Kisah pilu menimpa seorang bayi laki-laki berusia dua tahun bernama Ivan Novak, yang nyaris meregang nyawa akibat konstipasi atau sembelit parah. Kondisi yang dialaminya sungguh memprihatinkan, membuatnya terus-menerus menangis kesakitan, muntah tanpa henti, dan mengalami penurunan berat badan yang drastis.
Penderitaan Ivan mencapai puncaknya pada tahun 2022. Dalam kurun waktu enam bulan, ia harus dilarikan ke rumah sakit sebanyak 25 kali karena tak tertahankan lagi menahan sakit. Perutnya membengkak hebat akibat tumpukan feses yang mengeras, namun sayangnya, kedua orang tuanya tidak menyadari bahwa itu adalah masalah serius yang mengancam nyawa.
Elissa, sang ibu, dengan pilu menceritakan betapa sulitnya Ivan bahkan hanya untuk sekadar mengangkat tubuhnya sendiri. Ia melihat kondisi putranya terus memburuk dari hari ke hari, membuatnya semakin khawatir dan cemas.
Setelah melalui serangkaian pemeriksaan medis yang mendalam, Elissa akhirnya mengetahui bahwa usus besar putranya mengalami masalah yang sangat serius. Dokter memperkirakan bahwa sekitar 2 kilogram dari total berat badan Ivan yang hanya 10 kilogram, adalah feses atau tinja yang mengeras dan menumpuk di dalam ususnya.
Menurut laporan dari BBC, tumpukan tinja yang mengeras tersebut sudah mendorong dan menekan rongga paru-paru Ivan, sehingga membahayakan fungsi vital organ pernapasannya tersebut. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena dapat menyebabkan gagal napas dan berakibat fatal.
"Perutnya terhimpit, semua organnya terdorong keluar. Kami berada di UGD hingga 12 jam, hanya menunggu enema," ungkap Elissa dengan nada sedih. Ia menggambarkan betapa mengerikannya saat-saat itu, di mana ia dan keluarganya harus menunggu dengan cemas di ruang gawat darurat, berharap agar putranya segera mendapatkan pertolongan.
"Itu adalah masa yang sangat mengerikan. Sangat traumatis bagi semua orang," tambahnya. Elissa tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi jika diagnosis terhadap kondisi putranya terlambat dilakukan. Ia yakin bahwa keterlambatan tersebut bisa saja berakibat fatal bagi nyawa Ivan.
Elissa mengungkapkan bahwa salah satu alasan keterlambatan diagnosis adalah karena kondisi genetik yang dialami Ivan, yang mempengaruhi kemampuan kognitifnya. Kondisi ini membuat Ivan kesulitan untuk mengkomunikasikan rasa sakit yang dialaminya, sehingga orang-orang di sekitarnya tidak menyadari betapa seriusnya masalah yang sedang ia hadapi.
"Ia (Ivan) dianggap seperti anak-anak penyandang disabilitas," kata Elissa, seperti yang dikutip dari The Sun. Ia merasa bahwa kondisi putranya tidak ditanggapi dengan serius oleh sebagian orang, karena mereka menganggap bahwa rasa sakit yang dialami Ivan hanyalah bagian dari kondisinya sebagai seorang anak penyandang disabilitas.
"Kami bahkan pernah punya konsultan yang bilang anak-anak disabilitas memang suka menjerit," sambungnya. Elissa sangat kecewa dengan pernyataan tersebut, karena ia merasa bahwa hal itu meremehkan penderitaan yang dialami putranya.
Saat itu, Elissa menyadari bahwa kondisi putranya tidak ditanggapi dengan serius oleh orang-orang di sekitarnya. Hal ini membuatnya semakin khawatir dan bertekad untuk mencari pertolongan medis yang tepat bagi Ivan. Sampai pada akhirnya, kondisi Ivan mencapai titik yang benar-benar serius, di mana nyawanya berada di ujung tanduk.
"Tanda-tanda rasa sakitnya tidak disadari. Itu benar-benar seperti badai yang dahsyat," tutur Elissa. Ia menggambarkan betapa sulitnya melewati masa-masa tersebut, di mana ia harus berjuang untuk menyelamatkan nyawa putranya.
Setelah diagnosis ditegakkan, Ivan segera diberikan obat pencahar untuk membantu melancarkan buang air besarnya. Perlahan tapi pasti, kondisi Ivan mulai membaik. Ia juga menjalani cuci usus setiap hari untuk membersihkan sisa-sisa feses yang masih menumpuk di dalam ususnya.
Kisah yang dialami Ivan ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua, terutama bagi para orang tua. Konstipasi atau sembelit pada anak-anak, terutama pada bayi dan balita, tidak boleh dianggap remeh. Jika tidak ditangani dengan tepat, kondisi ini dapat menyebabkan komplikasi serius yang mengancam nyawa.
Penting bagi para orang tua untuk memperhatikan tanda-tanda dan gejala konstipasi pada anak-anak, seperti kesulitan buang air besar, tinja yang keras dan kering, perut kembung, sakit perut, dan penurunan nafsu makan. Jika anak Anda mengalami gejala-gejala tersebut, segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Selain itu, para orang tua juga perlu memperhatikan pola makan anak-anak. Pastikan anak Anda mengonsumsi makanan yang kaya serat, seperti buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian. Serat dapat membantu melancarkan pencernaan dan mencegah terjadinya konstipasi.
Selain itu, pastikan anak Anda minum air yang cukup setiap hari. Air membantu melunakkan tinja dan memudahkan proses buang air besar. Hindari memberikan anak Anda makanan olahan, makanan cepat saji, dan minuman manis, karena makanan-makanan tersebut dapat memperburuk kondisi konstipasi.
Kisah Ivan juga mengingatkan kita akan pentingnya untuk mendengarkan dan memperhatikan apa yang dirasakan oleh anak-anak, terutama bagi anak-anak yang memiliki kondisi khusus. Jangan pernah meremehkan rasa sakit yang mereka rasakan, karena bisa jadi itu adalah tanda dari masalah yang lebih serius.
Sebagai orang tua, kita harus menjadi advokat bagi anak-anak kita. Kita harus berani memperjuangkan hak mereka untuk mendapatkan perawatan medis yang terbaik, dan kita harus selalu mendengarkan dan memperhatikan apa yang mereka rasakan. Dengan begitu, kita dapat membantu mereka untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.
Semoga kisah Ivan ini dapat menjadi inspirasi bagi kita semua untuk lebih peduli terhadap kesehatan anak-anak, dan untuk selalu memberikan yang terbaik bagi mereka.