Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa harga MinyaKita, minyak goreng subsidi yang ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, masih dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) di 413 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Temuan ini didasarkan pada data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) yang dikumpulkan hingga 23 Agustus 2025. Dari jumlah tersebut, 90 kabupaten/kota berada di Pulau Jawa, sementara sisanya, yaitu 323 kabupaten/kota, tersebar di luar Pulau Jawa.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyampaikan bahwa meskipun ada upaya stabilisasi harga, rata-rata harga minyak goreng secara keseluruhan masih berada di tingkat yang cukup tinggi. Pada minggu ketiga Agustus 2025, harga minyak goreng mengalami kenaikan sebesar 0,21 persen dibandingkan dengan bulan Juli 2025. Peningkatan ini terjadi di sekitar 30,83 persen wilayah Indonesia.
"Saat ini rata-rata harga minyak goreng secara keseluruhan untuk semua kualitas kira-kira Rp 19.428 per liter," ungkap Amalia dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 yang disiarkan melalui kanal YouTube Kementerian Dalam Negeri pada Senin, 25 Agustus 2025.
Lebih lanjut, Amalia menjelaskan bahwa meskipun harga MinyaKita menunjukkan penurunan tipis sebesar 0,05 persen, rata-rata harga nasional masih berada di atas HET, yaitu Rp 17.268 per liter. Padahal, HET yang ditetapkan pemerintah untuk MinyaKita adalah Rp 15.700 per liter.
Data dari Portal Satu Data Kementerian Perdagangan menunjukkan variasi harga MinyaKita di berbagai daerah. Di Pulau Jawa, harga tertinggi tercatat di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, dengan harga Rp 17.357 per liter. Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menyusul dengan harga Rp 17.333 per liter, diikuti oleh Kabupaten Kuningan (Rp 17.286 per liter), Kota Banjar (Rp 17.167 per liter), dan Kabupaten Bandung (Rp 17.143 per liter), keduanya juga berada di Jawa Barat. Selain lima wilayah tersebut, terdapat 85 kabupaten/kota lainnya di Pulau Jawa yang menjual MinyaKita di atas HET.
Situasi yang lebih memprihatinkan terjadi di luar Pulau Jawa. Di wilayah ini, harga MinyaKita melonjak jauh di atas HET, terutama di daerah-daerah terpencil dan sulit dijangkau. Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, mencatat harga tertinggi, mencapai Rp 50.000 per liter. Kabupaten Puncak Jaya, juga di Papua, berada di urutan kedua dengan harga Rp 45.000 per liter. Sementara itu, Kabupaten Pegunungan Arfak dan Lanny Jaya, keduanya di Papua Barat, serta Kabupaten Tolikara, Papua, menjual MinyaKita dengan harga masing-masing Rp 35.000 dan Rp 31.500 per liter.
Meskipun demikian, ada juga kabar baik. Amalia mengungkapkan bahwa terdapat 80 kabupaten/kota yang harga MinyaKita-nya sudah sesuai atau bahkan lebih rendah dari HET. Dari jumlah tersebut, 28 kabupaten/kota berada di Pulau Jawa dan 52 kabupaten/kota berada di luar Pulau Jawa.
Di Pulau Jawa, harga MinyaKita terendah ditemukan di Kabupaten Bantul dan Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan harga Rp 15.500 per liter. Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, juga mencatat harga yang relatif rendah, yaitu Rp 15.550 per liter. Beberapa wilayah lain seperti Kabupaten Indramayu, Banyumas, Banjarnegara, Purworejo, dan Magelang, semuanya di Jawa Tengah, menjual MinyaKita sesuai dengan HET, yaitu Rp 15.700 per liter. Terdapat 20 wilayah lain di Pulau Jawa yang juga berhasil menekan harga MinyaKita hingga HET atau di bawahnya.
Di luar Pulau Jawa, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, menjadi wilayah dengan harga MinyaKita terendah, yaitu Rp 15.321 per liter. Kabupaten Sidenreng Rappang, Kota Pare Pare, Kota Palopo, Kabupaten Pulau Wali Mandar, dan Kabupaten Mamuju, semuanya di Sulawesi Selatan, juga menjual MinyaKita dengan harga yang sama, yaitu Rp 15.500 per liter. Selain itu, terdapat 46 wilayah lain di luar Pulau Jawa yang berhasil menjaga harga MinyaKita tetap terjangkau.
Data yang diungkapkan oleh BPS ini menunjukkan bahwa masalah disparitas harga MinyaKita masih menjadi tantangan serius bagi pemerintah. Meskipun ada wilayah yang berhasil menekan harga hingga sesuai HET, masih banyak daerah, terutama di luar Pulau Jawa, yang harga MinyaKita-nya melambung tinggi. Hal ini tentu memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah yang sangat bergantung pada minyak goreng subsidi ini.
Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret dan efektif untuk mengatasi masalah ini. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
- Memperkuat Pengawasan dan Penegakan Hukum: Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan terhadap distribusi dan penjualan MinyaKita, terutama di daerah-daerah yang rawan terjadi pelanggaran HET. Penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku penimbunan, penyelundupan, dan praktik curang lainnya perlu dilakukan untuk memberikan efek jera.
- Meningkatkan Distribusi dan Aksesibilitas: Pemerintah perlu memastikan bahwa MinyaKita didistribusikan secara merata dan tepat sasaran ke seluruh wilayah Indonesia, terutama daerah-daerah terpencil dan sulit dijangkau. Kerja sama dengan pemerintah daerah, distributor, dan agen penyalur perlu ditingkatkan untuk memperlancar distribusi dan memastikan ketersediaan MinyaKita di tingkat零售。
- Menyederhanakan Rantai Pasok: Rantai pasok MinyaKita yang panjang dan kompleks dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya disparitas harga. Pemerintah perlu melakukan evaluasi dan penyederhanaan rantai pasok untuk mengurangi biaya distribusi dan memastikan harga MinyaKita tetap terjangkau.
- Memberdayakan Koperasi dan UMKM: Pemerintah dapat memberdayakan koperasi dan UMKM lokal untuk menjadi agen penyalur MinyaKita. Hal ini dapat membantu meningkatkan distribusi dan aksesibilitas MinyaKita di tingkat基层,同时 juga memberikan manfaat ekonomi bagi koperasi dan UMKM lokal.
- Mengoptimalkan Penggunaan Teknologi: Pemerintah dapat memanfaatkan teknologi informasi untuk memantau harga dan ketersediaan MinyaKita secara实时。 Sistem informasi yang terintegrasi dapat membantu pemerintah mengidentifikasi daerah-daerah yang mengalami kekurangan pasokan atau lonjakan harga, sehingga tindakan cepat dapat diambil untuk mengatasi masalah tersebut.
- Melakukan Edukasi dan Sosialisasi: Pemerintah perlu melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai HET MinyaKita dan hak-hak konsumen. Hal ini dapat membantu masyarakat untuk lebih sadar dan berani melaporkan jika menemukan pedagang yang menjual MinyaKita di atas HET.
- Mengatasi Masalah Infrastruktur: Di daerah-daerah terpencil dan sulit dijangkau, masalah infrastruktur seperti jalan yang rusak dan biaya transportasi yang tinggi dapat menjadi faktor penyebab mahalnya harga MinyaKita. Pemerintah perlu berinvestasi dalam pembangunan dan perbaikan infrastruktur untuk mengurangi biaya transportasi dan memastikan MinyaKita dapat didistribusikan dengan lancar.
Selain langkah-langkah di atas, pemerintah juga perlu mempertimbangkan untuk meningkatkan produksi MinyaKita atau memberikan subsidi yang lebih besar kepada produsen agar harga MinyaKita dapat lebih terjangkau bagi masyarakat. Namun, langkah-langkah ini perlu dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan dampaknya terhadap anggaran negara dan stabilitas pasar.
Masalah disparitas harga MinyaKita merupakan masalah kompleks yang membutuhkan solusi komprehensif dan berkelanjutan. Pemerintah perlu bekerja sama dengan semua pihak terkait, termasuk pemerintah daerah, produsen, distributor, agen penyalur, dan masyarakat, untuk mengatasi masalah ini dan memastikan bahwa MinyaKita dapat diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia dengan harga yang terjangkau. Dengan upaya yang sungguh-sungguh dan terkoordinasi, diharapkan masalah disparitas harga MinyaKita dapat diatasi dan masyarakat berpenghasilan rendah dapat menikmati manfaat dari minyak goreng subsidi ini.
Selain itu, penting untuk dicatat bahwa data yang diungkapkan oleh BPS ini hanyalah gambaran sementara. Harga MinyaKita dapat berubah sewaktu-waktu tergantung pada berbagai faktor seperti pasokan, permintaan, dan kebijakan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah perlu terus memantau perkembangan harga MinyaKita dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan MinyaKita di seluruh wilayah Indonesia.
Dengan demikian, penanganan masalah MinyaKita bukan hanya sekadar upaya menjaga stabilitas harga, tetapi juga merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kesenjangan ekonomi. Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan dan program yang diterapkan benar-benar efektif dan memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah yang paling rentan terhadap fluktuasi harga kebutuhan pokok.