Dokter Bedah Amputasi Kakinya demi Fetish, Dipenjara karena Penipuan Asuransi.

  • Maskobus
  • Sep 07, 2025

Andrew Neil Hopper, seorang dokter bedah vaskular berusia 49 tahun asal Inggris, harus menghadapi konsekuensi hukum atas tindakan ekstrem dan penipuan yang dilakukannya. Ia dijatuhi hukuman penjara selama 32 bulan atau hampir dua setengah tahun oleh pengadilan setelah terbukti bersalah atas serangkaian dakwaan serius, termasuk penipuan asuransi dan kepemilikan materi pornografi ekstrem. Kasus ini menggemparkan dunia medis dan hukum, mengungkap sisi gelap dari obsesi seksual dan tindakan nekat demi memenuhi fantasi pribadi.

Hopper, yang sebelumnya bekerja di Royal Cornwall Hospital, mengakui kesalahannya atas dua dakwaan penipuan dan tiga dakwaan kepemilikan gambar pornografi ekstrem. Kasus ini bermula ketika ia mengajukan klaim asuransi dengan jumlah yang fantastis, lebih dari £466.000 atau sekitar Rp 9,2 miliar, dengan alasan bahwa kakinya harus diamputasi akibat sepsis. Namun, penyelidikan lebih lanjut mengungkap fakta yang mengerikan: Hopper sengaja menyebabkan kerusakan pada kakinya sendiri dengan tujuan untuk diamputasi, semata-mata demi memuaskan hasrat seksualnya yang tidak lazim.

Jaksa penuntut dalam kasus ini mengungkapkan bahwa Hopper telah melakukan serangkaian tindakan mutilasi diri yang mengerikan. Ia mengemas kakinya dengan es dan es kering dalam jangka waktu yang lama, menyebabkan kerusakan jaringan yang parah dan akhirnya memaksa tim medis untuk melakukan amputasi. Motif di balik tindakan ini adalah kombinasi dari obsesi untuk menghilangkan bagian tubuhnya sendiri dan ketertarikan seksual terhadap amputasi, sebuah kondisi yang dikenal sebagai apotemnophilia atau Body Integrity Identity Disorder (BIID).

"Motivasinya merupakan kombinasi dari obsesi untuk menghilangkan bagian tubuhnya sendiri dan ketertarikan seksual untuk melakukannya," kata jaksa Nicholas Lee di persidangan, menggambarkan kedalaman gangguan psikologis yang dialami oleh Hopper.

Lebih lanjut, jaksa mengungkapkan bahwa Hopper adalah pelanggan berbayar dari sebuah situs web yang kini sudah ditutup, yang secara khusus menjual video-video amputasi dan modifikasi tubuh ekstrem. Dalam komunikasinya dengan pemilik situs tersebut, terungkap bahwa cedera yang menyebabkan kedua kakinya diamputasi adalah murni perbuatannya sendiri. Hal ini semakin memperkuat bukti bahwa Hopper telah merencanakan dan melaksanakan tindakan mutilasi diri ini dengan sengaja.

Dokter Bedah Amputasi Kakinya demi Fetish, Dipenjara karena Penipuan Asuransi.

Tiga hari sebelum paramedis menemukannya di rumah dengan cedera parah, Hopper diketahui membeli sekitar 20 kg pelet es kering. Ini adalah bukti kuat bahwa ia telah mempersiapkan diri untuk melakukan tindakan mutilasi diri tersebut. Setelah menjalani amputasi, Hopper segera mencairkan klaim asuransi sebesar £235.622,14 dan £231.031,67 dari dua perusahaan asuransi yang berbeda. Ia dengan sengaja tidak mengungkapkan kepada perusahaan asuransi bahwa cederanya tersebut ia sengaja lakukan, yang merupakan tindakan penipuan yang jelas.

Kasus ini tidak hanya mengungkap sisi gelap dari obsesi seksual, tetapi juga menyoroti celah dalam sistem asuransi yang memungkinkan seseorang untuk melakukan penipuan dengan skala yang besar. Bagaimana seorang dokter bedah yang memiliki pengetahuan medis yang mendalam dapat merencanakan dan melaksanakan tindakan mutilasi diri tanpa terdeteksi? Pertanyaan ini memicu perdebatan tentang perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap klaim asuransi, terutama yang melibatkan cedera serius atau amputasi.

Selain dakwaan penipuan asuransi, Hopper juga didakwa atas kepemilikan gambar pornografi ekstrem. Hal ini menunjukkan bahwa ia memiliki minat yang mendalam terhadap materi-materi yang tidak lazim dan berpotensi berbahaya. Kepemilikan materi pornografi ekstrem seringkali dikaitkan dengan perilaku seksual yang menyimpang dan berpotensi melanggar hukum.

Kasus Andrew Neil Hopper adalah pengingat yang mengerikan tentang betapa kompleks dan beragamnya hasrat seksual manusia. Sementara sebagian besar orang dapat mengendalikan fantasi mereka dan membatasi diri pada perilaku yang aman dan konsensual, ada sebagian kecil individu yang terdorong untuk melakukan tindakan ekstrem demi memenuhi hasrat mereka. Dalam kasus Hopper, obsesinya terhadap amputasi telah mendorongnya untuk melakukan tindakan mutilasi diri yang mengerikan dan menipu perusahaan asuransi demi keuntungan finansial.

Hukuman penjara selama 32 bulan yang dijatuhkan kepada Hopper adalah pesan yang jelas bahwa tindakan penipuan dan mutilasi diri tidak akan ditoleransi oleh hukum. Kasus ini juga berfungsi sebagai peringatan bagi para profesional medis lainnya untuk menjaga integritas mereka dan tidak menyalahgunakan pengetahuan dan keterampilan mereka untuk tujuan yang tidak etis atau melanggar hukum.

Kasus ini juga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana masyarakat dapat membantu individu yang mengalami gangguan psikologis seperti apotemnophilia atau BIID. Apakah ada cara untuk mengobati kondisi ini dan mencegah individu yang terkena dampak untuk melakukan tindakan berbahaya terhadap diri mereka sendiri atau orang lain? Pertanyaan-pertanyaan ini membutuhkan penelitian dan perhatian yang lebih lanjut dari para ahli kesehatan mental dan masyarakat secara keseluruhan.

Selain itu, kasus Hopper menyoroti pentingnya edukasi seksual yang komprehensif dan inklusif. Masyarakat perlu memiliki pemahaman yang lebih baik tentang berbagai macam hasrat seksual dan bagaimana mengelola fantasi dengan cara yang aman dan bertanggung jawab. Edukasi seksual yang komprehensif dapat membantu mengurangi stigma seputar hasrat seksual yang tidak lazim dan mendorong individu untuk mencari bantuan jika mereka merasa kesulitan mengendalikan fantasi mereka.

Kasus Andrew Neil Hopper adalah tragedi bagi semua pihak yang terlibat. Hopper sendiri harus menghadapi konsekuensi hukum dan sosial atas tindakannya. Korban penipuan asuransi harus menanggung kerugian finansial akibat tindakan Hopper. Dan masyarakat secara keseluruhan harus bergulat dengan implikasi moral dan etika dari kasus yang mengerikan ini.

Sebagai penutup, kasus Andrew Neil Hopper adalah pengingat yang kuat tentang kompleksitas manusia dan potensi kegelapan yang dapat bersembunyi di balik penampilan luar yang normal. Ini adalah kasus yang akan terus diperdebatkan dan dianalisis selama bertahun-tahun yang akan datang, dan semoga dapat berfungsi sebagai pelajaran bagi kita semua tentang pentingnya integritas, tanggung jawab, dan kesehatan mental.

Kasus ini juga membuka diskusi tentang etika dalam dunia medis. Seorang dokter, yang seharusnya bertugas menyelamatkan nyawa dan meringankan penderitaan, justru melakukan tindakan yang merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Ini adalah pelanggaran kepercayaan yang serius dan merusak citra profesi medis secara keseluruhan.

Selain itu, kasus Hopper menyoroti perlunya sistem pendukung yang lebih kuat bagi para profesional medis. Tekanan dan stres yang dihadapi oleh dokter dan perawat dapat menyebabkan masalah kesehatan mental, dan penting bagi mereka untuk memiliki akses ke layanan konseling dan dukungan yang berkualitas. Jika Hopper memiliki akses ke layanan ini, mungkin ia dapat mengatasi obsesi seksualnya dengan cara yang lebih sehat dan tidak membahayakan.

Kasus ini juga menimbulkan pertanyaan tentang tanggung jawab media dalam melaporkan kasus-kasus yang sensitif seperti ini. Sementara penting untuk mengungkap kebenaran dan memberikan informasi kepada publik, media juga harus berhati-hati untuk tidak menyebarkan sensasionalisme atau mengeksploitasi penderitaan orang lain. Dalam kasus Hopper, media harus fokus pada fakta-fakta kasus dan menghindari spekulasi atau penilaian moral yang tidak perlu.

Sebagai masyarakat, kita perlu belajar dari kasus Andrew Neil Hopper dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah tragedi serupa terjadi di masa depan. Ini termasuk meningkatkan kesadaran tentang kesehatan mental, menyediakan layanan dukungan yang lebih baik bagi para profesional medis, dan mempromosikan edukasi seksual yang komprehensif dan inklusif. Dengan melakukan hal ini, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan lebih aman bagi semua orang.

Kasus ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam sistem asuransi. Perusahaan asuransi harus memiliki prosedur yang ketat untuk memverifikasi klaim dan mencegah penipuan. Mereka juga harus bekerja sama dengan penegak hukum untuk menyelidiki kasus-kasus penipuan dan membawa pelaku ke pengadilan.

Dalam kasus Hopper, perusahaan asuransi mungkin telah lalai dalam memverifikasi klaimnya. Mereka seharusnya melakukan penyelidikan yang lebih mendalam untuk memastikan bahwa cederanya tersebut benar-benar disebabkan oleh sepsis dan bukan oleh tindakan mutilasi diri. Kegagalan untuk melakukan hal ini memungkinkan Hopper untuk melakukan penipuan dan mendapatkan keuntungan finansial yang tidak pantas.

Sebagai konsumen, kita juga memiliki tanggung jawab untuk berhati-hati dan jujur ​​saat mengajukan klaim asuransi. Kita tidak boleh mencoba untuk menipu perusahaan asuransi atau melebih-lebihkan kerugian kita. Tindakan seperti itu tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga dapat merugikan kita dalam jangka panjang.

Kasus Andrew Neil Hopper adalah pengingat bahwa kejujuran dan integritas adalah nilai-nilai yang penting dalam semua aspek kehidupan kita. Kita harus selalu berusaha untuk melakukan hal yang benar, bahkan ketika itu sulit atau tidak nyaman. Dengan melakukan hal ini, kita dapat membangun masyarakat yang lebih adil dan lebih makmur bagi semua orang.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :