Jakarta – Peralatan medis dari masa lalu seringkali menyimpan cerita tersendiri. Selain bentuknya yang berbeda jauh dari teknologi canggih saat ini, beberapa alat juga tampak menyeramkan dan membuat bulu kuduk berdiri. Mari kita intip beberapa alat medis jadul yang mungkin membuat Anda berpikir dua kali jika masih ada yang menawarkan untuk menggunakannya.
Lemari Listrik: Cikal Bakal Sauna dan Diatermi Modern (Era 1930-an)
Bayangkan sebuah lemari besar yang terhubung dengan kabel-kabel listrik. Alih-alih menyimpan pakaian, lemari ini berfungsi untuk meningkatkan suhu tubuh pasien. Pada era 1930-an, lemari listrik ini menjadi primadona di spa dan klinik. Tujuannya adalah memicu keringat berlebih, yang diyakini dapat meredakan kondisi artritis. Konsepnya mirip dengan sauna modern, namun dengan tampilan yang jauh lebih intimidatif. Proses diatermi dilakukan dengan memberikan paparan panas yang terkontrol ke jaringan tubuh, dengan tujuan meredakan nyeri dan peradangan. Meski bentuknya sudah jauh berbeda, prinsip dasar lemari listrik ini masih diterapkan dalam beberapa terapi modern.
Pemindai Tumor Otak Positron: Cikal Bakal PET Scan (1961)
Pada tahun 1961, para ilmuwan di Laboratorium Brookhaven menciptakan sebuah alat canggih untuk mendeteksi tumor otak. Alat ini bekerja dengan mendeteksi emisi positron, partikel subatomik yang dihasilkan oleh zat radioaktif yang disuntikkan ke pasien. Bentuknya mungkin terlihat rumit dan besar, namun alat ini merupakan cikal bakal dari teknologi PET (Positron Emission Tomography) scan yang kita kenal sekarang. PET scan modern memungkinkan dokter untuk memeriksa fungsi otak secara detail dan mendeteksi berbagai penyakit, termasuk kanker, penyakit jantung, dan gangguan neurologis. Penelitian ekstensif selama bertahun-tahun telah menyempurnakan teknologi ini menjadi alat diagnostik yang sangat berharga.
Alat Terapi Kejang Listrik: Kontroversi dalam Pengobatan Psikiatri (Awal Abad ke-20)
Salah satu alat medis jadul yang paling kontroversial adalah alat terapi kejang listrik. Alat ini digunakan pada awal abad ke-20 untuk mengobati pasien dengan gangguan mental. Caranya adalah dengan mengalirkan arus listrik melalui kabel yang terhubung ke kepala pasien, memicu kejang yang diharapkan dapat memberikan efek terapeutik. Terapi kejang listrik, atau dikenal juga sebagai Electroconvulsive Therapy (ECT), masih digunakan hingga saat ini, namun dengan protokol dan pengawasan yang jauh lebih ketat. Penggunaannya pun sangat selektif, biasanya untuk kasus depresi berat yang tidak merespon terhadap pengobatan lain. Meski demikian, bayangan alat kejang listrik jadul tetap menimbulkan kesan yang menakutkan.
Terapi Kejutan Insulin: Pengobatan Skizofrenia yang Ditinggalkan (1927)
Terapi kejutan insulin diperkenalkan oleh Dr. Manfred Sakel pada tahun 1927 sebagai pengobatan untuk skizofrenia dan penyakit mental lainnya. Prosedurnya melibatkan penyuntikan insulin dosis tinggi yang memicu koma harian selama beberapa minggu. Tujuannya adalah untuk "mereset" otak pasien. Namun, terapi ini memiliki risiko yang sangat tinggi, termasuk kerusakan otak permanen dan kematian. Pada tahun 1960-an, terapi kejutan insulin ditinggalkan karena dianggap terlalu berbahaya dan tidak efektif. Kisah terapi ini menjadi pengingat akan pentingnya penelitian dan uji klinis yang ketat sebelum menerapkan metode pengobatan baru.
Alat Tes Tekanan Tahan Napas: Diagnosis Jantung di Era Awal (Awal Abad ke-20)
Pada awal abad ke-20, dokter menggunakan alat tes tekanan tahan napas untuk mendiagnosis penyakit jantung. Pasien diminta untuk meniup ke arah kolom merkuri, berusaha menjaga manometer pada ketinggian yang ditentukan. Tindakan ini meningkatkan tekanan di dalam dada (tekanan intratoraks). Sambil pasien meniup, dokter akan mendengarkan dengan stetoskop untuk memeriksa perubahan sirkulasi darah. Alat ini mungkin terlihat sederhana, namun memberikan informasi penting tentang fungsi jantung dan pembuluh darah pasien. Saat ini, diagnosis jantung modern menggunakan teknologi yang jauh lebih canggih, seperti EKG, echocardiography, dan angiografi.
Lemari Ultraviolet: Terapi Sinar Matahari Buatan (Abad ke-20)
Mesin besar berbentuk lemari ini merupakan cikal bakal alat terapi cahaya modern. Pasien akan ditempatkan di dalam lemari yang dipenuhi dengan lampu ultraviolet (UV), memberikan dosis sinar matahari buatan ke kulit. Terapi ini dipercaya dapat melancarkan sirkulasi darah, meredakan nyeri sendi, dan mengatasi masalah kulit. Paparan sinar UV memang memiliki manfaat tertentu, seperti membantu tubuh memproduksi vitamin D. Namun, paparan berlebihan dapat menyebabkan kerusakan kulit, penuaan dini, dan meningkatkan risiko kanker kulit. Terapi cahaya modern menggunakan spektrum cahaya yang lebih spesifik dan dosis yang terkontrol untuk meminimalkan risiko efek samping.
Fluoroskop Portabel: Melihat Paru-Paru dan Jantung Secara Langsung (Perang Dunia II)
Selama Perang Dunia II, dokter menggunakan fluoroskop portabel untuk melihat paru-paru dan jantung pasien secara langsung menggunakan layar fluoresen. Alat ini sangat berguna dalam mendiagnosis cedera kompleks dan infeksi paru-paru di medan perang. Fluoroskopi menggunakan sinar-X untuk menghasilkan gambar real-time dari organ internal. Namun, paparan radiasi sinar-X memiliki risiko kesehatan, sehingga penggunaannya harus dibatasi dan diawasi dengan ketat. Saat ini, fluoroskopi masih digunakan dalam beberapa prosedur medis, seperti pemasangan kateter dan pemeriksaan saluran pencernaan, namun dengan teknologi yang lebih aman dan canggih.
Pemandian Schnee: Pemandian Listrik untuk Rematik (Akhir 1800-an – 1930-an)
Pemandian Schnee adalah sejenis pemandian listrik yang digunakan untuk mengatasi rematik dan nyeri sendi. Alat ini populer di akhir era 1800-an hingga 1930-an. Pasien akan berendam dalam bak air yang dialiri arus listrik lemah. Tujuannya adalah untuk merangsang saraf dan otot, mengurangi peradangan, dan meredakan nyeri. Namun, pada awal 1920-an, metode ini ditinggalkan oleh komunitas medis karena dianggap sebagai praktik dukun dan tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat. Kisah pemandian Schnee menjadi contoh bagaimana pengobatan yang populer di masa lalu dapat ditinggalkan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Melihat deretan alat medis jadul ini, kita bisa merasakan betapa jauhnya perkembangan teknologi kedokteran. Meskipun beberapa alat terlihat menyeramkan dan metode pengobatannya kontroversial, kita tidak bisa melupakan bahwa alat-alat ini merupakan bagian dari sejarah dan telah memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu kedokteran modern. Jadi, meskipun mungkin tidak ada yang berani mencoba menggunakan alat-alat ini lagi, kita bisa menghargai warisan dan pelajaran yang ditinggalkannya. Perkembangan teknologi medis terus berlanjut, menghadirkan alat-alat yang lebih aman, efektif, dan nyaman bagi pasien.