serta memutus rantai makanan.

Lamanya ‘musim dingin nuklir’ ini masih diperdebatkan oleh para ilmuwan, tetapi efeknya tidak diragukan lagi menghancurkan. Tanaman tidak dapat berfotosintesis, herbivora kelaparan, dan karnivora pun mengikuti. Kepunahan massal yang diakibatkan oleh serangkaian peristiwa ini menghapus sekitar 75% spesies di Bumi, membuka jalan bagi evolusi mamalia dan akhirnya, manusia. Asteroid dan dampaknya secara luas disepakati sebagai penyebab kepunahan dinosaurus non-unggas dan pada akhirnya memusnahkan sekitar 75% spesies di Bumi.

"Pelepasan energi itu seperti berperang melawan perang nuklir total, berulang kali, 10.000 kali," kata Alan Hildebrand, seorang ilmuwan planet dan profesor madya di Calgary University. Hildebrand adalah salah satu penulis makalah yang menerbitkan penemuan kawah Chicxulub pada tahun 1991, dan karyanya memberikan bukti utama yang menghubungkan kawah tersebut dengan kepunahan dinosaurus. Penemuan ini merevolusi pemahaman kita tentang sejarah kehidupan di Bumi dan menyoroti peran penting peristiwa kosmik dalam membentuk evolusi planet kita.

Bagi Hildebrand, tidak mengherankan bahwa asteroid itu memusnahkan sebagian besar kehidupan di Bumi. Kekuatan tumbukan yang dahsyat itu tak terbayangkan. "Lapisan terdekat dari tumbukan Chicxilub setebal 1 hingga 2 cm dan material itu terlempar ke sini dari Semenanjung Yucatán," jelasnya, menggambarkan jangkauan global dari peristiwa katastropik tersebut. Kisah asteroid Chicxulub adalah pengingat yang kuat tentang kekuatan alam dan kerentanan kehidupan di Bumi terhadap peristiwa kosmik. Ini juga merupakan bukti keuletan kehidupan, yang berhasil bangkit kembali dari ambang kepunahan dan terus berkembang hingga saat ini. Penelitian lebih lanjut tentang asteroid ini dan dampaknya akan terus memberikan wawasan berharga tentang sejarah planet kita dan potensi bahaya dari luar angkasa.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :