Bos Sritex Iwan Setiawan Akan Disidang di PN Semarang Terkait Kasus Korupsi Kredit yang Merugikan Negara Lebih dari Rp 1 Triliun

  • Maskobus
  • Sep 17, 2025

Mantan Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Setiawan Lukminto, akan segera menghadapi persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Persidangan ini terkait dengan kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit kepada PT Sritex yang melibatkan sejumlah petinggi bank dan internal perusahaan tekstil raksasa tersebut. Kasus ini diduga merugikan negara hingga mencapai Rp 1.088.650.808.028 atau lebih dari Rp 1 triliun.

Penetapan jadwal persidangan ini menyusul pelimpahan tahap kedua berupa tersangka dan barang bukti dari Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Solo. Kejari Solo kemudian menitipkan Iwan Setiawan Lukminto beserta dua tersangka lainnya ke Rumah Tahanan (Rutan) Semarang untuk memudahkan proses persidangan yang akan digelar di PN Semarang.

Dua tersangka lain yang turut dilimpahkan dan akan diadili bersama Iwan Setiawan adalah Dicky Syahbandinata, yang saat kejadian menjabat sebagai Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB tahun 2020, serta Zainuddin Mappa, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama Bank DKI tahun 2020. Keterlibatan mereka dalam kasus ini diduga terkait dengan proses pemberian kredit yang tidak sesuai dengan aturan perbankan yang berlaku.

Kasi Intelijen Kejari Solo, Widhiarso Dwi Nugroho, membenarkan adanya pelimpahan tahap kedua dari Kejagung terkait kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sritex. "Ya benar, tiga orang (tersangka) kemarin pelimpahan tahap kedua di Kejari Solo, dengan tiga tersangka," ujar Widhiarso pada Rabu, 17 September (tahun tidak disebutkan, perlu dikonfirmasi tahun yang benar).

Bos Sritex Iwan Setiawan Akan Disidang di PN Semarang Terkait Kasus Korupsi Kredit yang Merugikan Negara Lebih dari Rp 1 Triliun

Widhiarso menjelaskan bahwa pelimpahan tahap kedua tersangka dan barang bukti dilakukan di Kejari Solo karena lokasi peristiwa terjadinya dugaan tindak pidana korupsi berada di wilayah Surakarta, tempat Sritex berpusat. "Jadi pelimpahan tahan kedua tersangka dan barang bukti ada di Kejari Solo pada Selasa kemarin," kata dia.

Lebih lanjut, Widhiarso menegaskan bahwa sidang ketiga tersangka akan dilaksanakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Semarang. "Sidangnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi PN Semarang. Jadi nanti administrasi juga di Kejaksaan Tinggi Semarang. Karena sprin (surat perintah) gabungan dari Kejagung, Kejati, dan Kejari. Tahanan titipkan ke rutan Semarang. Jadi ditahan di sana," pungkasnya.

Kronologi Kasus Korupsi Kredit Sritex

Kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit kepada PT Sritex ini bermula dari penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Dalam penyelidikan tersebut, ditemukan adanya indikasi kuat penyimpangan dalam proses pemberian kredit dari sejumlah bank BUMN kepada perusahaan tekstil terbesar di Indonesia tersebut.

Kejagung kemudian menetapkan 12 orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Selain Iwan Setiawan Lukminto, terdapat pula nama Iwan Kurniawan, yang juga merupakan petinggi Sritex dan saudara kandung Iwan Setiawan. Sepuluh tersangka lainnya berasal dari kalangan petinggi bank, termasuk dari Bank DKI, Bank Jateng, dan Bank BJB.

Para tersangka diduga melakukan persekongkolan untuk memberikan kredit kepada Sritex secara tidak sah. Diduga, pemberian kredit tersebut dilakukan tidak sesuai dengan aturan perbankan yang berlaku, seperti analisis kelayakan kredit yang tidak memadai, jaminan yang tidak mencukupi, dan proses persetujuan yang tidak transparan.

Akibatnya, Sritex mengalami kesulitan keuangan dan tidak mampu membayar kembali kredit yang telah diberikan oleh bank-bank tersebut. Hal ini menyebabkan kerugian negara yang sangat signifikan, mencapai lebih dari Rp 1 triliun.

Kerugian negara tersebut berasal dari pemberian kredit dari Bank DKI sebesar Rp 149 miliar, BJB sebesar Rp 543 miliar, dan Bank Jateng sebesar Rp 395 miliar yang tak bisa dibayarkan Sritex. Jumlah ini merupakan akumulasi dari pokok kredit, bunga, dan denda yang belum dibayarkan oleh Sritex.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor mengatur tentang perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara, dengan ancaman hukuman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar. Sementara itu, Pasal 3 UU Tipikor mengatur tentang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara, dengan ancaman hukuman pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda minimal Rp 50 juta dan maksimal Rp 1 miliar.

Pembelaan Iwan Kurniawan

Salah satu tersangka dalam kasus ini, Iwan Kurniawan, telah membantah terlibat dalam praktik korupsi kredit Sritex. Ia mengklaim bahwa dirinya hanya menandatangani dokumen pencairan kredit atas perintah atasannya, dan tidak memiliki kewenangan untuk menentukan apakah kredit tersebut layak diberikan atau tidak.

"Saya menandatangani dokumen atas perintah presdir dan saya tidak terlibat," kata Iwan saat digiring menuju mobil tahanan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (13/8, tahun tidak disebutkan, perlu dikonfirmasi tahun yang benar).

Namun, Iwan enggan mengungkap siapa sosok presdir yang dimaksud. Ia hanya kembali menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat dalam kasus tersebut. "Saya tidak terlibat," tegasnya.

Pernyataan Iwan Kurniawan ini menimbulkan spekulasi mengenai adanya pihak lain yang lebih bertanggung jawab dalam kasus korupsi kredit Sritex. Namun, hingga saat ini, belum ada informasi lebih lanjut mengenai identitas presdir yang dimaksud oleh Iwan Kurniawan.

Dampak Kasus Korupsi Kredit Sritex

Kasus korupsi kredit Sritex ini memiliki dampak yang sangat luas, tidak hanya bagi perusahaan tekstil tersebut, tetapi juga bagi perekonomian negara secara keseluruhan.

Bagi Sritex, kasus ini menyebabkan perusahaan tersebut mengalami kesulitan keuangan yang sangat parah. Sritex bahkan terancam bangkrut jika tidak mampu menyelesaikan masalah utang yang menumpuk. Selain itu, kasus ini juga merusak reputasi Sritex sebagai salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia.

Bagi negara, kasus ini menyebabkan kerugian keuangan yang sangat besar. Kerugian ini dapat mengurangi kemampuan pemerintah untuk membiayai pembangunan di berbagai sektor, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

Selain itu, kasus ini juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan dan penegakan hukum di Indonesia. Masyarakat menjadi ragu untuk menyimpan uang di bank jika bank tersebut ternyata rentan terhadap praktik korupsi.

Harapan Masyarakat

Masyarakat berharap agar kasus korupsi kredit Sritex ini dapat diusut tuntas oleh aparat penegak hukum. Masyarakat juga berharap agar para pelaku korupsi dapat dihukum seberat-beratnya sesuai dengan hukum yang berlaku.

Selain itu, masyarakat juga berharap agar pemerintah dapat melakukan reformasi di sektor perbankan dan penegakan hukum untuk mencegah terjadinya kasus korupsi serupa di masa depan. Reformasi ini meliputi peningkatan pengawasan terhadap bank, peningkatan transparansi dalam proses pemberian kredit, dan peningkatan profesionalisme aparat penegak hukum.

Dengan adanya reformasi yang komprehensif, diharapkan Indonesia dapat terbebas dari praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat. Kasus Sritex ini harus menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak untuk tidak melakukan tindakan korupsi yang dapat merusak perekonomian negara dan menghancurkan masa depan bangsa. Persidangan Iwan Setiawan Lukminto dan para tersangka lainnya diharapkan dapat mengungkap fakta-fakta yang sebenarnya dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang dirugikan.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :