Gelombang kepanikan melanda para pekerja teknologi asing di Amerika Serikat setelah Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang berpotensi mengubah lanskap imigrasi bagi tenaga kerja terampil. Perintah tersebut mengusulkan penambahan biaya satu kali sebesar USD 100.000, atau sekitar Rp 1,6 miliar, bagi para pelamar program visa H-1B, sebuah visa yang sangat dicari oleh para profesional di bidang teknologi, teknik, dan bidang khusus lainnya. Visa H-1B, yang memungkinkan perusahaan-perusahaan AS untuk mempekerjakan pekerja asing dalam pekerjaan khusus yang membutuhkan keahlian teknis atau teoretis, telah lama menjadi sumber perdebatan di Amerika Serikat.
Para kritikus berpendapat bahwa program ini merugikan pekerja Amerika dengan menggantikan mereka dengan tenaga kerja asing yang lebih murah, sementara para pendukung, termasuk tokoh-tokoh terkemuka seperti Elon Musk, berpendapat bahwa visa H-1B sangat penting untuk menarik dan mempertahankan talenta-talenta terbaik dunia di Amerika Serikat. Mereka berpendapat bahwa visa ini memungkinkan perusahaan-perusahaan AS untuk tetap kompetitif di pasar global dan mendorong inovasi dengan membawa masuk keahlian dan perspektif baru.
Sejak tahun 2004, jumlah aplikasi H-1B yang disetujui dibatasi hingga 85.000 per tahun, menjadikannya program yang sangat kompetitif. Hingga saat ini, biaya administrasi untuk visa H-1B relatif terjangkau, dengan total hanya sekitar USD 1.500. Perusahaan-perusahaan teknologi raksasa seperti Amazon, Tata Consultancy Services, Microsoft, Meta (Facebook), Apple, dan Google secara konsisten menjadi penerima manfaat terbesar dari program ini, menggunakan visa H-1B untuk mengisi kesenjangan keterampilan dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja mereka.
Pengumuman potensi biaya baru yang sangat besar ini memicu gelombang kebingungan dan kecemasan di antara para pemegang visa H-1B dan perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan mereka. Berita itu menyebar dengan cepat melalui media sosial dan forum online, memicu diskusi panas dan spekulasi tentang implikasi potensial dari perubahan kebijakan ini. Banyak pekerja teknologi asing yang mempertanyakan masa depan mereka di Amerika Serikat dan mempertimbangkan pilihan mereka.
Menurut laporan dari BBC, aturan baru itu awalnya dijadwalkan untuk diterapkan mulai 21 September, yang semakin meningkatkan rasa urgensi dan kepanikan. Beberapa perusahaan teknologi AS dilaporkan mengambil langkah-langkah proaktif untuk mengatasi situasi tersebut, menyarankan karyawan mereka yang memegang visa H-1B untuk tetap berada di Amerika Serikat atau segera kembali jika mereka berada di luar negeri.
Sebagai akibatnya, banyak pekerja teknologi asing yang membatalkan rencana liburan, perjalanan bisnis, dan bahkan kunjungan keluarga untuk memastikan bahwa mereka berada di Amerika Serikat sebelum aturan baru diberlakukan. Bandara-bandara menjadi penuh dengan para pelancong yang putus asa untuk kembali ke Amerika Serikat, menciptakan adegan kacau dan tegang.
Namun, kepanikan itu sedikit mereda setelah Gedung Putih mengeluarkan klarifikasi yang menyatakan bahwa biaya baru tersebut tidak akan berlaku untuk visa yang sudah berlaku atau aplikasi perpanjangan. Klarifikasi ini memberikan sedikit kelegaan bagi para pemegang visa H-1B yang sudah bekerja di Amerika Serikat, tetapi kecemasan tetap tinggi di antara mereka yang sedang dalam proses mengajukan visa atau berencana untuk melakukannya di masa depan.
Meskipun klarifikasi Gedung Putih membantu meredakan beberapa kekhawatiran langsung, banyak karyawan asing tetap cemas tentang dampak jangka panjang dari potensi perubahan kebijakan ini. Rohan Singh, seorang insinyur yang bekerja di Carolina Utara, membatalkan rencananya untuk mengunjungi India karena ketidakpastian yang berkelanjutan. "Kami tidak tahu apa yang akan terjadi," katanya, mencerminkan sentimen yang dirasakan oleh banyak pekerja teknologi asing di Amerika Serikat.
Para pemegang visa H-1B juga berbagi pengalaman mereka tentang bergegas kembali ke Amerika Serikat di berbagai platform media sosial, memberikan wawasan yang mengharukan tentang dampak pribadi dari perubahan kebijakan ini. Kisah-kisah mereka menyoroti ketidakpastian, stres, dan gangguan yang dihadapi oleh banyak pekerja teknologi asing dan keluarga mereka.
India adalah penerima manfaat visa H-1B terbesar tahun lalu, dengan 71% dari penerima manfaat disetujui berasal dari India, diikuti oleh China dengan 11,7%. Mengingat jumlah besar warga negara India yang bekerja di Amerika Serikat dengan visa H-1B, pemerintah India menyatakan keprihatinannya tentang potensi konsekuensi kemanusiaan dari perubahan kebijakan ini.
Kementerian Luar Negeri India menyatakan bahwa tarif visa yang diusulkan akan memiliki konsekuensi kemanusiaan karena gangguan yang ditimbulkan bagi para keluarga. Pemerintah India berharap bahwa gangguan ini dapat ditangani dengan tepat, menekankan pentingnya mempertimbangkan dampak dari perubahan kebijakan pada individu dan keluarga.
Pemerintah India juga mencatat bahwa pertukaran pekerja terampil berkontribusi besar bagi kedua negara, menyoroti manfaat ekonomi dan budaya dari program visa H-1B. Mereka menyatakan harapan bahwa para pembuat kebijakan akan menilai langkah-langkah terbaru dengan mempertimbangkan manfaat bersama, termasuk hubungan antarmasyarakat yang kuat antara kedua negara.
Implikasi potensial dari biaya visa H-1B yang diusulkan sangat luas, yang memengaruhi tidak hanya para pekerja teknologi asing dan keluarga mereka, tetapi juga perusahaan-perusahaan AS yang mempekerjakan mereka dan ekonomi secara keseluruhan. Biaya yang meningkat dapat membuat perusahaan-perusahaan AS lebih sulit untuk menarik dan mempertahankan talenta-talenta terbaik dunia, yang berpotensi menghambat inovasi dan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, biaya yang meningkat dapat menyebabkan penurunan jumlah aplikasi visa H-1B, yang dapat mengakibatkan kekurangan pekerja terampil di bidang-bidang penting seperti teknologi, teknik, dan sains. Kekurangan ini dapat memiliki konsekuensi yang signifikan bagi daya saing Amerika Serikat di pasar global.
Perintah eksekutif yang diusulkan dan potensi biaya visa H-1B yang meningkat telah memicu perdebatan yang lebih luas tentang kebijakan imigrasi Amerika Serikat dan dampaknya terhadap ekonomi dan masyarakat. Para pendukung reformasi imigrasi berpendapat bahwa Amerika Serikat membutuhkan sistem imigrasi yang komprehensif yang menarik dan mempertahankan talenta-talenta terbaik dunia, sementara para kritikus berpendapat bahwa kebijakan imigrasi harus diprioritaskan untuk melindungi pekerja Amerika dan memastikan bahwa perusahaan-perusahaan AS mempekerjakan orang Amerika terlebih dahulu.
Masa depan visa H-1B dan kebijakan imigrasi Amerika Serikat secara keseluruhan tetap tidak pasti. Namun, satu hal yang jelas adalah bahwa perubahan kebijakan ini akan memiliki dampak yang signifikan bagi para pekerja teknologi asing, perusahaan-perusahaan AS, dan ekonomi global. Saat perdebatan berlanjut, penting bagi para pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan dengan cermat semua faktor yang relevan dan berupaya menciptakan sistem imigrasi yang adil, adil, dan bermanfaat bagi semua orang.
Para pemegang visa H-1B dan calon pemohon visa terus memantau perkembangan situasi dengan cermat, mencari kejelasan dan kepastian tentang masa depan mereka di Amerika Serikat. Ketidakpastian seputar kebijakan imigrasi telah menciptakan iklim kecemasan dan ketidakstabilan, membuat banyak pekerja teknologi asing mempertanyakan pilihan mereka dan mempertimbangkan pilihan lain.
Perusahaan-perusahaan AS juga secara aktif terlibat dalam perdebatan kebijakan, menyuarakan keprihatinan mereka tentang potensi dampak biaya visa yang meningkat pada kemampuan mereka untuk menarik dan mempertahankan talenta-talenta terbaik dunia. Mereka berpendapat bahwa visa H-1B sangat penting untuk mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi, dan bahwa perubahan kebijakan yang membatasi akses ke tenaga kerja terampil asing dapat memiliki konsekuensi yang merugikan bagi daya saing Amerika Serikat.
Pemerintah India dan pemerintah negara lain yang memiliki sejumlah besar warga negara yang bekerja di Amerika Serikat dengan visa H-1B juga secara aktif terlibat dalam diskusi dengan pemerintah AS, menyuarakan keprihatinan mereka tentang potensi dampak perubahan kebijakan pada warga negara mereka dan menyerukan solusi yang adil dan adil.
Singkatnya, potensi biaya visa H-1B yang meningkat telah menciptakan situasi yang kompleks dan tidak pasti yang memengaruhi berbagai pemangku kepentingan, termasuk pekerja teknologi asing, perusahaan-perusahaan AS, pemerintah asing, dan ekonomi global. Saat perdebatan berlanjut, penting bagi semua pihak yang terlibat untuk bekerja sama untuk menemukan solusi yang adil, adil, dan bermanfaat bagi semua orang. Masa depan visa H-1B dan kebijakan imigrasi Amerika Serikat secara keseluruhan akan memiliki konsekuensi yang signifikan bagi para pekerja teknologi asing, perusahaan-perusahaan AS, dan daya saing ekonomi Amerika Serikat di pasar global.