Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menyoroti polemik royalti musik yang tengah hangat diperbincangkan di kalangan musisi, pelaku industri, dan masyarakat luas. Menurutnya, diperlukan penataan sistem royalti yang komprehensif dan adil, sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi para pencipta lagu, penyanyi, label rekaman, dan pihak-pihak terkait lainnya, sekaligus tetap memberikan kemudahan bagi pengguna karya musik.
Fadli Zon menyampaikan pandangannya usai menghadiri upacara penurunan bendera Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Minggu (18/8). Ia menekankan pentingnya mencari titik keseimbangan yang pas dalam penerapan sistem royalti musik, sehingga semua pihak dapat merasakan manfaatnya.
"Saya kira memang perlu ada satu penataan yang bisa membuat semua pihak itu win-win, karena bagaimanapun ada hak-hak dari para pencipta lagu, penyanyi, label, dan lainnya. Termasuk manfaat bagi pengguna, tetapi harusnya nanti akan menemukan satu titik keseimbangan yang pas kalau kita sudah duduk bersama," ujarnya.
Fadli Zon menegaskan bahwa Kementerian Kebudayaan telah melakukan kajian mendalam terkait polemik royalti musik ini. Namun, ia menyadari bahwa permasalahan ini tidak dapat diselesaikan hanya oleh satu kementerian saja, melainkan membutuhkan koordinasi lintas sektor dengan kementerian dan lembaga terkait lainnya.
"Ya, pasti kita sudah kaji, tetapi memang karena ini persoalan terkait dengan hak intelektual. Jadi kita harus lintas kementerian dan lembaga, terutama dengan Kementerian Hukum dan HAM, serta kementerian lain," jelasnya.
Lebih lanjut, Fadli Zon menilai bahwa sudah saatnya dilakukan revisi terhadap Undang-Undang Hak Cipta, mengingat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat, termasuk di dunia digital. Revisi ini diperlukan untuk mengadaptasi regulasi dengan perkembangan zaman, sehingga hak-hak para pencipta lagu dan pelaku industri musik dapat terlindungi dengan lebih baik.
"[Revisi Undang-undang hak cipta] Ya, saya rasa memang sudah waktunya. Perlu ada revisi tersebut karena kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi, termasuk dunia digital, perlu suatu adaptasi dengan regulasi atau aturan yang ada. Oleh karenanya, memang kita perlu ada revisi tersebut," tandasnya.
Polemik Royalti Musik Mencuat, UU Hak Cipta Jadi Sorotan
Polemik mengenai pembayaran royalti dalam Undang-Undang Hak Cipta menjadi perbincangan hangat di kalangan publik setelah mencuatnya kasus antara pencipta lagu Ari Bias dan penyanyi Agnes Mo pada Februari 2025. Kasus ini memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama para pelaku usaha di bidang hiburan dan penyedia layanan publik, terkait kewajiban pembayaran royalti atas pemutaran atau pertunjukan karya musik.
Sejumlah pihak mengaku khawatir untuk memutar atau menyanyikan lagu karena adanya kewajiban royalti tersebut. Aturan pembayaran royalti ini juga digugat di Mahkamah Konstitusi (MK) oleh sejumlah musisi Indonesia yang meminta kepastian hukum yang tegas mengenai pembayaran royalti atas karya mereka yang dibawakan oleh orang lain.
Saat ini, pihak kafe, restoran, hingga pengamen pun telah bersuara soal polemik royalti ini. Mereka khawatir akan ditagih royalti secara tiba-tiba oleh pencipta lagu. Bahkan, pemutaran lagu-lagu nasional seperti Indonesia Raya pun turut menjadi perhatian dalam polemik ini.
Perlunya Penataan Sistem Royalti yang Transparan dan Akuntabel
Polemik royalti musik yang terjadi saat ini menunjukkan adanya permasalahan mendasar dalam sistem pengelolaan royalti di Indonesia. Sistem yang ada dinilai belum transparan, akuntabel, dan belum mampu mengakomodasi kepentingan semua pihak secara adil.
Oleh karena itu, diperlukan penataan sistem royalti musik yang komprehensif dan melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), pencipta lagu, penyanyi, label rekaman, pengguna karya musik, dan masyarakat luas.
Penataan sistem royalti musik ini harus mencakup beberapa aspek penting, antara lain:
- Penyederhanaan Sistem Perizinan dan Pembayaran Royalti: Sistem perizinan dan pembayaran royalti yang rumit dan berbelit-belit harus disederhanakan agar memudahkan pengguna karya musik dalam memenuhi kewajibannya.
- Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas LMKN: LMKN sebagai lembaga yang berwenang mengelola royalti musik harus meningkatkan transparansi dan akuntabilitasnya dalam pengelolaan dana royalti. Informasi mengenai penerimaan, pengeluaran, dan distribusi royalti harus dapat diakses oleh publik secara mudah.
- Penegakan Hukum yang Efektif: Penegakan hukum terhadap pelanggaran hak cipta musik harus dilakukan secara tegas dan efektif untuk memberikan efek jera bagi para pelanggar.
- Peningkatan Kesadaran Masyarakat tentang Hak Cipta Musik: Edukasi dan sosialisasi mengenai hak cipta musik perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menghargai karya cipta dan memenuhi kewajiban pembayaran royalti.
- Pengembangan Teknologi Informasi untuk Pengelolaan Royalti: Pemanfaatan teknologi informasi dapat membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan royalti musik, seperti sistem pelacakan penggunaan karya musik secara otomatis dan sistem pembayaran royalti secara online.
Revisi UU Hak Cipta: Momentum untuk Perbaikan Sistem Royalti
Rencana revisi Undang-Undang Hak Cipta menjadi momentum yang tepat untuk melakukan perbaikan mendasar terhadap sistem royalti musik di Indonesia. Revisi UU Hak Cipta harus dapat menjawab tantangan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, serta mengakomodasi kepentingan semua pihak secara adil.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam revisi UU Hak Cipta terkait royalti musik antara lain:
- Definisi yang Jelas tentang Penggunaan Komersial dan Non-Komersial: UU Hak Cipta harus memberikan definisi yang jelas tentang penggunaan komersial dan non-komersial karya musik, sehingga tidak menimbulkan kerancuan dalam penerapan kewajiban pembayaran royalti.
- Penetapan Tarif Royalti yang Adil dan Proporsional: Tarif royalti yang ditetapkan harus adil dan proporsional, dengan mempertimbangkan jenis penggunaan karya musik, skala usaha pengguna, dan kemampuan ekonomi masyarakat.
- Penguatan Peran dan Fungsi LMKN: Peran dan fungsi LMKN perlu diperkuat sebagai lembaga yang berwenang mengelola royalti musik, dengan tetap mengedepankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme.
- Peningkatan Perlindungan Hak Cipta di Era Digital: UU Hak Cipta harus memberikan perlindungan yang lebih kuat terhadap hak cipta musik di era digital, termasuk mengatasi pembajakan dan pelanggaran hak cipta secara online.
- Penyelesaian Sengketa Royalti yang Efektif: UU Hak Cipta harus menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa royalti yang efektif dan efisien, sehingga sengketa dapat diselesaikan secara adil dan cepat.
Dengan penataan sistem royalti musik yang komprehensif dan revisi UU Hak Cipta yang tepat, diharapkan polemik royalti musik dapat diatasi dan memberikan manfaat yang optimal bagi semua pihak, sehingga industri musik Indonesia dapat terus berkembang dan berkontribusi positif bagi perekonomian dan kebudayaan bangsa.