Biodiesel dari Minyak Jelantah: Solusi Energi Ramah Lingkungan dari UNIMMA

  • Maskobus
  • Sep 08, 2025

Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA) kembali menunjukkan komitmennya dalam pengembangan energi terbarukan melalui penelitian inovatif yang berfokus pada pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel. Riset yang dipublikasikan dalam jurnal Mechanical Engineering for Society and Industry, Vol. 1 No. 1 (2021), dengan judul "Biodiesel Production from Waste Cooking Oil: Characterization, Modeling and Optimization," menggarisbawahi potensi signifikan limbah minyak goreng dalam menghasilkan bahan bakar alternatif yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Penelitian ini tidak hanya memberikan solusi terhadap masalah limbah, tetapi juga menawarkan alternatif energi yang menjanjikan di tengah isu krisis energi global.

Latar belakang penelitian ini didasari oleh meningkatnya kesadaran akan dampak negatif penggunaan bahan bakar fosil terhadap lingkungan. Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil menjadi penyebab utama perubahan iklim global, yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan, mulai dari kenaikan permukaan air laut hingga perubahan pola cuaca ekstrem. Oleh karena itu, pengembangan energi terbarukan menjadi semakin penting untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan memitigasi dampak perubahan iklim.

Minyak jelantah, sebagai limbah dari aktivitas memasak, seringkali dibuang begitu saja tanpa pengolahan lebih lanjut. Padahal, minyak jelantah memiliki potensi besar sebagai bahan baku biodiesel. Selain mengurangi volume limbah yang mencemari lingkungan, pemanfaatan minyak jelantah juga dapat menghasilkan nilai ekonomi yang signifikan. Biodiesel yang dihasilkan dari minyak jelantah dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar diesel konvensional, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan meningkatkan kualitas udara.

Tim peneliti dari UNIMMA melakukan serangkaian eksperimen untuk mengoptimalkan proses produksi biodiesel dari minyak jelantah. Proses utama yang digunakan adalah transesterifikasi, yaitu reaksi kimia antara minyak jelantah dengan alkohol (biasanya metanol atau etanol) dengan bantuan katalis. Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dan meningkatkan hasil biodiesel. Dalam penelitian ini, para peneliti menggunakan katalis NaOH (natrium hidroksida) dan menemukan bahwa konsentrasi katalis merupakan faktor paling signifikan yang memengaruhi hasil biodiesel.

Biodiesel dari Minyak Jelantah: Solusi Energi Ramah Lingkungan dari UNIMMA

Salah satu tantangan dalam produksi biodiesel dari minyak jelantah adalah tingginya viskositas minyak jelantah. Viskositas yang tinggi dapat menyebabkan masalah pada sistem pembakaran mesin diesel, seperti penyumbatan injektor dan pembentukan deposit karbon. Oleh karena itu, proses transesterifikasi bertujuan untuk menurunkan viskositas minyak jelantah agar memenuhi standar kualitas biodiesel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses transesterifikasi berhasil menurunkan viskositas minyak jelantah hingga 91 persen, sehingga biodiesel yang dihasilkan memiliki viskositas yang sesuai dengan standar ASTM D6751.

Untuk mengoptimalkan proses produksi biodiesel, tim peneliti menggunakan dua metode pemodelan, yaitu Response Surface Methodology (RSM) dan Artificial Neural Network (ANN). RSM adalah metode statistik yang digunakan untuk mengoptimalkan respons (dalam hal ini, yield biodiesel) dengan memvariasikan beberapa faktor (seperti konsentrasi katalis, suhu reaksi, dan waktu reaksi). ANN adalah metode kecerdasan buatan yang meniru cara kerja otak manusia dalam memproses informasi. ANN dapat digunakan untuk memprediksi respons berdasarkan data yang ada dan mengidentifikasi hubungan non-linear antara faktor-faktor yang memengaruhi respons.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua metode pemodelan memberikan hasil yang baik dalam memprediksi yield biodiesel. RSM memprediksi yield biodiesel sebesar 91,30 persen, sedangkan ANN memprediksi yield biodiesel sebesar 92,88 persen. Hasil ini menunjukkan bahwa ANN memiliki kemampuan prediksi yang lebih akurat dibandingkan RSM. Muji Setiyo, dosen Teknik Otomotif UNIMMA yang terlibat dalam penelitian ini, menjelaskan bahwa pendekatan berbasis kecerdasan buatan terbukti mampu memberikan prediksi yang lebih akurat dibandingkan metode statistik konvensional.

Biodiesel yang dihasilkan dari minyak jelantah kemudian diuji kualitasnya di laboratorium. Hasil pengujian menunjukkan bahwa biodiesel tersebut memenuhi standar internasional ASTM D6751. Standar ini menetapkan persyaratan kualitas untuk biodiesel, termasuk viskositas, titik nyala, angka setana, kandungan air, dan kandungan sulfur. Biodiesel yang memenuhi standar ASTM D6751 dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar diesel konvensional tanpa perlu modifikasi pada mesin diesel.

Uji laboratorium mencatat nilai viskositas biodiesel sebesar 4,29 mm²/s dan nilai kalor sebesar 38 MJ/kg. Nilai-nilai ini mendekati kualitas solar murni. Nilai kalor menunjukkan jumlah energi yang dihasilkan ketika bahan bakar dibakar. Semakin tinggi nilai kalor, semakin efisien bahan bakar tersebut. Muji menjelaskan bahwa dengan kualitas tersebut, biodiesel dari minyak jelantah dapat digunakan langsung pada mesin diesel tanpa perlu dicampur dengan bahan bakar lain.

Selain itu, penelitian ini juga mengungkap kandungan asam lemak dalam biodiesel dari minyak jelantah. Hasil kromatografi menunjukkan bahwa biodiesel mengandung 56,33 persen asam lemak tidak jenuh, dengan dominasi asam oktadekadienoat. Asam lemak tidak jenuh memiliki rantai karbon yang mengandung ikatan ganda. Ikatan ganda ini membuat asam lemak tidak jenuh lebih reaktif dan lebih mudah teroksidasi dibandingkan asam lemak jenuh. Kandungan asam lemak tidak jenuh inilah yang memengaruhi angka setana biodiesel.

Angka setana adalah ukuran kualitas pembakaran bahan bakar diesel. Semakin tinggi angka setana, semakin mudah bahan bakar tersebut terbakar dan semakin sedikit emisi yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka setana biodiesel dari minyak jelantah mencapai 52, lebih tinggi dari solar konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa biodiesel dari minyak jelantah memiliki kualitas pembakaran yang lebih baik dibandingkan solar konvensional.

Analisis ANOVA (Analysis of Variance) digunakan untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor yang memengaruhi hasil biodiesel. Hasil analisis ANOVA menegaskan kembali peran krusial konsentrasi katalis dalam menentukan hasil biodiesel. Sementara itu, suhu reaksi justru tidak terlalu signifikan. Temuan ini penting sebagai acuan bagi industri, agar produksi biodiesel dapat dilakukan secara efisien tanpa pemborosan energi. Dengan mengetahui faktor-faktor yang paling berpengaruh, produsen biodiesel dapat mengoptimalkan proses produksi dan mengurangi biaya produksi.

Penelitian ini menegaskan bahwa pemanfaatan minyak jelantah tidak hanya mengurangi limbah rumah tangga dan restoran, tetapi juga menjawab tantangan krisis energi. Minyak jelantah yang selama ini dianggap sebagai limbah, ternyata memiliki potensi besar sebagai sumber energi alternatif yang berkelanjutan. Jika dikelola dengan baik, minyak bekas dapat menjadi sumber energi alternatif yang berkelanjutan, sekaligus mendukung kemandirian energi bangsa.

Artikel yang dimuat di jurnal Mechanical Engineering for Society and Industry Vol. 1, No. 1 (2021), halaman 22–30 ini diharapkan membuka jalan bagi riset lanjutan sekaligus mendorong implementasi biodiesel berbasis minyak jelantah dalam skala industri. Dengan temuan ini, UNIMMA menunjukkan peran nyata dalam inovasi energi hijau yang ramah lingkungan. Penelitian ini juga dapat menjadi inspirasi bagi peneliti lain untuk mengembangkan teknologi pengolahan limbah menjadi energi terbarukan.

Implikasi dari penelitian ini sangat luas. Pertama, pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, yang merupakan sumber energi yang terbatas dan tidak ramah lingkungan. Kedua, produksi biodiesel dari minyak jelantah dapat mengurangi volume limbah yang mencemari lingkungan, terutama limbah minyak goreng yang seringkali dibuang sembarangan. Ketiga, pengembangan industri biodiesel berbasis minyak jelantah dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Keempat, penggunaan biodiesel dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kualitas udara.

Untuk mendorong implementasi biodiesel berbasis minyak jelantah dalam skala industri, diperlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, industri, dan masyarakat. Pemerintah dapat memberikan insentif bagi produsen biodiesel, seperti keringanan pajak dan subsidi. Industri dapat berinvestasi dalam teknologi pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel. Masyarakat dapat berpartisipasi dengan mengumpulkan dan menyalurkan minyak jelantah ke produsen biodiesel.

Selain itu, perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat mengenai manfaat penggunaan biodiesel dan cara mengelola minyak jelantah dengan benar. Edukasi ini dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti seminar, workshop, dan kampanye di media sosial. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat, diharapkan semakin banyak orang yang berpartisipasi dalam program pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel.

Penelitian yang dilakukan oleh UNIMMA ini merupakan langkah penting dalam upaya pengembangan energi terbarukan dan pengelolaan limbah. Dengan terus mengembangkan teknologi pengolahan limbah menjadi energi, diharapkan Indonesia dapat mencapai kemandirian energi dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel merupakan salah satu solusi yang menjanjikan untuk mencapai tujuan tersebut. UNIMMA, melalui penelitian ini, telah membuktikan bahwa inovasi dan komitmen terhadap lingkungan dapat menghasilkan solusi yang bermanfaat bagi masyarakat dan negara.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :