DPR Ramai-Ramai Tolak Cukai Rokok Naik 2026, Sarankan Ini ke Menkeu

  • Maskobus
  • Sep 16, 2025

Para anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara serentak menolak rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau yang lebih dikenal sebagai cukai rokok pada tahun 2026. Penolakan ini didasarkan pada kondisi industri rokok yang dinilai tengah mengalami tekanan berat, sehingga kenaikan cukai justru akan memperburuk keadaan.

Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Hanif Dhakiri, menjadi salah satu tokoh yang vokal menyuarakan penolakan ini. Menurutnya, meskipun pemerintah menargetkan peningkatan penerimaan cukai pada tahun depan sejalan dengan target penerimaan pajak secara keseluruhan, kenaikan tarif cukai bukanlah solusi yang tepat.

"Kita sudah ada kesepakatan pajak dan cukai targetnya naik. Tapi di tengah situasi seperti ini kita ingin pajak dan cukai tetap naik di satu sisi tapi tarifnya kan enggak boleh naik," ujar Hanif dalam rapat kerja dengan Menteri Keuangan (Menkeu) beberapa waktu lalu.

Oleh karena itu, Hanif menyarankan agar pemerintah mengambil langkah-langkah inovatif untuk mencapai target setoran cukai pada tahun 2026 tanpa harus menaikkan tarif CHT. Inovasi ini bisa meliputi berbagai inisiatif baru yang dapat meningkatkan efisiensi pemungutan cukai dan memperluas basis penerimaan.

"Itu artinya berbagai inisiatif baru, inovasi, dan segala macam menjadi penting untuk memastikan agar target dan pajaknya bisa naik tapi tarifnya tidak naik," tegas Hanif.

DPR Ramai-Ramai Tolak Cukai Rokok Naik 2026, Sarankan Ini ke Menkeu

Hanif juga menyoroti dampak negatif yang mungkin timbul akibat kenaikan cukai rokok, terutama bagi industri padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja. Menurutnya, tanpa kenaikan tarif pun, industri rokok sudah menghadapi berbagai masalah. Kenaikan tarif hanya akan memperburuk kondisi tersebut dan berpotensi menimbulkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Misalnya cukai rokok kan terkait industri padat karya. Kalau misalnya ini enggak naik aja juga problemnya sudah mulai muncul saat ini. Kalau sampai naik kan menjadi persoalan," ungkapnya.

Senada dengan Hanif, Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan), Harris Turino, juga menyampaikan penolakannya terhadap kenaikan cukai rokok. Ia bahkan mencontohkan kesulitan yang dialami industri hasil tembakau dengan menunjuk pada viralnya informasi mengenai PHK karyawan di pabrik rokok Gudang Garam.

"Paling tidak kan kelihatan pabrik-pabrik rokok besar kesulitan kalau terjadi kenaikan cukai di tahun depan apa lagi kalau kenaikannya sifatnya adalah agresif pak," ucap Harris saat rapat dengar pendapat dengan para pejabat eselon I Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Harris menjelaskan bahwa dengan kenaikan tarif CHT sebesar 10% saja, perusahaan rokok diperkirakan tidak akan mampu lagi menutupi biaya produksinya pada tahun depan. Hal ini akan berdampak pada penurunan keuntungan perusahaan, bahkan kerugian, yang pada akhirnya dapat memicu PHK massal.

"Sehingga kalau dinaikkan 10% berarti dari Rp 1.760 (harga rokok per batang plus cukai) menjadi Rp 840 tambahannya, enggak ada lagi ruang bagi perusahaan-perusahaan sigaret kretek mesin untuk sekedar menutup biaya produksinya," ujar Harris.

Oleh karena itu, Harris berharap agar pemerintah dapat menahan kenaikan tarif CHT, meskipun harus tetap mengejar target penerimaan cukai yang meningkat pada tahun 2026. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberantas peredaran rokok ilegal.

"Caranya gimana? yang jelas seperti teman-teman katakan pemberantasan rokok ilegal, kalau ini bisa diberantas pasti kenaikannya luar biasa pak," tuturnya.

Pemberantasan rokok ilegal dinilai sebagai solusi yang efektif karena dapat meningkatkan penerimaan cukai secara signifikan tanpa harus menaikkan tarif. Rokok ilegal tidak membayar cukai, sehingga merugikan negara dan menciptakan persaingan tidak sehat bagi industri rokok legal.

Sebagaimana diketahui, target setoran bea dan cukai pada tahun 2026 ditetapkan sebesar Rp 334,30 triliun. Angka ini meningkat sekitar 7,7% dari perkiraan penerimaan pada tahun 2025 yang sebesar Rp 310,35 triliun. Peningkatan target ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah, terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih belum stabil.

Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, sebelumnya telah memberikan tanggapan terkait rencana kebijakan CHT tahun 2026. Ia menyatakan bahwa pemerintah akan meninjau lebih jauh tentang kebijakan cukai rokok ke depan karena hingga saat ini belum ada keputusan mengenai apakah tarif cukai rokok akan naik, tetap, atau bahkan turun.

"Nanti saya lihat lagi, saya belum menganalisis dengan dalam seperti apa sih cukai rokok itu," ungkap Purbaya di Istana Negara, Jakarta.

Purbaya juga mengakui telah mendengar mengenai maraknya aktivitas ilegal di industri rokok. Namun, ia menekankan bahwa hal tersebut perlu didalami lebih lanjut sebelum melahirkan kebijakan yang tepat. Apabila penanganan aktivitas ilegal dapat membuahkan pendapatan yang signifikan, maka bukan tidak mungkin tarif cukai rokok tidak perlu dinaikkan.

"Katanya ada yang main-main, di mana main-mainnya? Kalau misalnya saya beresin, saya bisa hilangkan cukai-cukai palsu berapa pendapatan saya? Dari situ nanti saya bergerak," jelasnya.

Purbaya bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa tarif cukai rokok dapat diturunkan. Menurutnya, semua kebijakan akan bergantung pada hasil analisis dan studi yang mendalam.

"Kalau mau diturunkan seperti apa. Tergantung hasil studi dan analisis yang saya dapatkan dari lapangan," kata Purbaya.

Data dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menunjukkan bahwa dari total penindakan kepabeanan dan cukai sepanjang tahun ini sebanyak 15.757 kali dengan nilai Rp 3,9 triliun, sebagian besar didominasi oleh penindakan produksi hasil tembakau ilegal. Hal ini menunjukkan bahwa peredaran rokok ilegal masih menjadi masalah serius yang perlu ditangani secara serius.

Secara keseluruhan, produksi rokok pada periode Januari-Juli 2025 mencapai 171,6 miliar batang. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 1,85% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Jika dirunut sejak tahun 2018 hingga 2025, produksi rokok pada periode Januari-Juli 2025 merupakan yang terendah dalam delapan tahun terakhir, kecuali pada tahun 2023. Penurunan produksi ini mengindikasikan bahwa industri rokok memang sedang mengalami tekanan.

Meskipun produksi rokok mengalami penurunan dan belum ada kenaikan tarif, setoran cukai secara keseluruhan hingga Juli 2025 justru mengalami kenaikan sebesar 9,26% secara tahunan (year-on-year), dengan nilai mencapai Rp 126,85 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah masih mampu mengoptimalkan penerimaan cukai dari industri rokok, meskipun produksi mengalami penurunan.

Penolakan DPR terhadap kenaikan cukai rokok pada tahun 2026 menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Pemerintah perlu mempertimbangkan dengan matang berbagai faktor sebelum mengambil keputusan terkait kebijakan cukai rokok. Di satu sisi, pemerintah perlu mencapai target penerimaan negara. Namun di sisi lain, pemerintah juga perlu menjaga keberlangsungan industri rokok dan melindungi tenaga kerja yang bergantung pada industri ini.

Pemerintah perlu melakukan dialog yang intensif dengan berbagai pihak terkait, termasuk DPR, pelaku industri rokok, dan organisasi masyarakat sipil, untuk mencari solusi yang terbaik bagi semua pihak. Kebijakan cukai rokok yang ideal adalah kebijakan yang dapat meningkatkan penerimaan negara, menjaga keberlangsungan industri rokok, dan melindungi kesehatan masyarakat.

Selain memberantas rokok ilegal, pemerintah juga dapat mempertimbangkan langkah-langkah lain untuk meningkatkan penerimaan cukai tanpa harus menaikkan tarif. Misalnya, pemerintah dapat meningkatkan pengawasan terhadap produksi dan distribusi rokok untuk mencegah kebocoran penerimaan cukai. Pemerintah juga dapat memperluas basis penerimaan cukai dengan mengenakan cukai pada produk-produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik atau vape.

Pemerintah juga perlu mempertimbangkan dampak kenaikan cukai rokok terhadap daya beli masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Kenaikan cukai rokok dapat membebani pengeluaran rumah tangga dan mengurangi konsumsi barang-barang lain. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan cukai rokok tidak memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah.

Kebijakan cukai rokok merupakan kebijakan yang kompleks dan memiliki dampak yang luas. Pemerintah perlu mengambil keputusan yang bijaksana dan mempertimbangkan berbagai faktor sebelum memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok. Dengan dialog yang intensif dan pertimbangan yang matang, pemerintah dapat menemukan solusi yang terbaik bagi semua pihak.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :