Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) merespons cepat laporan dari otoritas Taiwan mengenai temuan etilen oksida (EtO) dalam produk mi instan Indomie Rasa Soto Banjar Limau Kuit yang diproduksi oleh PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (Indofood). Tindakan proaktif ini menunjukkan komitmen BPOM RI dalam melindungi kesehatan masyarakat dan menjaga standar keamanan pangan di Indonesia.
Setelah melakukan penelusuran mendalam, BPOM RI menemukan bahwa produk Indomie Soto Banjar yang dipermasalahkan di Taiwan tidak berasal dari jalur ekspor resmi yang dilakukan oleh produsen. Temuan ini mengindikasikan adanya praktik ekspor ilegal yang dilakukan oleh pihak ketiga tanpa sepengetahuan dan izin dari Indofood.
"Ekspor produk diduga dilakukan oleh trader dan bukan importir resmi dari produsen serta diekspor tanpa sepengetahuan produsen," demikian pernyataan resmi BPOM RI yang dirilis pada Jumat (12/9/2025). Pernyataan ini menegaskan bahwa Indofood tidak bertanggung jawab atas produk yang diekspor melalui jalur tidak resmi dan tidak terkontrol.
Meskipun demikian, BPOM RI tidak tinggal diam. Lembaga ini telah meminta Indofood untuk melakukan investigasi internal secara menyeluruh guna mengidentifikasi penyebab munculnya etilen oksida dalam produk yang diekspor secara ilegal tersebut. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh proses produksi Indomie Soto Banjar telah memenuhi standar keamanan yang ditetapkan.
"Hasil penelusuran akan dilaporkan segera kepada BPOM," lanjut BPOM RI. Pernyataan ini menunjukkan bahwa BPOM RI akan terus mengawasi dan memantau perkembangan investigasi yang dilakukan oleh Indofood.
Perlu diketahui bahwa standar keamanan pangan terkait etilen oksida berbeda-beda di setiap negara. Taiwan, misalnya, memiliki kebijakan yang menetapkan kadar EtO total, yang merupakan standar yang lebih ketat dibandingkan dengan beberapa negara lain, termasuk Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Indonesia.
Di Indonesia, BPOM RI menerapkan standar yang memisahkan batasan syarat untuk EtO dengan kloroetanol (2-CE) sebagai analitnya, dan bukan sebagai batasan EtO total. Hal ini berarti bahwa Indonesia memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengukur dan mengendalikan kadar etilen oksida dalam produk pangan.
Lebih lanjut, BPOM RI menjelaskan bahwa Codex Alimentarius Commission (CAC), sebuah organisasi internasional di bawah naungan WHO/FAO yang menetapkan standar pangan global, hingga saat ini belum mengatur batas maksimal residu EtO. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada konsensus global mengenai batasan yang aman untuk etilen oksida dalam makanan.
Meskipun terdapat perbedaan standar dan belum adanya regulasi global, BPOM RI tetap menjalin komunikasi intensif dengan otoritas di Taiwan dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam investigasi temuan tersebut. Langkah ini menunjukkan komitmen BPOM RI untuk bekerja sama secara internasional dalam memastikan keamanan pangan.
BPOM RI juga mengimbau masyarakat Indonesia untuk tidak panik terkait isu ini. Lembaga ini menegaskan bahwa mi instan Indomie varian Rasa Soto Banjar Limau Kuit telah terdaftar secara resmi di BPOM RI dan memenuhi standar keamanan yang berlaku di Indonesia.
"Sehingga dapat beredar di Indonesia dan tetap dapat dikonsumsi," tegas BPOM RI. Pernyataan ini memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa produk Indomie Soto Banjar yang beredar di Indonesia aman untuk dikonsumsi.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi seluruh produsen makanan di Indonesia untuk selalu menjaga kualitas dan keamanan produk mereka. Selain itu, produsen juga perlu memperketat pengawasan terhadap jalur distribusi produk mereka untuk mencegah terjadinya ekspor ilegal yang dapat merugikan nama baik perusahaan dan membahayakan konsumen.
BPOM RI sebagai lembaga pengawas memiliki peran krusial dalam memastikan keamanan pangan di Indonesia. Dengan melakukan pengawasan yang ketat, memberikan edukasi kepada masyarakat, dan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak terkait, BPOM RI dapat melindungi kesehatan masyarakat dan menjaga kepercayaan konsumen terhadap produk pangan yang beredar di Indonesia.
Ke depan, BPOM RI perlu terus meningkatkan kapasitasnya dalam melakukan pengawasan dan pengujian terhadap produk pangan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa produk pangan yang beredar di Indonesia memenuhi standar keamanan yang berlaku dan tidak membahayakan kesehatan masyarakat.
Selain itu, BPOM RI juga perlu aktif dalam menyosialisasikan informasi mengenai keamanan pangan kepada masyarakat. Dengan memberikan informasi yang jelas dan akurat, masyarakat dapat membuat pilihan yang tepat dalam memilih produk pangan yang aman dan sehat.
Kasus Indomie Soto Banjar di Taiwan menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Produsen harus lebih berhati-hati dalam mengawasi jalur distribusi produk mereka, BPOM RI harus terus meningkatkan pengawasan dan pengujian produk pangan, dan masyarakat harus lebih kritis dalam memilih produk pangan yang aman dan sehat.
Dengan kerja sama yang baik antara produsen, BPOM RI, dan masyarakat, keamanan pangan di Indonesia dapat terus ditingkatkan. Hal ini akan memberikan manfaat bagi kesehatan masyarakat dan meningkatkan daya saing produk pangan Indonesia di pasar global.
BPOM RI juga perlu mempertimbangkan untuk melakukan harmonisasi standar keamanan pangan dengan negara-negara lain, terutama negara-negara yang menjadi tujuan ekspor produk Indonesia. Hal ini akan memudahkan produsen Indonesia dalam memenuhi persyaratan yang berlaku di negara tujuan ekspor dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global.
Selain itu, BPOM RI juga perlu aktif dalam forum-forum internasional yang membahas mengenai standar keamanan pangan. Dengan berpartisipasi aktif dalam forum-forum tersebut, BPOM RI dapat memberikan kontribusi dalam menetapkan standar keamanan pangan global yang adil dan transparan.
Kasus Indomie Soto Banjar di Taiwan menunjukkan bahwa keamanan pangan merupakan isu yang kompleks dan multidimensional. Untuk mengatasi isu ini, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan melibatkan semua pihak terkait.
BPOM RI sebagai lembaga pengawas memiliki peran sentral dalam memastikan keamanan pangan di Indonesia. Namun, keberhasilan BPOM RI dalam menjalankan perannya sangat bergantung pada dukungan dari produsen, masyarakat, dan pihak-pihak terkait lainnya.
Dengan kerja sama yang baik antara semua pihak, keamanan pangan di Indonesia dapat terus ditingkatkan. Hal ini akan memberikan manfaat bagi kesehatan masyarakat, meningkatkan daya saing produk pangan Indonesia di pasar global, dan memperkuat citra Indonesia sebagai negara yang memiliki standar keamanan pangan yang tinggi.
BPOM RI juga perlu terus mengembangkan sistem pengawasan dan pengujian produk pangan yang berbasis teknologi. Dengan memanfaatkan teknologi, BPOM RI dapat melakukan pengawasan dan pengujian produk pangan secara lebih efisien dan efektif.
Selain itu, BPOM RI juga perlu terus meningkatkan kompetensi sumber daya manusia yang bertugas dalam pengawasan dan pengujian produk pangan. Dengan memiliki sumber daya manusia yang kompeten, BPOM RI dapat menjalankan tugasnya dengan lebih baik dan memberikan pelayanan yang lebih berkualitas kepada masyarakat.
Kasus Indomie Soto Banjar di Taiwan menjadi momentum bagi BPOM RI untuk melakukan evaluasi terhadap sistem pengawasan dan pengujian produk pangan yang ada. Evaluasi ini penting untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan yang ada dan merumuskan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
Dengan melakukan evaluasi dan perbaikan secara terus-menerus, BPOM RI dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga pengawas keamanan pangan. Hal ini akan memberikan manfaat bagi kesehatan masyarakat dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk pangan yang beredar di Indonesia.
BPOM RI juga perlu menjalin kerja sama yang lebih erat dengan lembaga-lembaga lain yang terkait dengan keamanan pangan, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Kesehatan. Dengan menjalin kerja sama yang erat, BPOM RI dapat memperoleh informasi dan dukungan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya dengan lebih baik.
Selain itu, BPOM RI juga perlu melibatkan masyarakat dalam pengawasan keamanan pangan. Dengan melibatkan masyarakat, BPOM RI dapat memperoleh informasi mengenai potensi pelanggaran keamanan pangan yang terjadi di lapangan.
Masyarakat dapat melaporkan kepada BPOM RI jika menemukan produk pangan yang mencurigakan atau tidak memenuhi standar keamanan yang berlaku. Laporan dari masyarakat akan sangat membantu BPOM RI dalam melakukan pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran keamanan pangan.
Dengan melibatkan semua pihak terkait, keamanan pangan di Indonesia dapat terus ditingkatkan. Hal ini akan memberikan manfaat bagi kesehatan masyarakat, meningkatkan daya saing produk pangan Indonesia di pasar global, dan memperkuat citra Indonesia sebagai negara yang memiliki standar keamanan pangan yang tinggi.