Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) berhasil mengungkap praktik peredaran produk sekretom ilegal di Magelang, Jawa Tengah, pada tanggal 25 Juli 2025. Pengungkapan ini merupakan tindak lanjut dari pengawasan intensif yang dilakukan BPOM, yang kemudian berkoordinasi dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM dan Koordinator Pengawas (Korwas) PPNS Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI (Bareskrim Polri) untuk melakukan penindakan. Kasus ini menyoroti bahaya praktik medis ilegal dan pentingnya pengawasan ketat terhadap produk biologis yang beredar di masyarakat.
Praktik ilegal ini dijalankan di sebuah klinik hewan yang berlokasi di Kelurahan Potrobangsan, Kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang. Fakta bahwa praktik ini beroperasi di bawah kedok klinik hewan menunjukkan modus operandi yang licik untuk mengelabui pihak berwenang dan masyarakat. Ironisnya, pasien yang datang ke tempat ini sebagian besar adalah manusia, yang mencari pengobatan alternatif atau pelengkap yang belum teruji keamanannya.
Sekretom sendiri merupakan produk biologi kompleks yang berasal dari sel punca (stem cell). Definisi sekretom mencakup berbagai komponen penting, seperti mikrovesikel, eksosom, protein, sitokin, zat mirip hormon (hormone-like substances), dan zat imunomodulator. Potensi terapeutik sekretom memang menjanjikan, namun penggunaannya harus melalui penelitian dan uji klinis yang ketat untuk memastikan keamanan dan efektivitasnya. Penggunaan sekretom ilegal, seperti yang ditemukan di Magelang, sangat berbahaya karena tidak ada jaminan kualitas, sterilitas, dan dosis yang tepat.
Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang resah dengan praktik pengobatan ilegal yang dilakukan oleh seorang dokter hewan terhadap pasien manusia. Dokter hewan tersebut menggunakan produk sekretom ilegal yang disuntikkan secara intramuskular, biasanya di bagian lengan pasien. Praktik ini jelas melanggar etika kedokteran dan hukum yang berlaku, karena dokter hewan tidak memiliki kompetensi dan kewenangan untuk menangani pasien manusia.
Klinik ilegal ini beroperasi di tengah pemukiman padat penduduk, yang semakin menyulitkan deteksi oleh pihak berwenang. Untuk mengelabui masyarakat, klinik ini menggunakan papan nama praktik dokter hewan. Namun, di balik kedok tersebut, praktik pengobatan ilegal terhadap manusia terus berlangsung. Hal ini menunjukkan pentingnya peran aktif masyarakat dalam melaporkan praktik-praktik mencurigakan yang berpotensi membahayakan kesehatan.
Hasil pemeriksaan dan pendalaman yang dilakukan oleh PPNS BPOM mengungkap bahwa klinik tersebut hanya memiliki izin praktik dokter hewan. Pemilik klinik, yang berinisial YHF (56 tahun) dan berprofesi sebagai dokter hewan, jelas tidak memiliki izin dan kompetensi untuk memberikan terapi atau pengobatan kepada pasien manusia. Tindakan YHF ini merupakan pelanggaran serius terhadap hukum dan etika profesi.
Produk sekretom yang digunakan sebagai terapi bagi pasien dibuat sendiri oleh dokter hewan tersebut dan tidak memiliki nomor izin edar (NIE) dari BPOM. Proses produksi sekretom ilegal ini diduga dilakukan di fasilitas laboratorium sebuah universitas di Yogyakarta. Fakta bahwa pelaku juga merupakan staf pengajar dan peneliti di universitas tersebut sangat disayangkan, karena seharusnya ia menjunjung tinggi etika penelitian dan hukum yang berlaku. Keterlibatan akademisi dalam praktik ilegal ini mencoreng nama baik institusi pendidikan dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap dunia penelitian.
Produk sekretom ilegal tersebut telah digunakan oleh pasien dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan dari luar negeri. Pasien di wilayah Pulau Jawa dapat menerima produk sekretom melalui pengiriman untuk melanjutkan terapi dengan bantuan tenaga kesehatan terdekat. Sementara itu, pasien dari Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan wilayah lain di luar Pulau Jawa, termasuk dari luar negeri, harus datang langsung ke klinik ilegal di Magelang untuk mendapatkan pengobatan. Hal ini menunjukkan bahwa praktik ilegal ini telah menjangkau jaringan yang luas dan menarik banyak pasien yang mencari pengobatan alternatif.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, dalam konferensi pers yang diadakan pada hari Rabu, 27 Agustus 2025, menjelaskan bahwa pasien dari luar Jawa dan luar negeri lebih memilih datang langsung ke klinik ilegal tersebut. Hal ini mungkin disebabkan oleh informasi yang beredar dari mulut ke mulut atau melalui promosi daring yang menyesatkan. Pasien yang datang dari jauh mungkin merasa lebih yakin dengan pengobatan yang diberikan secara langsung oleh dokter hewan tersebut.
Dalam penggeledahan di tempat kejadian perkara (TKP), tim PPNS BPOM menemukan dan mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk produk jadi berupa sekretom yang sudah dikemas dalam tabung eppendorf 1,5 ml. Cairan berwarna merah muda dan oranye ini siap disuntikkan kepada pasien. Selain itu, ditemukan juga 23 botol produk sekretom dalam kemasan botol 5 liter yang disimpan di dalam kulkas, serta produk krim mengandung sekretom untuk pengobatan luka. Di TKP juga ditemukan peralatan suntik dan termos pendingin yang ditempeli stiker identitas dan alamat lengkap pasien. Nilai keekonomian dari temuan di Magelang ini diperkirakan mencapai Rp230 miliar. Angka ini menunjukkan skala bisnis ilegal yang sangat besar dan potensi keuntungan yang diperoleh pelaku dari praktik ini.
Seluruh barang bukti produk sekretom ilegal yang ditemukan telah disita oleh PPNS BPOM dan disimpan di gudang barang bukti Balai Besar POM (BBPOM) di Yogyakarta. Penyimpanan ini penting untuk menjaga kestabilan produk selama proses penyidikan. Petugas juga telah menetapkan pemilik klinik, YHF, sebagai tersangka dan mengambil keterangan dari 12 orang saksi untuk keperluan penyidikan lebih lanjut. Proses penyidikan ini diharapkan dapat mengungkap jaringan yang lebih luas dan membawa pelaku lain yang terlibat dalam praktik ilegal ini ke pengadilan.
Taruna Ikrar menegaskan bahwa tindakan mengedarkan produk sekretom ilegal ini diduga melanggar tindak pidana sebagaimana disebutkan dalam Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) serta Pasal 436 ayat (1) jo. Pasal 145 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Undang-undang ini mengatur tentang standar keamanan, khasiat, dan mutu sediaan farmasi, serta kewenangan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan medis. Pelanggaran terhadap undang-undang ini dapat dikenakan sanksi pidana yang berat.
Pelaku usaha yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama 12 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 5 miliar. Selain itu, pelaku yang melakukan pekerjaan kefarmasian tanpa keahlian dan kewenangan juga dapat dikenai pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 200 juta. Sanksi yang berat ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah praktik serupa di masa depan.
Kasus ini menjadi pengingat bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam memilih pengobatan alternatif atau pelengkap. Pastikan bahwa pengobatan yang dipilih telah teruji keamanannya dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan izin yang sah. Jangan mudah tergiur oleh promosi yang menjanjikan kesembuhan instan tanpa dasar ilmiah yang jelas. Selalu konsultasikan dengan dokter atau tenaga kesehatan yang terpercaya sebelum memutuskan untuk menjalani pengobatan apapun.
BPOM akan terus meningkatkan pengawasan terhadap peredaran obat dan makanan ilegal di seluruh wilayah Indonesia. Kerjasama dengan pihak kepolisian dan instansi terkait akan terus ditingkatkan untuk memberantas praktik-praktik ilegal yang membahayakan kesehatan masyarakat. Masyarakat juga diimbau untuk berperan aktif dalam melaporkan praktik-praktik mencurigakan kepada BPOM atau pihak berwenang lainnya. Dengan kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat, diharapkan peredaran obat dan makanan ilegal dapat ditekan dan kesehatan masyarakat dapat terlindungi.
Kasus terapi sekretom ilegal di Magelang ini merupakan contoh nyata dari bahaya praktik medis ilegal dan pentingnya pengawasan ketat terhadap produk biologis yang beredar di masyarakat. BPOM berkomitmen untuk terus melindungi masyarakat dari produk-produk yang tidak memenuhi standar keamanan, khasiat, dan mutu. Masyarakat juga diharapkan untuk lebih cerdas dan berhati-hati dalam memilih pengobatan, serta tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang tidak benar atau menyesatkan.