DPR RI menunjukkan keseriusannya dalam menanggapi dan menyelesaikan konflik agraria yang masih menjadi isu krusial di Indonesia. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan bahwa DPR akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) Penyelesaian Konflik Agraria yang rencananya akan disahkan dalam rapat paripurna pada tanggal 2 Oktober 2025. Pembentukan Pansus ini menjadi angin segar bagi upaya percepatan reformasi agraria dan perlindungan hak-hak petani yang selama ini seringkali terabaikan.
Pernyataan ini disampaikan Dasco usai melakukan pertemuan dengan berbagai organisasi tani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Rabu, 24 September 2025. Pertemuan tersebut merupakan respons atas berbagai aspirasi dan tuntutan yang disampaikan oleh para petani terkait konflik agraria yang mereka alami. Dalam pertemuan itu, para petani mengeluhkan lambatnya penyelesaian sengketa tanah, ketidakadilan dalam proses redistribusi tanah, dan kurangnya perlindungan hukum bagi petani yang berhadapan dengan perusahaan atau pihak-pihak yang memiliki kekuatan ekonomi lebih besar.
Dasco menjelaskan bahwa DPR memahami betul kompleksitas permasalahan agraria di Indonesia. Menurutnya, konflik agraria tidak hanya melibatkan aspek hukum, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, dan politik. Oleh karena itu, penyelesaian konflik agraria membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak terkait.
Pembentukan Pansus Penyelesaian Konflik Agraria merupakan salah satu langkah strategis yang diambil DPR untuk mengatasi permasalahan agraria secara sistematis dan terstruktur. Pansus ini akan bertugas untuk mengidentifikasi akar masalah konflik agraria, mencari solusi yang adil dan berkelanjutan, serta memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk mengambil langkah-langkah konkret dalam menyelesaikan konflik agraria.
Lebih lanjut, Dasco mengungkapkan bahwa Pansus Penyelesaian Konflik Agraria akan melibatkan berbagai unsur, termasuk anggota DPR dari berbagai fraksi, perwakilan pemerintah, akademisi, ahli hukum, organisasi masyarakat sipil, dan tentu saja, perwakilan petani. Keterlibatan berbagai unsur ini diharapkan dapat memberikan perspektif yang lebih luas dan komprehensif dalam menyelesaikan konflik agraria.
Selain pembentukan Pansus, DPR juga akan mendorong pemerintah untuk mempercepat implementasi kebijakan satu peta. Kebijakan satu peta merupakan upaya untuk menyatukan berbagai peta tematik yang ada di Indonesia menjadi satu peta yang terintegrasi dan akurat. Dengan adanya satu peta yang akurat, diharapkan dapat mengurangi potensi terjadinya konflik agraria yang disebabkan oleh tumpang tindih lahan atau ketidakjelasan batas wilayah.
Dasco menambahkan bahwa DPR juga akan mendorong pembentukan badan pelaksana reformasi agraria. Badan ini diharapkan dapat menjadi lembaga khusus yang bertugas untuk menindaklanjuti program redistribusi tanah dan penataan agraria secara lebih sistematis. Dengan adanya badan pelaksana reformasi agraria, diharapkan proses redistribusi tanah dapat berjalan lebih cepat, transparan, dan akuntabel.
Dalam kesempatan yang sama, Dasco juga menyampaikan apresiasi kepada pemerintah yang telah menunjukkan komitmennya dalam menyelesaikan konflik agraria. Ia menyebutkan bahwa beberapa menteri Kabinet Merah Putih terkait hadir dalam rapat tersebut, antara lain Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, Menteri Kehutanan Raja Juli, Mendes Yandri Susanto, Menpar Widiyanti Putri Wardhana, Wamen BUMN Dony Oskaria hingga Ketua Komisi IV Titiek Soeharto. Kehadiran para menteri tersebut menunjukkan bahwa pemerintah dan DPR memiliki visi yang sama dalam menyelesaikan konflik agraria.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyambut baik inisiatif DPR untuk membentuk Pansus Penyelesaian Konflik Agraria. Ia mengatakan bahwa Kementerian ATR/BPN siap untuk bekerja sama dengan DPR dalam menyelesaikan konflik agraria. Nusron juga menyampaikan bahwa Kementerian ATR/BPN telah melakukan berbagai upaya untuk mempercepat penyelesaian sengketa tanah, antara lain melalui program mediasi dan adjudikasi.
Menteri Kehutanan Raja Juli juga menyampaikan dukungan terhadap pembentukan Pansus Penyelesaian Konflik Agraria. Ia mengatakan bahwa Kementerian Kehutanan memiliki komitmen yang kuat untuk menyelesaikan konflik agraria yang melibatkan kawasan hutan. Raja Juli juga menyampaikan bahwa Kementerian Kehutanan telah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan konflik agraria di kawasan hutan, antara lain melalui program perhutanan sosial dan penataan batas kawasan hutan.
Sementara itu, Mendes Yandri Susanto mengatakan bahwa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) siap untuk mendukung program reformasi agraria yang digulirkan oleh pemerintah. Ia mengatakan bahwa Kemendes PDTT memiliki peran penting dalam memberdayakan masyarakat desa yang menjadi sasaran program reformasi agraria.
Menpar Widiyanti Putri Wardhana menyampaikan bahwa Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) siap untuk mendukung program reformasi agraria yang berorientasi pada pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif. Ia mengatakan bahwa Kemenparekraf dapat membantu masyarakat desa untuk mengembangkan potensi pariwisata dan ekonomi kreatif yang berbasis pada sumber daya alam dan budaya lokal.
Wamen BUMN Dony Oskaria menyampaikan bahwa Kementerian BUMN siap untuk mendukung program reformasi agraria yang melibatkan perusahaan-perusahaan BUMN. Ia mengatakan bahwa Kementerian BUMN dapat membantu masyarakat desa untuk mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berbasis pada sumber daya alam dan budaya lokal.
Ketua Komisi IV DPR RI Titiek Soeharto menyampaikan bahwa Komisi IV DPR RI siap untuk mengawasi pelaksanaan program reformasi agraria yang digulirkan oleh pemerintah. Ia mengatakan bahwa Komisi IV DPR RI akan memastikan bahwa program reformasi agraria berjalan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Pembentukan Pansus Penyelesaian Konflik Agraria merupakan langkah maju yang signifikan dalam upaya menyelesaikan permasalahan agraria di Indonesia. Diharapkan, Pansus ini dapat bekerja secara efektif dan menghasilkan rekomendasi yang konkret dan implementatif. Dengan demikian, konflik agraria dapat diselesaikan secara adil dan berkelanjutan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat desa.
Selain itu, penyelesaian konflik agraria juga akan memberikan dampak positif bagi pembangunan ekonomi nasional. Dengan adanya kepastian hukum atas tanah, investor akan lebih tertarik untuk berinvestasi di sektor pertanian dan perkebunan. Hal ini akan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Namun demikian, penyelesaian konflik agraria bukanlah pekerjaan yang mudah. Dibutuhkan komitmen yang kuat dari semua pihak terkait, termasuk pemerintah, DPR, masyarakat sipil, dan tentu saja, para petani. Selain itu, dibutuhkan juga koordinasi yang baik antar instansi pemerintah dan lembaga terkait.
Penyelesaian konflik agraria juga membutuhkan pendekatan yang partisipatif dan inklusif. Artinya, semua pihak yang berkepentingan harus dilibatkan dalam proses penyelesaian konflik. Suara dan aspirasi para petani harus didengarkan dan dipertimbangkan.
Dengan pendekatan yang komprehensif, partisipatif, dan inklusif, diharapkan konflik agraria di Indonesia dapat diselesaikan secara adil dan berkelanjutan. Hal ini akan membawa manfaat yang besar bagi kesejahteraan petani, masyarakat desa, dan pembangunan ekonomi nasional.
Sebagai penutup, Dasco kembali menegaskan komitmen DPR untuk terus mengawal proses penyelesaian konflik agraria. Ia berharap, Pansus Penyelesaian Konflik Agraria dapat bekerja secara optimal dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi penyelesaian permasalahan agraria di Indonesia. Ia juga mengajak semua pihak terkait untuk bekerja sama dan mendukung upaya penyelesaian konflik agraria demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Diharapkan pengesahan Pansus pada tanggal 2 Oktober 2025 menjadi momentum penting dalam upaya mewujudkan reformasi agraria yang sejati.