Elon Musk, pemilik X (dulu Twitter) dan pendiri Tesla, ternyata pernah mendekati Mark Zuckerberg, CEO Meta (induk perusahaan Facebook, Instagram, dan WhatsApp), untuk meminta bantuan dalam upaya ambisiusnya mengakuisisi OpenAI, perusahaan di balik chatbot AI populer ChatGPT. Nilai akuisisi yang diajukan Musk sangat fantastis, mencapai USD 97,4 miliar. Namun, ajakan ini ditolak mentah-mentah oleh Zuckerberg, menambah panjang daftar penolakan yang diterima Musk dalam upayanya mengendalikan perkembangan kecerdasan buatan.
Informasi ini terungkap dalam dokumen pengadilan yang diajukan oleh OpenAI sebagai bagian dari kasus hukum yang sedang berlangsung antara mereka dan Elon Musk. Kasus ini berakar pada perselisihan mengenai arah bisnis OpenAI, yang dulunya didirikan sebagai organisasi nirlaba namun kemudian bertransformasi menjadi perusahaan dengan model bisnis for-profit. OpenAI mengklaim bahwa Musk telah secara aktif berkomunikasi dengan Zuckerberg mengenai potensi pembiayaan atau investasi terkait dengan tawaran akuisisi tersebut.
Dalam dokumen tersebut, OpenAI menyatakan bahwa Musk telah mengungkapkan komunikasinya dengan Zuckerberg selama interogasi di bawah sumpah. OpenAI kemudian meminta hakim untuk memerintahkan Meta agar menyerahkan semua dokumen dan komunikasi yang relevan terkait dengan tawaran akuisisi OpenAI tersebut. Permintaan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang motivasi di balik tawaran Musk dan sejauh mana Meta mempertimbangkan untuk terlibat dalam akuisisi tersebut.
"Komunikasi Meta dengan penawar lain, atau komunikasi internal, termasuk yang mencerminkan diskusi dengan Musk dan penawar lainnya, juga akan menjelaskan motivasi di balik tawaran tersebut," tulis OpenAI dalam dokumen pengadilan, seperti dikutip dari Reuters pada Jumat (22/8/2025). Pernyataan ini mengindikasikan bahwa OpenAI mencurigai adanya komunikasi lain antara Meta dan pihak-pihak yang mungkin tertarik untuk mengakuisisi OpenAI, dan bahwa informasi tersebut dapat memberikan wawasan penting tentang dinamika di balik upaya akuisisi tersebut.
Menanggapi permintaan OpenAI, Meta berpendapat bahwa OpenAI seharusnya meminta dokumen yang relevan langsung dari Musk dan perusahaan AI-nya, xAI. Meta meminta hakim untuk menolak permintaan OpenAI, dengan alasan bahwa permintaan tersebut terlalu luas dan membebani. Meta juga berargumen bahwa informasi yang dicari oleh OpenAI dapat diperoleh dari sumber lain, dan bahwa permintaan tersebut tidak proporsional dengan nilai informasi yang mungkin diperoleh.
Kasus hukum antara Elon Musk dan OpenAI bermula ketika Sam Altman, CEO dan salah satu pendiri OpenAI, memutuskan untuk mengubah model bisnis perusahaan dari nirlaba menjadi for-profit. Keputusan ini memicu ketidaksepakatan yang mendalam dengan Musk, yang ikut mendirikan OpenAI bersama Altman pada tahun 2015. Musk berpendapat bahwa perubahan model bisnis tersebut merupakan pelanggaran terhadap perjanjian awal dan prinsip-prinsip yang mendasari pendirian OpenAI.
Musk kemudian menggugat OpenAI dengan tuduhan pelanggaran kontrak dan mencoba menghentikan OpenAI agar tidak berubah menjadi perusahaan for-profit. Dalam gugatannya, Musk menuduh bahwa OpenAI telah meninggalkan misinya untuk mengembangkan kecerdasan buatan demi kepentingan umat manusia dan malah mengejar keuntungan komersial. Musk juga mengklaim bahwa OpenAI telah menjadi "anak perusahaan de facto" dari Microsoft, yang telah berinvestasi miliaran dolar di perusahaan tersebut.
OpenAI menanggapi gugatan Musk dengan gugatan balik, menuduh Musk telah melakukan "tawaran palsu" yang merugikan bisnis mereka. OpenAI juga menuduh Musk telah melakukan pelecehan melalui tindakan hukum dan serangan di media sosial dan pers. OpenAI berpendapat bahwa Musk mencoba untuk merusak reputasi mereka dan menghalangi mereka untuk bersaing dengan perusahaan AI-nya sendiri, xAI.
Baru-baru ini, Hakim Yvonne Gonzales Rogers memutuskan bahwa Musk harus menghadapi gugatan balik OpenAI. Keputusan ini membuka jalan bagi OpenAI untuk melanjutkan gugatan mereka terhadap Musk dan untuk membuktikan klaim mereka tentang "tawaran palsu" dan pelecehan. Kasus ini diperkirakan akan berlanjut selama berbulan-bulan, dan hasilnya akan memiliki implikasi yang signifikan bagi masa depan OpenAI dan industri kecerdasan buatan secara keseluruhan.
Upaya Musk untuk mengakuisisi OpenAI dan perselisihan hukum yang menyusul mencerminkan kekhawatiran mendalam tentang potensi dampak kecerdasan buatan terhadap masyarakat. Musk telah lama menjadi suara yang vokal tentang bahaya AI, dan dia percaya bahwa penting untuk mengendalikan perkembangan teknologi ini untuk memastikan bahwa teknologi ini digunakan untuk kebaikan umat manusia.
Namun, pendekatan Musk terhadap masalah ini telah dikritik oleh beberapa pihak, yang berpendapat bahwa dia mencoba untuk memonopoli perkembangan AI dan bahwa dia tidak memiliki kepentingan terbaik umat manusia. Yang lain berpendapat bahwa kekhawatiran Musk dibenarkan dan bahwa perlu ada pengawasan yang lebih besar terhadap pengembangan dan penerapan AI.
Penolakan Zuckerberg terhadap ajakan Musk untuk berinvestasi di OpenAI menunjukkan bahwa bahkan para pemimpin teknologi terbesar pun tidak selalu setuju tentang arah yang harus diambil dalam pengembangan AI. Zuckerberg telah lama menjadi pendukung AI, dan dia percaya bahwa teknologi ini memiliki potensi untuk memecahkan beberapa masalah terbesar di dunia. Namun, dia juga mengakui bahwa AI dapat disalahgunakan dan bahwa penting untuk mengembangkan teknologi ini secara bertanggung jawab.
Kasus hukum antara Musk dan OpenAI dan penolakan Zuckerberg terhadap ajakan Musk menyoroti kompleksitas dan tantangan yang terkait dengan pengembangan dan penerapan AI. Seiring dengan semakin kuatnya AI, penting untuk memiliki diskusi yang terbuka dan jujur tentang potensi manfaat dan risikonya. Kita juga perlu memastikan bahwa AI dikembangkan dan digunakan secara bertanggung jawab dan bahwa teknologi ini digunakan untuk kebaikan umat manusia.
Upaya Musk untuk membeli OpenAI mungkin didorong oleh beberapa faktor. Pertama, Musk mungkin percaya bahwa dia dapat mengarahkan perusahaan ke arah yang lebih sesuai dengan visinya tentang AI yang aman dan bermanfaat. Kedua, Musk mungkin ingin mendapatkan kendali atas teknologi ChatGPT, yang telah menjadi sangat populer dan memiliki potensi besar untuk aplikasi komersial. Ketiga, Musk mungkin ingin mencegah OpenAI menjadi terlalu kuat dan mendominasi pasar AI.
Apapun motivasi Musk, penolakan Zuckerberg terhadap ajakannya merupakan pukulan telak bagi upayanya untuk mengakuisisi OpenAI. Tanpa dukungan dari Meta, Musk akan menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mengumpulkan dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kesepakatan tersebut. Selain itu, penolakan Zuckerberg dapat menandakan bahwa pemimpin teknologi lainnya juga enggan untuk berinvestasi di OpenAI di bawah kendali Musk.
Masa depan OpenAI dan industri AI secara keseluruhan masih belum pasti. Namun, satu hal yang pasti: kasus hukum antara Musk dan OpenAI dan penolakan Zuckerberg terhadap ajakan Musk akan memiliki implikasi yang signifikan bagi perkembangan dan penerapan teknologi ini di tahun-tahun mendatang.