Evaluasi proyek Kilang Tuban terus bergulir, dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengonfirmasi bahwa sejumlah perusahaan, selain Rosneft, menyatakan minatnya untuk berpartisipasi dalam proyek strategis tersebut. Proyek Grass Root Refinery (GRR) Tuban, yang diharapkan menjadi salah satu pilar penting dalam memperkuat ketahanan energi nasional, saat ini masih dalam tahap evaluasi mendalam.
"Kita evaluasi dulu ya. Karena banyak yang mau masuk, Rosneft-nya masih tetap untuk bisa kepemilikannya disitu," ungkap Dirjen Migas Kementerian ESDM, La Ode Sulaiman, saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa meskipun Rosneft, perusahaan migas asal Rusia, masih menjadi bagian dari proyek, terbuka peluang bagi perusahaan lain untuk terlibat dalam pengembangan kilang tersebut.
Namun, La Ode enggan mengungkapkan identitas perusahaan-perusahaan yang berminat. Ia menekankan perlunya analisis komprehensif terhadap setiap calon investor, mengingat perjanjian yang telah terjalin dengan Rosneft masih berlaku. "Kalau selain (Rosneft) sana banyak yang mau, tapi kita kan harus analisis dulu. Karena kan perjanjiannya sama Rosneft masih berlaku," tegasnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa Rosneft tengah melakukan evaluasi ulang terhadap rencana investasi pembangunan kilang minyak di Tuban. Evaluasi ini dipicu oleh perhitungan ulang antara investasi yang dibutuhkan dan potensi nilai ekonomis proyek. "Nah, sekarang kenapa (kilang Tuban) belum jalan? Setelah dihitung kembali antara investasi dan nilai ekonominya, belum pas. Bahasa ekonominya itu tidak boleh saya sebutkan, tapi belum pas aja. Belum cocok," jelas Bahlil dalam acara Geopolitical Forum 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat.
Bahlil juga menyinggung besarnya nilai investasi proyek GRR Tuban, yang mencapai sekitar USD 24 miliar atau setara dengan Rp 392,47 triliun (dengan kurs Rp 16.353 per dolar AS). Proyek ini membutuhkan lahan seluas lebih dari 800 hektare. Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada kemajuan signifikan karena perhitungan keekonomian proyek masih terus dievaluasi.
PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) menegaskan bahwa proyek GRR Tuban tetap berjalan dengan skema joint venture (JV) bersama Rosneft. Kemitraan ini telah diresmikan sejak November 2017 dengan pembentukan perusahaan patungan bernama PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP). Dalam struktur kepemilikan saham, Pertamina memegang 55 persen saham, sementara Rosneft memiliki 45 persen sisanya.
Presiden Rusia Vladimir Putin bahkan menyoroti kerja sama strategis antara Rosneft dan Pertamina dalam proyek pembangunan kilang dan fasilitas petrokimia di Jawa Timur ini. Menurutnya, hal ini merupakan bukti konkret semakin eratnya hubungan ekonomi Indonesia-Rusia di sektor energi. "Perusahaan Rosneft dan perusahaan Pertamina melaksanakan proyek bersama membangun kilang minyak dan kompleks Petrokimia," kata Putin usai bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Konstantinovaky, St Petersburg.
Analisis Mendalam Proyek Kilang Tuban
Proyek Kilang Tuban merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang memiliki peran krusial dalam mewujudkan kemandirian energi Indonesia. Kilang ini dirancang untuk memiliki kapasitas pengolahan minyak mentah sebesar 300.000 barel per hari dan menghasilkan berbagai produk petrokimia bernilai tinggi, seperti ethylene dan propylene. Keberadaan kilang ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor bahan bakar minyak (BBM) dan produk petrokimia, sekaligus meningkatkan nilai tambah sumber daya alam.
Namun, perjalanan proyek ini tidaklah mulus. Sejak awal, proyek Kilang Tuban menghadapi berbagai tantangan, mulai dari pembebasan lahan, perizinan, hingga masalah pendanaan dan keekonomian proyek. Keterlibatan Rosneft sebagai mitra strategis diharapkan dapat mengatasi sebagian tantangan tersebut, terutama dalam hal pendanaan dan teknologi.
Evaluasi ulang yang tengah dilakukan oleh Rosneft menunjukkan bahwa kondisi pasar energi global dan dinamika ekonomi makro telah memengaruhi perhitungan keekonomian proyek. Harga minyak mentah yang fluktuatif, perubahan permintaan produk petrokimia, dan peningkatan biaya konstruksi dapat memengaruhi kelayakan investasi proyek.
Minat sejumlah perusahaan lain untuk berpartisipasi dalam proyek ini memberikan harapan baru. Keterlibatan lebih banyak investor dapat meningkatkan daya saing proyek, mempercepat realisasi, dan mengurangi risiko yang ditanggung oleh masing-masing pihak. Namun, proses seleksi investor baru harus dilakukan secara cermat dan transparan, dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti kemampuan finansial, teknologi, pengalaman, dan komitmen terhadap keberlanjutan.
Implikasi Strategis Proyek Kilang Tuban
Keberhasilan proyek Kilang Tuban memiliki implikasi strategis yang signifikan bagi Indonesia. Selain meningkatkan ketahanan energi dan mengurangi ketergantungan pada impor, kilang ini juga dapat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan daerah, dan mendorong pengembangan industri petrokimia di dalam negeri.
Kilang Tuban juga dapat menjadi pusat pengembangan teknologi pengolahan minyak dan petrokimia yang modern dan ramah lingkungan. Dengan mengadopsi teknologi terkini, kilang ini dapat menghasilkan produk-produk berkualitas tinggi dengan emisi yang rendah, sehingga mendukung upaya pemerintah dalam mengurangi dampak perubahan iklim.
Selain itu, keberadaan Kilang Tuban dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain penting dalam rantai pasok energi global. Dengan memiliki kapasitas pengolahan minyak yang besar dan menghasilkan berbagai produk petrokimia bernilai tinggi, Indonesia dapat menjadi mitra yang lebih menarik bagi negara-negara lain dalam kerja sama perdagangan dan investasi di sektor energi.
Tantangan dan Peluang di Masa Depan
Meskipun memiliki potensi besar, proyek Kilang Tuban juga menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Salah satu tantangan utama adalah memastikan ketersediaan pasokan minyak mentah yang berkelanjutan dengan harga yang kompetitif. Indonesia perlu menjalin kerja sama dengan negara-negara produsen minyak untuk mengamankan pasokan minyak mentah bagi kilang Tuban.
Tantangan lainnya adalah mengelola dampak lingkungan dan sosial dari proyek ini. Pembangunan kilang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, seperti pencemaran udara dan air, serta gangguan terhadap ekosistem lokal. Oleh karena itu, pengelola proyek perlu menerapkan standar lingkungan yang ketat dan melibatkan masyarakat setempat dalam proses pengambilan keputusan.
Namun, di balik tantangan tersebut, terdapat peluang besar bagi pengembangan proyek Kilang Tuban. Dengan memanfaatkan teknologi digital dan menerapkan prinsip-prinsip industri 4.0, kilang ini dapat meningkatkan efisiensi operasional, mengurangi biaya produksi, dan menghasilkan produk-produk yang lebih inovatif.
Selain itu, kilang Tuban dapat menjadi platform untuk pengembangan energi bersih dan terbarukan. Dengan mengintegrasikan sumber-sumber energi terbarukan, seperti tenaga surya dan tenaga angin, ke dalam sistem energi kilang, Indonesia dapat mengurangi emisi karbon dan menciptakan energi yang lebih berkelanjutan.
Kesimpulan
Proyek Kilang Tuban merupakan proyek strategis yang memiliki peran penting dalam mewujudkan kemandirian energi Indonesia. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, proyek ini tetap memiliki potensi besar untuk memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan yang signifikan bagi negara.
Evaluasi yang tengah berlangsung dan minat sejumlah perusahaan lain untuk berpartisipasi dalam proyek ini menunjukkan bahwa masih ada harapan untuk merealisasikan proyek Kilang Tuban. Dengan dukungan dari pemerintah, investor, dan masyarakat, proyek ini dapat menjadi simbol keberhasilan Indonesia dalam membangun infrastruktur energi yang modern, efisien, dan berkelanjutan.
Ke depan, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mempercepat realisasi proyek Kilang Tuban, antara lain:
- Mempermudah proses perizinan dan regulasi: Pemerintah perlu menyederhanakan proses perizinan dan regulasi yang terkait dengan proyek Kilang Tuban, sehingga investor tidak terbebani oleh birokrasi yang rumit dan memakan waktu.
- Memberikan insentif fiskal dan non-fiskal: Pemerintah dapat memberikan insentif fiskal dan non-fiskal kepada investor yang terlibat dalam proyek Kilang Tuban, seperti pembebasan pajak, pengurangan tarif bea masuk, dan kemudahan akses terhadap lahan dan infrastruktur.
- Meningkatkan koordinasi antar instansi pemerintah: Pemerintah perlu meningkatkan koordinasi antar instansi pemerintah yang terkait dengan proyek Kilang Tuban, sehingga tidak terjadi tumpang tindih kebijakan dan konflik kepentingan.
- Melibatkan masyarakat setempat dalam proses pengambilan keputusan: Pemerintah perlu melibatkan masyarakat setempat dalam proses pengambilan keputusan yang terkait dengan proyek Kilang Tuban, sehingga proyek ini dapat diterima dan didukung oleh masyarakat.
- Menerapkan standar lingkungan yang ketat: Pemerintah perlu menerapkan standar lingkungan yang ketat dalam pembangunan dan operasional Kilang Tuban, sehingga proyek ini tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan proyek Kilang Tuban dapat segera terealisasi dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.