Sidang kasus dugaan korupsi investasi fiktif yang menjerat mantan Direktur Utama PT Taspen (Persero), Antonius Nicholas Stephanus Kosasih, terus mengungkap fakta-fakta baru. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (25/8/2025), terungkap bahwa Kosasih diduga melakukan pembelian tiga bidang tanah senilai Rp 4 miliar dengan menggunakan nama mantan pacarnya, Theresia Meila Yunita. Tanah tersebut berlokasi di kawasan Serpong, Tangerang Selatan.
Theresia Meila Yunita, dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan tersebut. Perempuan berusia 37 tahun itu membenarkan bahwa dirinya pernah menjalin hubungan asmara dengan Kosasih pada tahun 2020. Ia juga mengakui bahwa tiga bidang tanah yang dibeli oleh Kosasih diatasnamakan dirinya.
"Kami akan membacakan beberapa identitas tanah, Bu, ya. Tiga bidang tanah, Kelurahan Jelupang, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan. Atas nama Theresia Meila Yunita berdasarkan buku tanah hak milik yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Tangerang Selatan tahun 28 September 2022, dengan harga Rp 4 miliar," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam persidangan.
JPU kemudian merinci identitas masing-masing bidang tanah tersebut. "Dengan perincian seperti berikut. Satu bidang tanah seluas 178 meter persegi, sebagaimana yang tercatat dalam buku tanah hak milik nomor 11181. Satu bidang tanah seluas 122 meter persegi, tercatat dalam buku tanah hak milik nomor 11182. Dan terakhir, adalah satu bidang tanah seluas 174 meter persegi, tercatat dalam buku tanah 1183. Clear and clean yang dibacakan, Ibu kenal objek yang tadi?" tanya JPU kepada Theresia.
Theresia pun membenarkan bahwa ia mengenal objek tanah tersebut. "Itulah objek tadi yang dibelikan oleh Pak Step [Stephanus Kosasih] dengan menggunakan uang Rp 4 miliar diatasnamakan Ibu?" tanya JPU kembali, memastikan. Theresia mengiyakan pertanyaan tersebut.
Selain itu, Theresia juga mengakui bahwa Kosasih sempat meminjam Kartu Tanda Penduduk (KTP) miliknya. Saat itu, Theresia mengaku tidak menanyakan lebih lanjut mengenai keperluan KTP tersebut dipinjam oleh Kosasih.
"Sebelum itu terjadi, apakah pernah KTP Ibu dipinjam?" tanya JPU. "Pernah," jawab Theresia. "Untuk apa katanya?" tanya JPU lagi. "Enggak tahu, dipinjam aja," timpal Theresia. "Ibu enggak nanya?" cecar JPU. "Ya, karena udah dekat, ya, enggak nanya," ucap Theresia.
Meskipun mengetahui namanya digunakan untuk membeli aset tanah tersebut, Theresia mengaku tidak berniat untuk memilikinya. Ia beralasan bahwa aset tersebut berasal dari Kosasih.
"Pertanyaan saya, Ibu kan punya riwayat pekerjaan terkait dengan data pribadi itu. Nah, pertanyaannya, dihubungkan dengan pengalaman Saudara terkait data pribadi. Mengapa seseorang membawa uang tunai sebanyak itu, ada rencana membeli tanah, kemudian Ibu tidak tanyakan hubungan dua peristiwa itu dengan peristiwa meminjam KTP? Itu yang mengganggu kami," cecar JPU, mempertanyakan logika Theresia.
"Karena tidak bersamaan, Pak," jawab Theresia. "Apa yang tidak bersamaan?" tanya JPU. "Waktunya," timpal Theresia.
JPU kemudian mencoba memperjelas kembali. "Iya, maksudnya saya, kan ini pada akhir kan ketahuan nih, bahwa tiga hak milik itu, the end of story, itu kan atas nama Ibu. Pertanyaannya, apakah sedari awal Ibu memang berniat untuk memiliki tanah, tiga bidang tadi, yang berasal dari hartanya Pak Antonius Kosasih?" tanya JPU. "Kenapa bisa tidak?" tanya JPU lagi. "Karena saya enggak tahu tentang tanah itu sebelumnya," timpal Theresia.
Kasus dugaan korupsi investasi fiktif yang menjerat Antonius NS Kosasih ini diduga telah merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp 1 triliun. Kosasih didakwa melakukan perbuatan tersebut bersama-sama dengan Direktur Utama PT Insight Investment Management (IIM), Ekiawan Heri Primaryanto.
"Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu Rp 1 triliun atau setidak-tidaknya sekitar jumlah itu," kata JPU KPK saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (27/5/2025).
Menurut JPU, Kosasih diduga menempatkan investasi pada reksadana I-Next G2 untuk mengeluarkan sukuk ijarah TPS Food II (SIA-ISA 02) dari portofolio PT Taspen, tanpa didukung rekomendasi hasil analisis investasi yang memadai. Selain itu, Kosasih juga diduga merevisi dan menyetujui peraturan tentang kebijakan investasi. Aturan ini dibuat untuk mendukung langkah Kosasih yang akan melepas sukuk SIA-ISA 02 dan menginvestasikannya pada reksadana I-Next G2.
"Bersama-sama dengan Ekiawan Heri Primaryanto yang melakukan pengelolaan investasi reksadana I-Next G2 secara tidak profesional," ucap JPU.
Perbuatan Kosasih dan Ekiawan diduga telah memperkaya sejumlah pihak, termasuk diri mereka sendiri. JPU merinci pihak-pihak yang diduga menerima keuntungan dari perbuatan tersebut, antara lain:
- Kosasih sebesar Rp 28.455.791.623 dan valas sebesar USD 127.037, SGD 283.000, Eur 10 ribu, THB 1.470, Pounds 20, JPY 128.000, HKD 500, KRW 1.262.000;
- Ekiawan Heri Primaryanto sebesar USD 242.390;
- Patar Sitanggang sebesar Rp 200 juta;
- PT IIM sebesar Rp 44.207.902.471;
- PT KB Valbury Sekuritas Indonesia sebesar Rp 2.465.488.054;
- PT Pacific Sekuritas Indonesia sebesar Rp 108 juta;
- PT Sinar Mas Sekuritas sebesar Rp 40 juta;
- PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk sebesar Rp 150 miliar.
Atas perbuatannya tersebut, Kosasih dan Ekiawan didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan dana pensiun yang seharusnya dikelola secara hati-hati dan transparan. Masyarakat berharap agar kasus ini dapat diusut tuntas dan para pelaku dapat dihukum seberat-beratnya sesuai dengan hukum yang berlaku.
Analisis Lebih Dalam:
Kasus ini memunculkan beberapa pertanyaan penting yang perlu dianalisis lebih dalam:
- Motif di balik pembelian tanah dengan nama orang lain: Mengapa Kosasih membeli tanah dengan menggunakan nama pacarnya? Apakah ada upaya untuk menyembunyikan aset atau menghindari pajak? Hal ini perlu didalami lebih lanjut oleh penyidik KPK.
- Peran Theresia Meila Yunita: Sejauh mana Theresia mengetahui atau terlibat dalam pembelian tanah tersebut? Apakah ia hanya "dipinjam" namanya oleh Kosasih, ataukah ada kesepakatan tertentu di antara mereka? Keterangan Theresia sebagai saksi kunci akan sangat penting dalam mengungkap kebenaran kasus ini.
- Pengawasan internal PT Taspen: Bagaimana pengawasan internal di PT Taspen sehingga investasi fiktif senilai Rp 1 triliun bisa terjadi? Apakah ada kelemahan dalam sistem pengawasan yang memungkinkan Kosasih dan Ekiawan melakukan perbuatan tersebut? Perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan internal PT Taspen agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
- Dampak terhadap dana pensiun: Kerugian negara sebesar Rp 1 triliun tentu akan berdampak signifikan terhadap dana pensiun para peserta PT Taspen. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk memulihkan kerugian tersebut dan memastikan bahwa hak-hak para peserta dana pensiun tetap terlindungi.
- Efek jera: Vonis yang adil dan tegas terhadap para pelaku korupsi ini akan memberikan efek jera bagi para pejabat publik lainnya yang berniat melakukan tindakan serupa. Hal ini akan membantu menciptakan pemerintahan yang bersih dan berintegritas.
Perkembangan Kasus:
Hingga saat ini, proses persidangan kasus dugaan korupsi investasi fiktif PT Taspen masih terus berlanjut. KPK terus berupaya mengumpulkan bukti-bukti yang kuat untuk menjerat para pelaku. Selain Kosasih dan Ekiawan, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain yang terlibat dalam kasus ini.
Masyarakat perlu terus mengawal kasus ini agar berjalan transparan dan akuntabel. Keterbukaan informasi dan partisipasi publik akan membantu memastikan bahwa keadilan dapat ditegakkan dalam kasus ini.
Kesimpulan:
Kasus dugaan korupsi investasi fiktif PT Taspen merupakan pengingat pahit tentang pentingnya integritas dan profesionalisme dalam pengelolaan keuangan negara. Pejabat publik harus menjunjung tinggi amanah yang diberikan dan menghindari segala bentuk tindakan korupsi yang dapat merugikan masyarakat. Sistem pengawasan internal yang kuat dan partisipasi publik yang aktif merupakan kunci untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.
Dengan pengungkapan fakta baru mengenai pembelian tanah atas nama mantan pacar, kasus ini semakin kompleks dan menarik untuk diikuti perkembangannya. Masyarakat berharap agar keadilan dapat ditegakkan dan para pelaku dapat dihukum sesuai dengan perbuatannya. Dana pensiun para peserta PT Taspen juga harus dipulihkan agar hak-hak mereka tetap terlindungi.