Eks Presiden Sri Lanka Dilarikan ke RS Sehari Usai Ditahan Terkait Korupsi

  • Maskobus
  • Aug 24, 2025

Mantan Presiden Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, dilarikan ke ruang perawatan intensif di sebuah rumah sakit pemerintah di Kolombo pada hari Sabtu, 23 Agustus, sehari setelah penahanannya terkait tuduhan korupsi. Penahanan Wickremesinghe, yang berusia 76 tahun, merupakan bagian dari kampanye antikorupsi yang digencarkan oleh Presiden Sri Lanka saat ini, Anura Kumara Dissanayake.

Deputi Direktur Nasional Rumah Sakit Kolombo, Rukshan Bellana, menjelaskan bahwa Wickremesinghe mengalami dehidrasi parah yang memerlukan pengawasan medis intensif. "Ia harus diawasi secara ketat dan dirawat untuk dehidrasi akut guna mencegah komplikasi serius," ujar Bellana, seperti dikutip dari kantor berita AFP pada hari Minggu, 24 Agustus. Bellana menambahkan bahwa Wickremesinghe juga menderita diabetes akut dan tekanan darah tinggi saat tiba di rumah sakit. Meskipun kondisi kesehatannya memang sudah rentan, Bellana memastikan bahwa kondisi mantan presiden tersebut saat ini stabil.

Menurut juru bicara penjara, pemindahan Wickremesinghe ke rumah sakit dilakukan karena fasilitas medis di penjara tidak memadai untuk menangani kondisinya. Penahanan dan perawatan medis Wickremesinghe telah memicu berbagai reaksi, termasuk kritik dari pihak oposisi yang menuduh pemerintah takut akan kembalinya Wickremesinghe ke panggung politik.

Nalin Bandara, seorang anggota parlemen dari oposisi utama Samagi Jana Balawegaya (SJB), menyatakan bahwa Wickremesinghe menyerukan persatuan untuk menantang pemerintahan saat ini. "Apa yang dikatakan mantan presiden adalah kita harus berada di panggung yang sama untuk melawan penindasan pemerintah baru," kata Bandara, mengutip pernyataan Wickremesinghe.

Eks Presiden Sri Lanka Dilarikan ke RS Sehari Usai Ditahan Terkait Korupsi

Partai Wickremesinghe, United National Party (UNP), yang hanya memiliki dua kursi di parlemen, juga menuduh pemerintah melakukan kriminalisasi. "Mereka takut ia mungkin kembali berkuasa, dan itulah alasan tindakan ini," kata Sekretaris Jenderal UNP, Thalatha Athukorala, di Kolombo, seperti dikutip dari AFP.

Tuduhan korupsi yang menjerat Wickremesinghe terkait dengan penggunaan dana negara senilai 16,6 juta rupee (sekitar 55 ribu dolar AS) untuk membiayai kunjungan pribadi ke Inggris pada bulan September 2023. Kunjungan tersebut dilakukan saat perjalanan pulang dari KTT G77 di Havana dan Sidang Majelis Umum PBB di New York. Kunjungan dua hari ke Inggris tersebut disebut-sebut untuk menghadiri penganugerahan gelar profesor kehormatan kepada istrinya, Maithree, di Universitas Wolverhampton.

Jika terbukti bersalah, Wickremesinghe terancam hukuman penjara maksimal 20 tahun serta denda hingga tiga kali lipat dari jumlah dana yang disalahgunakan. Namun, Wickremesinghe membantah tuduhan tersebut, dengan menegaskan bahwa biaya perjalanan istrinya ditanggung secara pribadi.

Ranil Wickremesinghe memiliki karir politik yang panjang dan berliku di Sri Lanka. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Sri Lanka sebanyak enam kali, dan kemudian menjadi Presiden pada Juli 2022 menggantikan Gotabaya Rajapaksa yang mengundurkan diri setelah gelombang protes besar akibat krisis ekonomi yang melanda negara tersebut. Wickremesinghe kalah dalam pemilihan presiden September 2024 dari Anura Kumara Dissanayake, namun ia tetap aktif dalam politik meskipun tanpa jabatan resmi.

Penahanan Wickremesinghe dan tuduhan korupsi yang dihadapinya merupakan babak baru dalam politik Sri Lanka, yang telah lama dilanda korupsi dan ketidakstabilan politik. Kampanye antikorupsi yang digencarkan oleh Presiden Dissanayake bertujuan untuk membersihkan pemerintahan dan memulihkan kepercayaan publik, namun langkah ini juga menimbulkan kontroversi dan tuduhan motivasi politik.

Kasus Wickremesinghe menjadi sorotan karena implikasinya terhadap lanskap politik Sri Lanka. Sebagai mantan presiden dan tokoh politik yang berpengaruh, penahanannya dapat memicu ketegangan politik dan polarisasi di negara tersebut. Pihak oposisi menuduh pemerintah menggunakan penahanan Wickremesinghe sebagai alat untuk membungkam kritik dan menghalangi kembalinya Wickremesinghe ke panggung politik.

Namun, pemerintah berpendapat bahwa penahanan Wickremesinghe merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk memberantas korupsi dan menegakkan supremasi hukum. Pemerintah berjanji untuk menyelidiki semua tuduhan korupsi secara menyeluruh dan membawa para pelaku ke pengadilan, tanpa memandang status atau afiliasi politik mereka.

Kasus Wickremesinghe juga menyoroti masalah korupsi yang endemik di Sri Lanka. Korupsi telah lama menjadi masalah yang merusak pemerintahan, menghambat pembangunan ekonomi, dan merongrong kepercayaan publik. Upaya untuk memberantas korupsi seringkali terhambat oleh kurangnya kemauan politik, impunitas, dan sistem hukum yang lemah.

Pemerintah Dissanayake telah berjanji untuk mengambil tindakan tegas terhadap korupsi dan menerapkan reformasi untuk memperkuat tata pemerintahan dan akuntabilitas. Namun, pemerintah menghadapi tantangan yang signifikan dalam upayanya untuk memberantas korupsi, termasuk perlawanan dari kelompok-kelompok yang berkepentingan, kurangnya sumber daya, dan budaya impunitas yang mendalam.

Kasus Wickremesinghe juga menyoroti pentingnya supremasi hukum dan proses hukum yang adil. Semua terdakwa, termasuk mantan presiden, berhak untuk diperlakukan secara adil dan memiliki kesempatan untuk membela diri di pengadilan. Pemerintah harus memastikan bahwa proses hukum dihormati dan bahwa semua orang diperlakukan sama di hadapan hukum.

Penahanan Wickremesinghe dan tuduhan korupsi yang dihadapinya merupakan ujian bagi sistem hukum dan tata pemerintahan di Sri Lanka. Kasus ini akan diawasi dengan ketat oleh publik dan komunitas internasional, dan hasilnya akan memiliki implikasi yang signifikan bagi masa depan politik dan ekonomi Sri Lanka.

Selain tuduhan korupsi, penahanan Wickremesinghe juga terjadi di tengah meningkatnya ketegangan politik dan ekonomi di Sri Lanka. Negara ini masih bergulat dengan dampak krisis ekonomi yang parah yang menyebabkan protes massal dan ketidakstabilan politik pada tahun 2022. Pemerintah menghadapi tantangan yang signifikan dalam upayanya untuk memulihkan ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan standar hidup.

Penahanan Wickremesinghe dapat memperburuk ketegangan politik dan mempersulit upaya pemerintah untuk mengatasi tantangan ekonomi. Pihak oposisi dapat menggunakan penahanan Wickremesinghe sebagai alasan untuk memobilisasi dukungan dan melancarkan protes terhadap pemerintah. Hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan politik dan kekerasan lebih lanjut, yang akan merugikan ekonomi dan masyarakat Sri Lanka.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menangani kasus Wickremesinghe dengan hati-hati dan transparan. Pemerintah harus memastikan bahwa proses hukum dihormati dan bahwa Wickremesinghe diperlakukan secara adil. Pemerintah juga harus melibatkan pihak oposisi dan masyarakat sipil dalam dialog untuk meredakan ketegangan politik dan membangun kepercayaan.

Komunitas internasional juga memiliki peran untuk dimainkan dalam mendukung Sri Lanka dalam upayanya untuk memberantas korupsi dan memperkuat tata pemerintahan. Negara-negara donor dapat memberikan bantuan teknis dan keuangan untuk membantu Sri Lanka memperkuat sistem hukumnya, meningkatkan akuntabilitas, dan mempromosikan transparansi. Komunitas internasional juga dapat menggunakan pengaruhnya untuk mendesak pemerintah Sri Lanka untuk menghormati supremasi hukum dan melindungi hak asasi manusia.

Kasus Wickremesinghe merupakan pengingat bahwa korupsi merupakan masalah global yang merusak negara-negara di seluruh dunia. Pemberantasan korupsi membutuhkan upaya bersama dari pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, dan komunitas internasional. Dengan bekerja sama, kita dapat menciptakan dunia yang lebih adil, transparan, dan akuntabel.

Sebagai kesimpulan, penahanan mantan Presiden Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, dan tuduhan korupsi yang dihadapinya merupakan perkembangan yang signifikan dalam politik Sri Lanka. Kasus ini menyoroti masalah korupsi yang endemik di negara tersebut dan tantangan yang dihadapi pemerintah dalam upayanya untuk memberantas korupsi dan memperkuat tata pemerintahan. Kasus ini juga menyoroti pentingnya supremasi hukum dan proses hukum yang adil. Pemerintah harus menangani kasus Wickremesinghe dengan hati-hati dan transparan, dan komunitas internasional harus memberikan dukungan untuk membantu Sri Lanka dalam upayanya untuk memberantas korupsi dan membangun masyarakat yang lebih adil dan akuntabel. Hasil dari kasus ini akan memiliki implikasi yang signifikan bagi masa depan politik dan ekonomi Sri Lanka.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :