PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) memiliki ambisi besar untuk menjadikan Bank Syariah Nasional (BSN) sebagai bank syariah terbesar kedua di Indonesia. Direktur Utama BTN, Nixon L.P. Napitupulu, mengungkapkan bahwa BSN, sebagai calon bank usaha syariah (BUS), akan beroperasi di seluruh Indonesia dan menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan bagi BTN.
"Kita melihat bahwa industri perbankan syariah telah mengalami pertumbuhan yang signifikan dibandingkan dengan lima tahun sebelumnya. Perubahan besar terjadi ketika BSI dibentuk, meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah karena pengelolaan yang lebih baik," kata Nixon dalam acara public expose live 2025 yang diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) secara virtual pada hari Rabu, 10 September 2025.
BSN sebelumnya dikenal sebagai PT Bank Victoria Syariah (BVIS), yang diakuisisi oleh BTN sebagai perusahaan cangkang untuk proses spin off Unit Usaha Syariah (UUS). BVIS telah mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) sebulan sebelumnya, menyetujui perubahan nama menjadi BSN dan menunjuk jajaran pengurus baru.
BTN juga berencana untuk mengadakan RUPSLB pada akhir Oktober atau November untuk mendapatkan persetujuan pemisahan unit usaha syariah BTN, yang kemudian akan digabungkan dengan BSN.
Menurut Nixon, setelah spin off, aset BSN diperkirakan mencapai sekitar Rp70 triliun pada akhir tahun. Modal inti yang disiapkan adalah sebesar Rp6 triliun, dengan rasio kecukupan modal (CAR) antara 20% hingga 25%.
Sebagai perbandingan, aset PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) mencapai Rp388,46 triliun hingga Mei 2025. Jelas bahwa ukuran BSN masih jauh di bawah bank syariah terbesar di Indonesia yang dimiliki oleh pemerintah.
Menanggapi hal ini, Nixon tidak menutup kemungkinan pertumbuhan BSN secara non-organik. "Mungkin saja terjadi konsolidasi, seperti akuisisi bank-bank daerah yang ingin dijual karena modal mereka tidak mencukupi untuk spin-off, atau bank-bank lain. Kami terbuka untuk mendiskusikan opsi ini," ujarnya.
Dia bahkan mengaku telah menyampaikan kesediaan BSN untuk melakukan opsi tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Selain itu, Nixon menyatakan bahwa BSN juga tertarik untuk membeli portofolio dari institusi lain. "Apakah kami bisa membeli portofolio secara organik dari tempat lain? Mungkin saja. Kami sedang berdiskusi dengan beberapa institusi mengenai hal ini," tambahnya.
Nixon meyakini bahwa bertambahnya pemain di industri perbankan syariah Indonesia akan mendorong transaksi perbankan syariah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam ekonomi syariah.
"Kehadiran BSN akan memperkaya pilihan, sehingga tidak terjadi monopoli. Pemerintah ingin memiliki dua bank syariah besar, yang merupakan hal yang baik. Saya juga mendengar bahwa beberapa bank swasta besar juga berencana untuk melakukan spin-off. Dengan adanya 4-5 pemain besar di industri syariah, pilihan akan semakin beragam, dan ini akan mendorong pertumbuhan," jelas Nixon.
Strategi Pertumbuhan Non-Organik: Akuisisi dan Pembelian Portofolio
Pernyataan Nixon tentang opsi akuisisi dan pembelian portofolio mengindikasikan strategi agresif yang akan ditempuh BSN untuk mencapai ambisinya. Akuisisi bank-bank daerah yang kesulitan memenuhi persyaratan modal untuk spin-off dapat memberikan BSN akses cepat ke jaringan cabang, basis nasabah, dan sumber daya manusia yang sudah ada. Selain itu, akuisisi juga dapat mempercepat ekspansi BSN ke wilayah-wilayah yang belum terjangkau.
Pembelian portofolio dari institusi lain, seperti lembaga keuangan non-bank atau bank konvensional yang ingin mengurangi eksposur mereka di sektor syariah, juga dapat menjadi cara yang efisien untuk meningkatkan aset dan memperluas pangsa pasar BSN. Portofolio yang dibeli dapat berupa pembiayaan konsumen, pembiayaan korporasi, atau produk syariah lainnya.
Tantangan dan Peluang dalam Industri Perbankan Syariah
Industri perbankan syariah di Indonesia memiliki potensi pertumbuhan yang besar, didukung oleh populasi Muslim yang besar dan meningkatnya kesadaran akan produk dan layanan keuangan syariah. Namun, industri ini juga menghadapi sejumlah tantangan, termasuk:
- Tingkat Literasi Keuangan Syariah yang Rendah: Banyak masyarakat Indonesia yang masih belum memahami prinsip-prinsip dasar keuangan syariah dan manfaatnya. Hal ini menghambat adopsi produk dan layanan syariah.
- Keterbatasan Jaringan dan Aksesibilitas: Jaringan cabang dan ATM bank syariah masih lebih sedikit dibandingkan dengan bank konvensional, terutama di daerah-daerah terpencil. Hal ini membatasi aksesibilitas layanan syariah bagi sebagian masyarakat.
- Kurangnya Sumber Daya Manusia yang Kompeten: Industri perbankan syariah membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki pemahaman mendalam tentang prinsip-prinsip syariah dan keterampilan perbankan modern.
- Persaingan yang Ketat: Industri perbankan syariah semakin kompetitif, dengan kehadiran pemain-pemain besar seperti BSI dan bank-bank konvensional yang menawarkan produk dan layanan syariah.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini dan memanfaatkan peluang yang ada, BSN perlu fokus pada:
- Meningkatkan Literasi Keuangan Syariah: Melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang prinsip-prinsip syariah dan manfaat produk dan layanan syariah.
- Memperluas Jaringan dan Meningkatkan Aksesibilitas: Membuka cabang baru di lokasi-lokasi strategis, memperluas jaringan ATM, dan mengembangkan layanan perbankan digital.
- Mengembangkan Sumber Daya Manusia yang Kompeten: Memberikan pelatihan dan pengembangan kepada karyawan tentang prinsip-prinsip syariah dan keterampilan perbankan modern.
- Menawarkan Produk dan Layanan yang Inovatif dan Kompetitif: Mengembangkan produk dan layanan syariah yang sesuai dengan kebutuhan pasar dan memberikan nilai tambah bagi nasabah.
Dampak Spin Off BTN terhadap Industri Perbankan Syariah
Spin off UUS BTN dan penggabungannya dengan BVIS menjadi BSN akan memiliki dampak signifikan terhadap industri perbankan syariah di Indonesia. Dengan aset yang diperkirakan mencapai Rp70 triliun, BSN akan menjadi pemain yang cukup besar dan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pertumbuhan industri.
Kehadiran BSN juga akan meningkatkan persaingan di industri perbankan syariah, yang dapat mendorong inovasi dan peningkatan kualitas layanan. Selain itu, BSN dapat menjadi alternatif bagi masyarakat yang ingin menggunakan produk dan layanan keuangan syariah.
Kesimpulan
Ambisi BTN untuk menjadikan BSN sebagai bank syariah terbesar kedua di Indonesia merupakan langkah yang berani dan strategis. Dengan strategi pertumbuhan non-organik melalui akuisisi dan pembelian portofolio, BSN memiliki potensi untuk mencapai ambisinya. Namun, BSN juga perlu mengatasi tantangan-tantangan yang ada di industri perbankan syariah dan fokus pada peningkatan literasi keuangan syariah, perluasan jaringan, pengembangan sumber daya manusia, dan penawaran produk dan layanan yang inovatif.
Spin off UUS BTN dan penggabungannya dengan BVIS menjadi BSN akan memberikan dampak positif terhadap industri perbankan syariah di Indonesia, meningkatkan persaingan, mendorong inovasi, dan memberikan lebih banyak pilihan bagi masyarakat. Keberhasilan BSN akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Namun, perlu diingat bahwa ambisi menjadi yang terbesar kedua bukanlah tujuan akhir. Yang lebih penting adalah bagaimana BSN dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan perekonomian Indonesia melalui produk dan layanan keuangan syariah yang berkualitas dan inovatif. Selain itu, BSN juga perlu menjaga prinsip-prinsip syariah dalam setiap aspek bisnisnya dan memastikan bahwa operasinya sesuai dengan nilai-nilai Islam. Dengan demikian, BSN tidak hanya menjadi bank syariah yang besar, tetapi juga bank syariah yang berkah dan memberikan manfaat bagi semua.