Fenomena "pura-pura kerja" atau "acting employed" tengah menjamur di kalangan anak muda China. Xiao Ding (30), seorang mantan pekerja pemasaran teknologi, menjadi salah satu contohnya. Setiap hari, ia berdandan, membawa tas, dan pergi ke perpustakaan umum. Di sana, ia menyalakan laptop dan menghabiskan waktu seolah-olah sedang bekerja, padahal sebenarnya ia menganggur. Ia merahasiakan status penganggurannya dari keluarganya. "Saya belum memberi tahu keluarga saya bahwa saya berhenti bekerja. Sampai saya menemukan masa depan saya, saya tidak ingin menularkan kecemasan saya kepada mereka," ungkapnya kepada CNA.
Bagi Xiao, rutinitas ini bukan sekadar kebohongan, melainkan cara untuk menjaga disiplin diri. Setelah delapan tahun di dunia pemasaran teknologi, ia memutuskan berhenti pada tahun 2023 dan kini telah menganggur selama 22 bulan. "Saya memilih untuk berpura-pura bekerja karena dua alasan: Pertama, untuk menjaga jadwal harian yang teratur. Kedua, untuk memberi diri saya tekanan untuk ‘pergi bekerja’," jelas Xiao.
Namun, pencarian kerja yang ia jalani ternyata sangat berat. Meskipun telah mengirimkan lebih dari seribu resume, ia hanya mendapatkan empat panggilan wawancara, dan semuanya berujung kegagalan. "Saya mengaitkannya dengan iklim perekrutan (saat ini) yang buruk," keluhnya. Di masa-masa sulitnya, Xiao sering menghabiskan waktu berhari-hari di tempat tidur, terpaku pada layar ponsel. "Seluruh tubuh saya sakit karena kebanyakan tidur. Saat itulah saya benar-benar mengerti apa arti ‘hidup dalam keadaan linglung’. Saya merasa tidak berharga sama sekali bagi masyarakat," tuturnya.
Kisah Xiao bukanlah kasus terisolasi. Banyak lulusan baru dan dewasa muda di China yang mengalami kesulitan mencari pekerjaan dan akhirnya memilih strategi serupa: pergi ke perpustakaan, kafe, atau ruang kerja bersama untuk menciptakan suasana kerja yang nyaman di tengah kenyataan pahit pengangguran. Fenomena ini mencerminkan masalah yang lebih dalam terkait pasar kerja dan tekanan sosial di China.
Meningkatnya Angka Pengangguran Kaum Muda di China
Tren "pura-pura kerja" muncul seiring dengan meningkatnya angka pengangguran di kalangan anak muda China. Pada bulan Juli, tingkat pengangguran kaum muda mencapai level tertinggi dalam 11 bulan terakhir. Tingkat pengangguran perkotaan untuk kelompok usia 16-24 tahun, tidak termasuk mahasiswa, melonjak menjadi 17,8 persen. Peningkatan ini terjadi karena jumlah lulusan baru yang memasuki pasar kerja mencapai rekor tertinggi. Data resmi menunjukkan bahwa jumlah lulusan perguruan tinggi pada tahun 2023 mencapai 11,58 juta orang, sebuah angka yang memicu persaingan ketat di pasar kerja.
Meskipun tampak sepele, tren "pura-pura kerja" ini menutupi realitas yang menyakitkan. Bagi generasi yang dididik untuk berjuang tetapi kini kesulitan menemukan tempatnya di pasar kerja, para ahli melihatnya sebagai mekanisme koping yang dibumbui ironi dan humor. Zhan Yang, seorang profesor madya antropologi budaya di Universitas Politeknik Hong Kong (PolyU), menjelaskan bahwa fenomena ini mirip dengan ungkapan "berbaring telentang" (躺平, tang ping), sebuah gerakan yang populer di kalangan anak muda China yang memilih untuk menarik diri dari persaingan dan tekanan hidup.
"Layaknya ungkapan ‘berbaring telentang’, tindakan berpura-pura bekerja mengandung nada mengejek diri sendiri dan kepasrahan yang jenaka. Hal itu tidak hanya mencerminkan kekecewaan tetapi juga keterlibatan yang kreatif, bahkan ironis, dengan ekspektasi masyarakat," kata Zhan. Ia menambahkan bahwa situasi ini sangat sulit di China, di mana harga diri seseorang masih sangat terkait dengan budaya yang menjunjung tinggi pekerjaan dan produktivitas. "Berpura-pura bekerja adalah cara bagi kaum muda untuk mempertahankan rutinitas, identitas, dan rasa memiliki sosial tanpa adanya pekerjaan yang bermakna."
Munculnya Ruang Kerja Tiruan: "Anda Tangani Hidup, Kami Tangani Aktingnya"
Beberapa anak muda bahkan melangkah lebih jauh dengan menyewa meja di "kantor tiruan" yang dirancang untuk meniru suasana kerja normal, lengkap dengan komputer, meja, ruang rapat, dan akses internet. Ruang-ruang seperti ini semakin populer di kota-kota besar China seperti Shanghai, Shenzhen, dan Chengdu.
Salah satu contohnya adalah "Berpura-pura Bekerja" di Perusahaan Tanpa Batas (无界扮演公司), sebuah kantor tiruan di pinggiran Hangzhou yang telah menjadi viral di media sosial China. Dengan biaya mulai dari 30 yuan per hari, tempat ini menawarkan "karyawan" cara untuk mensimulasikan pengalaman bekerja di kantor, mulai dari menyewa meja, datang pukul 9 pagi, hingga mengenakan lencana perusahaan.
Chen Yingjian, pendiri perusahaan ini, mengatakan bahwa ia berharap dapat menyediakan ruang aman dan fungsional bagi kaum muda dalam pencarian kerja mereka. Ide ini muncul secara tidak sengaja pada bulan Juli, ketika putra seorang temannya yang menganggur bertanya apakah ia bisa melakukan simulasi wawancara kerja di kantor Chen. Dalam waktu kurang dari sebulan, Chen telah menerima ribuan pertanyaan. Ia menyaring pelamar secara langsung, menerima mereka yang memiliki rencana konkret dan menolak mereka yang ia anggap tidak serius.
Di ruang kerja tiruan ini, terdapat beberapa aturan ketat: dilarang tidur, bermain game, atau membuat kebisingan. Aturan ini bertujuan untuk menjaga suasana kerja yang kondusif dan memotivasi para "karyawan" untuk tetap fokus pada pencarian kerja mereka. Slogan perusahaan yang terpampang di dinding, "Anda tangani hidup, kami tangani aktingnya," mencerminkan tujuan utama dari ruang kerja ini: membantu anak muda menghadapi tekanan sosial dan ekonomi sambil tetap menjaga harapan dan martabat mereka.
Faktor-Faktor Pemicu Fenomena "Pura-pura Kerja"
Beberapa faktor berkontribusi pada fenomena "pura-pura kerja" di kalangan anak muda China:
- Persaingan ketat di pasar kerja: Jumlah lulusan perguruan tinggi yang terus meningkat menciptakan persaingan yang sengit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Banyak anak muda merasa frustrasi karena kualifikasi mereka tidak sesuai dengan lowongan yang tersedia, atau karena mereka kalah bersaing dengan kandidat lain yang lebih berpengalaman atau memiliki koneksi yang lebih baik.
- Tekanan sosial dan ekspektasi keluarga: Di China, tekanan untuk sukses dan mendapatkan pekerjaan yang stabil sangat tinggi. Anak muda sering kali menghadapi ekspektasi besar dari keluarga mereka untuk memberikan kontribusi finansial dan meningkatkan status sosial keluarga. Kegagalan untuk memenuhi ekspektasi ini dapat menyebabkan rasa malu, bersalah, dan depresi.
- Kesenjangan antara keterampilan dan kebutuhan pasar: Kurikulum pendidikan di China sering kali tidak selaras dengan kebutuhan pasar kerja yang terus berubah. Banyak lulusan yang tidak memiliki keterampilan praktis yang dibutuhkan oleh perusahaan, sehingga sulit bagi mereka untuk bersaing dengan kandidat yang memiliki pengalaman kerja atau pelatihan yang relevan.
- Perlambatan ekonomi: Pertumbuhan ekonomi China yang melambat dalam beberapa tahun terakhir telah mengurangi jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia. Pandemi COVID-19 juga berdampak signifikan pada pasar kerja, menyebabkan banyak perusahaan melakukan PHK atau membekukan perekrutan.
- Budaya kerja yang menuntut: Budaya kerja di China dikenal sangat kompetitif dan menuntut. Banyak perusahaan mengharapkan karyawan untuk bekerja berjam-jam, sering kali tanpa kompensasi yang memadai. Hal ini dapat menyebabkan kelelahan, stres, dan keinginan untuk mencari alternatif yang lebih fleksibel dan bermakna.
Implikasi dan Prospek Masa Depan
Fenomena "pura-pura kerja" menyoroti masalah struktural dalam sistem pendidikan dan pasar kerja China. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah ini, termasuk:
- Mereformasi sistem pendidikan: Kurikulum pendidikan harus disesuaikan agar lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Perguruan tinggi harus memberikan pelatihan praktis dan keterampilan yang dibutuhkan oleh perusahaan.
- Meningkatkan penciptaan lapangan kerja: Pemerintah harus mendorong investasi dan inovasi untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja yang berkualitas, terutama di sektor-sektor yang berkembang pesat seperti teknologi, energi terbarukan, dan layanan kesehatan.
- Mendukung kewirausahaan: Pemerintah harus memberikan dukungan finansial dan pelatihan kepada anak muda yang ingin memulai bisnis mereka sendiri. Kewirausahaan dapat menjadi alternatif yang menarik bagi mereka yang kesulitan mencari pekerjaan tradisional.
- Memperbaiki kondisi kerja: Pemerintah harus memberlakukan undang-undang dan peraturan yang melindungi hak-hak pekerja, termasuk batasan jam kerja, upah minimum yang layak, dan perlindungan terhadap diskriminasi.
- Menawarkan dukungan psikologis: Pemerintah dan masyarakat harus menyediakan layanan konseling dan dukungan psikologis bagi anak muda yang mengalami kesulitan mencari pekerjaan atau menghadapi tekanan sosial.
Fenomena "pura-pura kerja" adalah gejala dari masalah yang lebih besar, tetapi juga menunjukkan kreativitas dan ketahanan anak muda China dalam menghadapi tantangan. Dengan dukungan yang tepat, mereka dapat menemukan cara untuk berkontribusi pada masyarakat dan mencapai potensi penuh mereka. Masa depan China bergantung pada kemampuan untuk memanfaatkan energi dan bakat generasi mudanya.