Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menyerukan urgensi tindakan pemerintah dalam mengatur platform digital seperti WhatsApp, Facebook, TikTok, dan sejenisnya, mengingat platform-platform ini dinilai menjadi saluran utama penyebaran informasi palsu yang meresahkan masyarakat. Desakan ini muncul seiring dengan meningkatnya kekhawatiran akan dampak negatif misinformasi dan disinformasi terhadap berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, mulai dari politik, kesehatan, hingga isu-isu sensitif yang berkaitan dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Pemerintah didesak untuk segera menyusun peta jalan (roadmap) komprehensif untuk menangani masalah misinformasi dan disinformasi yang semakin kompleks di Indonesia.
Data yang dihimpun oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2023, terdeteksi lebih dari 11 ribu kasus disinformasi yang beredar di ruang digital Indonesia. Isu-isu yang paling dominan dalam penyebaran disinformasi tersebut meliputi ranah politik, kesehatan, dan SARA. Fakta ini semakin menggarisbawahi betapa seriusnya masalah disinformasi yang dihadapi Indonesia dan betapa mendesaknya tindakan konkret dari pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan.
Survei yang dilakukan oleh Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) juga memberikan gambaran yang jelas mengenai platform digital mana saja yang paling banyak digunakan sebagai sarana penyebaran disinformasi. Hasil survei menunjukkan bahwa WhatsApp, Facebook, dan TikTok merupakan platform digital yang paling sering dimanfaatkan untuk menyebarkan informasi palsu. Hal ini tentu menjadi perhatian serius, mengingat ketiga platform tersebut memiliki jumlah pengguna yang sangat besar di Indonesia, sehingga potensi penyebaran disinformasi pun menjadi semakin luas dan masif.
Ketua Umum Mastel, Sarwoto Atmosutarno, dalam pernyataan tertulisnya menyampaikan kekhawatiran mendalam mengenai derasnya arus misinformasi, disinformasi, bahkan manipulasi informasi asing yang sistematis. Menurutnya, hal ini bukan sekadar ancaman komunikasi, tetapi juga ancaman terhadap kohesi sosial, demokrasi, dan kedaulatan informasi bangsa. Pernyataan ini menekankan bahwa masalah disinformasi bukan hanya sekadar persoalan teknis terkait penyebaran informasi palsu, tetapi juga memiliki implikasi yang sangat luas terhadap stabilitas sosial, politik, dan keamanan negara.
Mastel, bekerja sama dengan BBC Media Action, menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) pada Rabu, 14 Agustus, yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan pemerintah, platform digital, organisasi media, akademisi, pegiat literasi digital, serta mitra internasional dari Sekretariat ASEAN dan UK Foreign, Commonwealth & Development Office. FGD ini bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan utama dalam mengatasi misinformasi dan disinformasi, menghimpun masukan awal untuk penyusunan Peta Jalan Nasional yang komprehensif, dan membangun jejaring kolaboratif lintas sektor untuk memperkuat ketahanan informasi nasional.
FGD tersebut memiliki tiga tujuan utama. Pertama, mengidentifikasi tantangan-tantangan utama yang dihadapi dalam upaya mengatasi misinformasi, disinformasi, dan manipulasi informasi. Identifikasi tantangan ini penting untuk memahami akar permasalahan dan merumuskan solusi yang tepat sasaran. Kedua, menghimpun masukan awal dari berbagai pemangku kepentingan untuk penyusunan Peta Jalan Nasional yang komprehensif. Peta jalan ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan dalam upaya menangani masalah disinformasi secara sistematis dan terkoordinasi. Ketiga, membangun jejaring kolaboratif lintas sektor untuk memperkuat ketahanan informasi nasional. Kolaborasi antara pemerintah, platform digital, organisasi media, akademisi, pegiat literasi digital, dan mitra internasional sangat penting untuk menciptakan ekosistem informasi yang sehat dan tangguh.
Sarwoto menambahkan bahwa hasil diskusi dalam FGD tersebut akan menjadi dasar penyusunan policy paper yang akan diserahkan kepada pemerintah dan negara-negara anggota ASEAN. Policy paper ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi konkret mengenai kebijakan dan strategi yang perlu diambil untuk mengatasi masalah disinformasi di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara.
FGD ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Program Public Interest Media and Healthy Information Environments (PIMHIE), yang dijalankan oleh Mastel dengan dukungan dari BBC Media Action. Program PIMHIE bertujuan untuk membangun ekosistem informasi yang tangguh, inklusif, dan bertanggung jawab di Indonesia. Program ini mencakup berbagai kegiatan, seperti pelatihan literasi digital, pengembangan konten edukatif, dan advokasi kebijakan.
Sarwoto menekankan perlunya kebijakan yang presisi, adaptif, dan kontekstual, yang tidak hanya reaktif terhadap hoaks, tetapi juga proaktif melindungi ruang informasi dari ancaman jangka panjang. Kebijakan yang presisi berarti kebijakan tersebut harus dirumuskan berdasarkan data dan fakta yang akurat, serta mempertimbangkan karakteristik unik dari masing-masing platform digital. Kebijakan yang adaptif berarti kebijakan tersebut harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan dinamika informasi yang terus berubah. Kebijakan yang kontekstual berarti kebijakan tersebut harus mempertimbangkan konteks sosial, budaya, dan politik Indonesia.
Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatur platform digital dan mengatasi masalah disinformasi. Beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan antara lain:
-
Memperkuat regulasi: Pemerintah perlu memperkuat regulasi terkait dengan penyebaran informasi palsu di platform digital. Regulasi ini harus mencakup definisi yang jelas mengenai misinformasi dan disinformasi, serta sanksi yang tegas bagi pelaku penyebaran informasi palsu.
-
Meningkatkan literasi digital: Pemerintah perlu meningkatkan literasi digital masyarakat agar masyarakat mampu membedakan antara informasi yang benar dan informasi yang salah. Program literasi digital dapat dilakukan melalui berbagai saluran, seperti pendidikan formal, pelatihan, dan kampanye publik.
-
Membangun kerja sama dengan platform digital: Pemerintah perlu membangun kerja sama dengan platform digital untuk mengatasi penyebaran informasi palsu. Kerja sama ini dapat meliputi pengembangan sistem deteksi dan penghapusan konten palsu, serta peningkatan transparansi algoritma platform digital.
-
Mendukung media independen: Pemerintah perlu mendukung media independen agar media independen dapat terus memberikan informasi yang akurat dan berimbang kepada masyarakat. Dukungan ini dapat berupa bantuan keuangan, pelatihan, dan perlindungan hukum bagi jurnalis.
-
Melibatkan masyarakat sipil: Pemerintah perlu melibatkan masyarakat sipil dalam upaya mengatasi penyebaran informasi palsu. Masyarakat sipil dapat berperan dalam memantau penyebaran informasi palsu, memberikan edukasi kepada masyarakat, dan mengadvokasi kebijakan yang lebih baik.
Dengan mengambil langkah-langkah konkret tersebut, diharapkan Indonesia dapat mengatasi masalah disinformasi dan menciptakan ekosistem informasi yang sehat dan tangguh. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas sosial, politik, dan keamanan negara, serta untuk memastikan bahwa masyarakat memiliki akses terhadap informasi yang akurat dan dapat dipercaya.