Kisah Bill Stewart, seorang pria berusia 54 tahun dari Dover, New Hampshire, Amerika Serikat, membuka babak baru dalam dunia transplantasi organ. Stewart menjadi salah satu penerima transplantasi ginjal babi eksperimental, sebuah tonggak penting dalam upaya membuktikan potensi organ hewan sebagai penyelamat nyawa manusia. Perjalanan Stewart menuju transplantasi ini bukan tanpa tantangan, dipicu oleh riwayat tekanan darah tinggi yang berujung pada gagal ginjal. Kondisi ini menempatkannya dalam antrean panjang penerima donor ginjal, dengan estimasi waktu tunggu mencapai tujuh tahun untuk golongan darahnya. Alternatif donor hidup pun tidak memungkinkan, menambah peliknya situasi.
Setelah dua tahun bergantung pada dialisis atau cuci darah, Stewart menemukan secercah harapan melalui kisah Tim Andrews, penerima transplantasi ginjal babi di Massachusetts General Hospital (Mass General). Terinspirasi oleh pengalaman Andrews, Stewart mendaftarkan diri sebagai kandidat transplantasi berikutnya. Ketertarikannya pada sains, ditambah dengan keyakinan bahwa ginjal dapat diambil kembali jika terjadi penolakan, memantapkan keputusannya. Operasi transplantasi eksperimental dilaksanakan pada Selasa, 14 Juni 2025, dan berjalan lancar. Stewart merasakan kelegaan luar biasa karena terbebas dari rutinitas dialisis yang melelahkan. Ia kembali aktif bekerja dan mengunjungi klinik dialisis lamanya untuk berbagi kabar baik dan menumbuhkan harapan bagi pasien lain.
Motivasi Stewart tidak hanya untuk kesembuhan pribadi, tetapi juga untuk berkontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan di balik xenotransplantasi ini. Dr. Leonardo Riella, spesialis ginjal di Mass General, menjelaskan bahwa obat anti-penolakan yang diberikan kepada Stewart telah disesuaikan untuk mengatasi potensi masalah awal. Andrews, penerima transplantasi sebelumnya, juga mengalami penyesuaian serupa. Meskipun terlalu dini untuk memprediksi umur ginjal babi tersebut, Dr. Riella menekankan manfaatnya, bahkan jika hanya memberikan jeda dari dialisis sambil menunggu ginjal manusia yang cocok. Setahun atau lebih tanpa dialisis akan menjadi keuntungan besar bagi pasien.
Kisah Stewart bukanlah satu-satunya keberhasilan Mass General dalam transplantasi ginjal babi ke manusia. Sebelumnya, Tim Andrews berhasil hidup tanpa dialisis selama tujuh bulan berkat ginjal babi hasil rekayasa genetika, mencetak rekor baru yang masih berlanjut hingga kini. Rekor sebelumnya untuk transplantasi organ babi hanya bertahan 130 hari. Keberhasilan transplantasi pada Stewart dan Andrews, serta upaya serupa lainnya, mendorong Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) untuk memberikan izin kepada eGenesis, produsen babi rekayasa genetika, untuk memulai studi ketat mengenai xenotransplantasi ginjal.
Uji coba eGenesis akan melibatkan 30 pasien berusia 50 tahun ke atas yang menjalani dialisis dan terdaftar dalam daftar tunggu transplantasi, dengan transplantasi ginjal babi hasil rekayasa genetik. United Therapeutics, pengembang organ babi rekayasa genetik lainnya, juga akan segera memulai perekrutan peserta untuk studi serupa yang telah disetujui oleh FDA. Di Amerika Serikat, lebih dari 100.000 orang berada dalam daftar tunggu transplantasi, dengan sebagian besar membutuhkan ginjal. Ribuan pasien meninggal setiap tahunnya sebelum mendapatkan donor yang cocok. Xenotransplantasi menawarkan solusi potensial untuk mengatasi kekurangan organ yang kronis ini.
Para ilmuwan memodifikasi gen babi agar organ mereka lebih menyerupai organ manusia, sehingga mengurangi risiko penolakan oleh sistem kekebalan tubuh. Uji coba awal, yang melibatkan dua jantung dan dua ginjal, berlangsung singkat dan hanya melibatkan pasien dengan kondisi sangat parah. Peneliti di China juga melaporkan transplantasi ginjal babi, meskipun informasi yang diberikan terbatas. Di Alabama, seorang wanita menjalani xenotransplantasi ginjal yang bertahan selama 130 hari sebelum ditolak oleh tubuhnya, mengharuskannya kembali menjalani dialisis. Kasus ini membantu para peneliti untuk mempertimbangkan beralih ke pasien dengan kondisi yang tidak terlalu kritis.
Transplantasi ginjal babi ke manusia merupakan bidang yang menjanjikan, namun masih dalam tahap awal pengembangan. Tantangan utama termasuk memastikan kompatibilitas antara organ babi dan sistem kekebalan tubuh manusia, mencegah penularan penyakit dari babi ke manusia (xenosis), dan mengatasi masalah etika dan regulasi yang terkait dengan penggunaan hewan untuk transplantasi.
Rekayasa genetika memainkan peran penting dalam membuat organ babi lebih cocok untuk transplantasi ke manusia. Para ilmuwan menggunakan teknik seperti CRISPR-Cas9 untuk memodifikasi gen babi yang bertanggung jawab atas penolakan organ oleh sistem kekebalan tubuh manusia. Mereka juga dapat menambahkan gen manusia ke babi untuk membuat organ mereka lebih kompatibel.
Selain rekayasa genetika, imunosupresi juga penting untuk mencegah penolakan organ. Pasien yang menerima transplantasi organ babi harus mengonsumsi obat imunosupresan sepanjang hidup mereka untuk menekan sistem kekebalan tubuh mereka dan mencegahnya menyerang organ yang ditransplantasikan. Namun, obat imunosupresan dapat memiliki efek samping yang signifikan, seperti meningkatkan risiko infeksi dan kanker.
Xenosis merupakan risiko potensial dari transplantasi organ babi ke manusia. Babi dapat membawa virus dan bakteri yang dapat menular ke manusia dan menyebabkan penyakit. Para ilmuwan bekerja untuk mengembangkan babi yang bebas dari patogen ini. Mereka juga mengembangkan metode untuk mendeteksi dan mencegah penularan xenosis.
Transplantasi organ babi ke manusia menimbulkan sejumlah masalah etika dan regulasi. Beberapa orang percaya bahwa tidak etis menggunakan hewan untuk transplantasi. Orang lain khawatir tentang potensi dampak xenotransplantasi terhadap populasi babi. Pemerintah dan organisasi regulasi di seluruh dunia sedang bekerja untuk mengembangkan peraturan yang mengatur xenotransplantasi.
Meskipun ada tantangan yang signifikan, transplantasi organ babi ke manusia memiliki potensi untuk menyelamatkan nyawa ribuan orang yang menunggu transplantasi organ. Penelitian dan pengembangan lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi tantangan ini dan membuat xenotransplantasi menjadi pilihan yang aman dan efektif bagi pasien dengan gagal organ. Keberhasilan kasus Stewart dan Andrews memberikan harapan baru bagi masa depan xenotransplantasi dan membuka jalan bagi studi lebih lanjut yang akan membawa manfaat bagi banyak orang.
Di masa depan, xenotransplantasi mungkin tidak hanya terbatas pada ginjal. Para ilmuwan juga sedang bekerja untuk mengembangkan jantung, paru-paru, dan organ lain dari babi yang dapat ditransplantasikan ke manusia. Jika berhasil, xenotransplantasi dapat merevolusi bidang transplantasi organ dan menyelamatkan nyawa jutaan orang di seluruh dunia.
Selain itu, perkembangan dalam teknologi pencetakan 3D organ juga menawarkan harapan baru. Para ilmuwan sedang berupaya untuk mencetak organ manusia menggunakan sel pasien sendiri. Jika teknologi ini berhasil, maka tidak perlu lagi bergantung pada donor organ manusia atau hewan.
Namun, penting untuk diingat bahwa transplantasi organ, baik dari manusia, hewan, maupun hasil cetak 3D, bukanlah solusi akhir untuk gagal organ. Pencegahan penyakit yang menyebabkan gagal organ, seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit ginjal kronis, tetap menjadi prioritas utama.
Dengan kombinasi pencegahan, pengobatan yang lebih baik, dan inovasi dalam transplantasi organ, kita dapat berharap untuk meningkatkan harapan hidup dan kualitas hidup bagi orang-orang dengan gagal organ. Kisah Bill Stewart adalah pengingat bahwa kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dapat memberikan harapan baru bagi mereka yang menghadapi tantangan kesehatan yang serius. Perjalanan Stewart adalah bukti ketahanan manusia dan kekuatan inovasi dalam mengatasi penyakit.