Bakteri Purba ‘Bunuh’ Badak Putih Langka Sejak dalam Kandungan

  • Maskobus
  • Aug 25, 2025

Hanya ada dua badak putih utara yang tersisa di dunia, Najin dan Fatu, sepasang induk dan anak yang tidak dapat melanjutkan spesies ini sendirian. Namun, sebuah upaya inovatif sedang dilakukan untuk melahirkan anak badak putih utara baru melalui sampel beku, fertilisasi in vitro (IVF), dan ibu pengganti badak putih selatan. Program bayi tabung lintas spesies yang ambisius ini diinisiasi oleh BioRescue, sebuah konsorsium yang mengembangkan teknologi reproduksi canggih untuk menyelamatkan mamalia yang terancam punah.

Kisah tragis ini berpusat pada Curra, badak putih selatan yang dipilih sebagai ibu pengganti. Jan Stejskal, koordinator proyek BioRescue, baru saja tiba di Kenya untuk memantau kondisi kehamilan Curra ketika kabar buruk datang. Curra tiba-tiba jatuh sakit, dan kondisinya memburuk dengan cepat. Tragisnya, Curra meninggal dunia hanya dalam waktu satu jam setelah menunjukkan gejala awal. Tim peneliti bahkan belum sempat memastikan kehamilannya.

Penyelidikan mendalam mengungkapkan serangkaian peristiwa malang yang menjadi penyebab kematian Curra. Pergeseran iklim El Niño menyebabkan hujan deras yang tak terkendali. Hujan lebat ini mengikis lapisan atas tanah di Kenya, mengungkap kembali "mumi" purba yang terkubur selama berabad-abad. Di dalam sisa-sisa organisme purba ini terdapat bakteri Clostridia yang mampu bertahan hidup hingga 500 tahun. Bakteri ini melepaskan racun yang sangat kuat, yang mampu membunuh seekor badak dalam waktu singkat, bahkan kurang dari 60 menit.

"Kejadiannya begitu cepat sehingga muncul hipotesis bahwa badak itu mungkin digigit ular, seperti mamba hitam," ungkap Stejskal dalam sebuah wawancara tentang film dokumenter The Last Rhinos: A New Hope. Kejadian yang tidak terduga ini mengguncang tim BioRescue dan menggarisbawahi kerapuhan upaya konservasi.

Prioritas utama tim setelah tragedi itu adalah mencegah kematian badak lainnya. "Hal pertama yang kami lakukan adalah mencari tahu apa yang bisa kami lakukan agar tidak ada lagi badak lain yang mati. Kami langsung memvaksinasi mereka, jadi lega rasanya tidak ada badak lain yang mati," ujar Stejskal. Vaksinasi massal ini menjadi langkah krusial untuk melindungi populasi badak yang tersisa dari ancaman bakteri purba tersebut.

Bakteri Purba 'Bunuh' Badak Putih Langka Sejak dalam Kandungan

Kehilangan Curra merupakan pukulan berat bagi tim BioRescue, terutama bagi para penjaga di Ol Pejeta Conservancy di Kenya yang telah merawatnya dan badak-badak lainnya dengan penuh dedikasi. Namun, di tengah kesedihan, secercah harapan muncul.

Selama proses otopsi, tim menemukan janin berusia 66 hari di dalam rahim Curra. Janin tersebut diidentifikasi sebagai badak putih utara jantan, yang terakhir terlihat sejak kematian Sudan, badak putih utara jantan terakhir yang diketahui, pada tahun 2018. Meskipun tidak ada yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan Curra atau janinnya, penemuan ini membuktikan bahwa IVF lintas spesies semacam ini memiliki potensi untuk berhasil. Sebelumnya, keberhasilan transfer embrio pada badak putih utara belum pernah terbukti.

"Saya tidak ingin mengatakan ini seperti sesuatu yang bermanfaat, tetapi karena kami berhasil memiliki embrio dan mengambil sampel jaringan, kami sebenarnya bisa membawanya ke laboratorium di Eropa dan melihat DNA janin itu," kata Stejskal. Penemuan ini memberikan kesempatan berharga untuk mempelajari genetika badak putih utara dan memajukan upaya konservasi di masa depan.

"Momen tragis itu justru memungkinkan kami melakukan tes DNA yang tepat dan memastikan 100% bahwa itu memang berasal dari transfer embrio," imbuhnya. Konfirmasi ini menegaskan bahwa teknologi IVF memiliki potensi besar untuk menyelamatkan spesies yang terancam punah, bahkan dalam situasi yang paling menantang sekalipun.

Tim BioRescue terus berupaya untuk mencapai kehamilan yang sukses dan melahirkan anak badak putih utara. Namun, kelahiran anak badak tersebut hanyalah langkah awal. Tantangan berikutnya adalah menemukan cara untuk mengembalikan sebagian keragaman genetik yang telah hilang karena spesies tersebut hampir punah. Untuk mengatasi masalah ini, BioRescue berkolaborasi dengan Colossal Foundation, sebuah organisasi yang berfokus pada de-ekstinsi dan pelestarian spesies.

"Ketika populasi mengalami penurunan drastis seperti yang dialami badak putih utara, kita kehilangan banyak keragaman genetik," ujar kepala petugas hewan di Colossal, Matt James. Kehilangan keragaman genetik dapat membuat spesies lebih rentan terhadap penyakit dan perubahan lingkungan.

Colossal bekerja sama dengan BioRescue untuk mengembangkan jalur teknologi yang memungkinkan mereka mengeksplorasi genetika populasi badak putih utara historis. Tujuannya adalah untuk memahami seperti apa populasinya sebelum 99% anggotanya hilang. Dengan membandingkan genetika populasi historis dengan genetika dua badak putih utara yang tersisa dan galur sel yang telah disimpan, para ilmuwan dapat mengidentifikasi alel yang hilang seiring waktu.

Alel-alel tersebut (variasi gen) bisa mencakup gen yang bertanggung jawab atas sifat-sifat yang sangat spesifik yang mungkin meningkatkan hal-hal seperti kemampuan beradaptasi dan ketahanan terhadap penyakit. Pemulihan alel-alel yang hilang ini sangat penting untuk memastikan kelangsungan hidup jangka panjang spesies badak putih utara.

"Lalu kami menciptakan target penyuntingan gen agar kami dapat mulai menyunting lini sel badak putih utara untuk membantu memulihkan genetika yang hilang. Artinya, seiring keberhasilan BioRescue dalam memulihkan badak putih utara dan meningkatkan populasinya, Colossal dapat membantu mengatasi keragaman genetik populasi yang terus bertambah tersebut dan memastikannya tetap beragam dan sehat semaksimal mungkin," jelas James. Kolaborasi antara BioRescue dan Colossal Foundation menjanjikan pendekatan komprehensif untuk konservasi badak putih utara, menggabungkan teknologi reproduksi canggih dengan rekayasa genetika.

Seperti yang dikatakan Stejskal kepada IFLScience, mengembalikan badak putih utara ke populasi yang stabil akan menjadi masalah kerja puluhan tahun, bukan tahunan. Upaya ini membutuhkan komitmen jangka panjang dan kolaborasi global. Namun, jika manusia dapat melakukannya, ada banyak alasan mengapa kita harus melakukannya.

Stejskal menekankan bahwa manusia bertanggung jawab atas kepunahan badak putih utara. Permintaan akan cula atau bagian lain dari tubuh badak telah mendorong perburuan liar dan menyebabkan penurunan populasi yang drastis. Namun, masih ada harapan. Ada ruang bagi badak putih utara untuk hidup dan berkembang.

"Berbeda dengan beberapa spesies yang tidak memiliki habitat bagi mereka, ada banyak habitat bagi badak putih utara. Jadi, jika kita berhenti membunuh mereka, dan kita memiliki teknik yang dapat membantu kita menyelamatkan mereka, saya yakin kita harus melakukannya," ujarnya. Konservasi habitat dan penegakan hukum yang ketat sangat penting untuk memastikan keamanan badak putih utara di masa depan.

Stejskal juga menyoroti nilai budaya badak putih utara bagi masyarakat lokal. "Saya pernah mengunjungi Sudan Selatan, dan saya ingin mengatakan bahwa badak putih utara bahkan memiliki nilai budaya bagi penduduk di sana. Mungkin selama berabad-abad, ada badak di sekitar mereka, dan sekarang mereka tidak memilikinya. Jika Anda pergi ke Sudan Selatan, Anda akan melihat orang-orang yang bekerja di badan konservasi negara, dan mereka memiliki lencana bergambar badak, tetapi tidak ada badak di negara ini. Jadi, menurut saya, ini bukan hanya tentang hewannya, tetapi juga tentang budaya masyarakat yang tinggal di daerah di mana kita berharap badak akan kembali," tutupnya. Upaya konservasi harus mempertimbangkan nilai budaya dan kebutuhan masyarakat lokal untuk memastikan keberhasilan jangka panjang.

Kisah tragis kematian Curra dan janin badak putih utara di dalam kandungannya menjadi pengingat yang kuat akan kerapuhan kehidupan dan pentingnya upaya konservasi. Meskipun menghadapi tantangan yang luar biasa, tim BioRescue dan Colossal Foundation terus berupaya untuk menyelamatkan badak putih utara dari kepunahan. Dengan menggabungkan teknologi inovatif, komitmen yang tak tergoyahkan, dan dukungan dari masyarakat global, ada harapan bahwa badak putih utara akan sekali lagi berkeliaran di savana Afrika. Upaya ini bukan hanya tentang menyelamatkan satu spesies, tetapi juga tentang melestarikan keanekaragaman hayati planet ini dan menghormati warisan budaya masyarakat yang hidup berdampingan dengan satwa liar. Masa depan badak putih utara masih belum pasti, tetapi dengan tekad dan inovasi, kita dapat memberikan kesempatan bagi spesies yang luar biasa ini untuk bertahan hidup dan berkembang di masa depan.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :