Dugaan Jual Beli Alat Medis di RSUDAM, Pasien Bayar Rp8 Juta ke Dokter

  • Maskobus
  • Aug 21, 2025

Bandar Lampung – Dugaan praktik jual beli alat medis yang melibatkan seorang oknum dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdoel Moeloek (RSUDAM) Bandar Lampung mencuat ke permukaan. Keluarga pasien mengungkapkan bahwa mereka diminta untuk membeli alat operasi senilai Rp8 juta melalui transfer ke rekening pribadi dokter yang bersangkutan. Kasus ini menimpa Sandi Saputra (27) dan Nida Usofie (23), orang tua dari bayi berusia dua bulan, Alesha Erina Putri, yang telah dirawat di RSUDAM sejak 9 Juli 2025 karena menderita penyakit Hirschsprung, sebuah kelainan bawaan pada usus besar.

Menurut penuturan Sandi, setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, termasuk rontgen pada 19 Juli 2025, dokter yang menangani Alesha mendiagnosis bahwa bayi tersebut memerlukan tindakan operasi segera. Pada 18 Agustus 2025, Alesha kemudian dirawat inap di ruang kelas III, meskipun secara administratif terdaftar sebagai peserta BPJS kelas II. Sandi menjelaskan bahwa pihak rumah sakit menyatakan bahwa sistem kelas pada ruangan rawat inap sudah tidak berlaku lagi.

Dalam konsultasi dengan dokter berinisial BR, Sandi dan Nida diberikan dua opsi terkait tindakan operasi yang akan dilakukan. Opsi pertama adalah operasi pemotongan usus dengan pembuatan kantung stoma, yang memungkinkan bayi untuk buang air besar melalui kantung stoma. Tindakan ini akan ditanggung oleh BPJS, namun memerlukan beberapa kali operasi. Opsi kedua adalah operasi yang hanya dilakukan satu kali, tetapi memerlukan penggunaan alat medis yang tidak ditanggung oleh BPJS.

"Dokter BR menawarkan dua pilihan. Yang pertama, operasi dengan pembuatan kantung stoma yang ditanggung BPJS, tapi harus beberapa kali operasi. Yang kedua, operasi sekali saja, tapi pakai alat yang tidak ditanggung BPJS," ungkap Sandi.

Dugaan Jual Beli Alat Medis di RSUDAM, Pasien Bayar Rp8 Juta ke Dokter

Keluarga pasien kemudian diminta untuk membeli alat medis tersebut dengan harga Rp8 juta. Hal yang membuat Sandi dan Nida merasa curiga adalah pembayaran tidak dilakukan melalui kasir rumah sakit atau apotek resmi, melainkan melalui transfer ke rekening pribadi dokter BR di Bank Lampung. Sandi mengaku bahwa dokter BR tidak memberikan penjelasan rinci mengenai jenis alat medis yang harus dibeli.

"Awalnya, dokter tidak mau menjelaskan alat apa yang harus dibeli. Setelah kami transfer Rp8 juta, barulah dokter menunjukkan gambar alat yang dimaksud," kata Sandi dengan nada heran.

Kejanggalan lain yang dirasakan oleh Sandi adalah pernyataan dokter BR bahwa alat tersebut memerlukan waktu pemesanan selama 10 hari. Namun, pada kenyataannya, alat tersebut sudah tersedia keesokan harinya. Operasi Alesha akhirnya dilakukan pada 19 Agustus 2025, dimulai pukul 10.00 WIB dan selesai sekitar pukul 14.00 WIB.

Setelah operasi selesai, Sandi dan Nida merasa ragu apakah alat yang telah mereka beli benar-benar digunakan dalam operasi. Mereka melihat kondisi kemasan alat tersebut sudah penyok dan tampak seperti barang yang sudah lama tersimpan. Lebih memprihatinkan lagi, kondisi Alesha justru memburuk setelah menjalani operasi.

Sandi juga menyoroti perubahan sikap dokter BR setelah pembayaran dilakukan. Intensitas komunikasi antara Sandi dan dokter BR menurun drastis. "Waktu nyuruh beli alatnya, dokter sering WA. Tapi setelah kondisi anak memburuk, pesan kami dibalas lama, bahkan baru dijawab keesokan harinya setelah anak kami meninggal," tutur Sandi dengan nada sedih.

Alesha Erina Putri menghembuskan napas terakhirnya dan jenazahnya dimakamkan di Dusun Sinar Baru, Kelurahan Way Urang, Kecamatan Kalianda, pada 20 Agustus 2025.

Nida Usofie, ibu dari Alesha, menyampaikan harapan agar ada penjelasan resmi dan perbaikan pelayanan dari pihak RSUDAM. "Kami kecewa dengan pelayanan dan tindakan dokter. Kami ingin ada itikad baik dari pihak terkait agar tidak ada lagi pasien yang mengalami hal serupa," tegas Nida.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Lampung Geh telah berupaya untuk mendapatkan konfirmasi dari Direktur dan Humas RSUDAM, namun belum mendapatkan tanggapan.

Kasus dugaan jual beli alat medis ini menjadi sorotan karena praktik semacam ini dilarang oleh regulasi yang berlaku. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Rumah Sakit mengatur bahwa pengadaan dan penyediaan alat kesehatan untuk pasien harus dilakukan melalui sistem rumah sakit, bukan oleh tenaga medis secara individu.

Permenkes tersebut secara tegas menyatakan bahwa tenaga medis tidak diperbolehkan mengadakan dan menyediakan alat kesehatan secara pribadi untuk pasien. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa alat kesehatan yang digunakan memenuhi standar yang ditetapkan, terjamin kualitas dan keamanannya, serta terkelola dengan baik oleh pihak rumah sakit.

Praktik jual beli alat medis di luar sistem rumah sakit dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti potensi penggunaan alat yang tidak sesuai standar, tidak terjaminnya keamanan alat, dan bahkan masalah legalitas alat tersebut. Selain itu, praktik ini juga dapat membuka celah bagi tindakan penipuan dan pemerasan terhadap pasien dan keluarga pasien.

Kasus yang dialami oleh Sandi dan Nida menjadi contoh nyata bagaimana praktik jual beli alat medis yang tidak sesuai dengan prosedur dapat merugikan pasien dan keluarga pasien. Selain harus mengeluarkan biaya yang tidak seharusnya, mereka juga merasa kecewa dengan pelayanan yang diberikan dan meragukan kualitas alat yang digunakan.

Penting bagi pihak RSUDAM untuk segera memberikan klarifikasi dan penjelasan terkait kasus ini. Jika terbukti ada pelanggaran, tindakan tegas harus diambil terhadap oknum dokter yang terlibat. Selain itu, RSUDAM juga harus melakukan evaluasi terhadap sistem pengadaan dan penyediaan alat kesehatan untuk memastikan bahwa praktik serupa tidak terulang kembali di masa depan.

Kasus ini juga menjadi momentum bagi pemerintah dan pihak terkait untuk melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap praktik pelayanan kesehatan di rumah sakit. Regulasi yang ada harus ditegakkan dengan tegas dan sanksi yang berat harus diberikan kepada pihak-pihak yang melanggar.

Selain itu, edukasi kepada masyarakat mengenai hak-hak pasien dan prosedur yang benar dalam pengadaan alat kesehatan juga perlu ditingkatkan. Masyarakat harus tahu bahwa mereka berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan sesuai dengan standar yang berlaku. Mereka juga berhak untuk menolak praktik-praktik yang mencurigakan dan melaporkannya kepada pihak yang berwenang.

Kasus dugaan jual beli alat medis di RSUDAM ini harus menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Kualitas pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien harus menjadi prioritas utama. Praktik-praktik yang merugikan pasien dan melanggar regulasi harus diberantas demi mewujudkan sistem pelayanan kesehatan yang bersih, transparan, dan akuntabel.

Transparansi dalam biaya pengobatan dan ketersediaan informasi mengenai alat medis yang digunakan juga merupakan hal yang krusial. Pasien dan keluarga pasien berhak untuk mengetahui secara detail mengenai biaya yang harus mereka tanggung dan jenis alat medis yang digunakan dalam pengobatan mereka. Informasi ini harus disampaikan secara jelas dan mudah dipahami, sehingga pasien dan keluarga pasien dapat membuat keputusan yang tepat.

Selain itu, sistem pengaduan yang efektif juga perlu dibentuk. Pasien dan keluarga pasien harus memiliki saluran yang mudah diakses untuk menyampaikan keluhan dan pengaduan mereka terkait pelayanan kesehatan yang mereka terima. Pengaduan ini harus ditangani dengan cepat dan profesional, serta ditindaklanjuti dengan tindakan perbaikan yang sesuai.

Dengan adanya transparansi, informasi yang jelas, dan sistem pengaduan yang efektif, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pelayanan kesehatan dapat meningkat. Masyarakat akan merasa lebih aman dan nyaman saat mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Kasus ini juga menyoroti pentingnya peran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam menjamin akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. BPJS Kesehatan harus memastikan bahwa seluruh peserta mendapatkan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan hak mereka, termasuk ketersediaan alat medis yang dibutuhkan.

BPJS Kesehatan juga perlu melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap rumah sakit yang bekerja sama dengan mereka. Rumah sakit yang terbukti melakukan praktik-praktik yang merugikan pasien harus diberikan sanksi yang tegas, bahkan dicabut dari daftar rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Dengan adanya pengawasan yang ketat dari BPJS Kesehatan, diharapkan rumah sakit akan lebih berhati-hati dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta BPJS Kesehatan. Mereka akan berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik dan sesuai dengan standar yang berlaku.

Kasus dugaan jual beli alat medis di RSUDAM ini merupakan isu serius yang memerlukan perhatian dari semua pihak. Pemerintah, rumah sakit, tenaga medis, BPJS Kesehatan, dan masyarakat harus bekerja sama untuk mewujudkan sistem pelayanan kesehatan yang bersih, transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan pasien. Hanya dengan kerja sama yang solid, kita dapat memastikan bahwa setiap orang mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau.

Kejadian ini juga menjadi pengingat bagi seluruh tenaga medis untuk selalu menjunjung tinggi etika profesi dan mengutamakan kepentingan pasien di atas segala-galanya. Tenaga medis harus bertindak profesional dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan pasien. Mereka harus selalu memberikan pelayanan yang terbaik dan sesuai dengan standar yang berlaku.

Pemerintah daerah juga memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di daerahnya. Pemerintah daerah harus mengalokasikan anggaran yang cukup untuk sektor kesehatan dan melakukan pengawasan yang ketat terhadap rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Pemerintah daerah juga harus memberikan dukungan kepada tenaga medis dan memastikan bahwa mereka mendapatkan pelatihan dan pengembangan yang berkelanjutan.

Dengan adanya dukungan dari pemerintah daerah, diharapkan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya dapat memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik kepada masyarakat. Masyarakat juga akan merasa lebih terbantu dan terlayani dengan adanya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.

Kasus dugaan jual beli alat medis di RSUDAM ini merupakan tantangan bagi kita semua untuk mewujudkan sistem pelayanan kesehatan yang lebih baik. Mari kita jadikan kasus ini sebagai momentum untuk melakukan perbaikan dan perubahan yang signifikan dalam sistem pelayanan kesehatan kita. Dengan kerja keras dan komitmen yang kuat, kita pasti dapat mewujudkan sistem pelayanan kesehatan yang berkualitas, terjangkau, dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :