Fakta Baru di Kasus Bocah Disiksa dan Ditelantarkan di Pasar Kebayoran Lama

  • Maskobus
  • Sep 13, 2025

Kasus penelantaran dan penyiksaan seorang bocah perempuan berusia 7 tahun yang ditemukan di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, pada 11 Juni 2025 lalu, memasuki babak baru. Bocah malang itu ditemukan dalam kondisi memprihatinkan, dengan tubuh kurus, rambut acak-acakan, serta luka dan lebam di sekujur tubuhnya. Penemuan ini sontak menggemparkan publik dan memicu investigasi mendalam oleh pihak kepolisian.

Awalnya, bocah tersebut mengaku dibawa oleh "Ayah Juna" dari Stasiun Pasar Turi, Surabaya, sebelum akhirnya ditinggalkan di pasar tersebut. Informasi ini menjadi petunjuk awal bagi pihak kepolisian untuk melakukan penyelidikan.

Setelah melalui serangkaian penyelidikan intensif, polisi akhirnya berhasil menangkap dua orang yang diduga bertanggung jawab atas penelantaran dan penyiksaan tersebut. Penangkapan dilakukan di sebuah indekos di Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, pada Minggu, 7 September 2025.

Dua tersangka yang berhasil diamankan adalah Eni Fitriyah alias Ayah Juna (40 tahun) dan Siti Nur Khaukah (42 tahun). Keduanya diduga kuat telah melakukan tindak kekerasan fisik dan penelantaran terhadap korban.

Fakta Baru di Kasus Bocah Disiksa dan Ditelantarkan di Pasar Kebayoran Lama

Kasatreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, AKP M. Prasetyo, menjelaskan bahwa penangkapan kedua pelaku bermula dari informasi yang diperoleh dari korban. Korban sempat menyebutkan bahwa dirinya pernah bersekolah di TK Masyitoh. Berbekal informasi ini, polisi mendatangi sekolah tersebut dan berhasil mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai identitas korban.

"Dari sekolah TK Masyitoh kami mendapatkan keterangan dari guru tentang identitas korban," ujar AKP M. Prasetyo.

Setelah mendapatkan identitas korban, polisi kemudian melakukan penelusuran data ke KAI (Kereta Api Indonesia). Dari data tersebut, diketahui bahwa korban berangkat dari Surabaya menuju Jakarta bersama Eni Fitriyah pada tanggal 10 Juni 2025. Informasi ini semakin memperkuat dugaan keterlibatan Eni Fitriyah dalam kasus ini.

"Kemudian kami cek identitas korban ke KAI, bahwa benar korban berangkat ke Jakarta dari Stasiun Surabaya bersama pelaku Eni Fitriyah," lanjut AKP M. Prasetyo.

Berbekal informasi yang cukup, polisi kemudian melakukan pengejaran dan berhasil menangkap kedua pelaku di sebuah indekos di wilayah Sidoarjo.

Identitas "Ayah Juna" Terungkap: Seorang Wanita Bernama Eni Fitriyah

Salah satu fakta yang cukup mengejutkan dalam kasus ini adalah terungkapnya identitas "Ayah Juna" yang selama ini disebut-sebut oleh korban. Ternyata, "Ayah Juna" bukanlah seorang pria, melainkan seorang wanita bernama Eni Fitriyah.

Eni Fitriyah dan Siti Nur Khaukah diketahui memiliki hubungan sesama jenis. Mereka tinggal bersama korban dan saudara kembarnya di sebuah indekos di Desa Parengan Kraton, Kecamatan Krian, Sidoarjo.

Selama ini, Eni Fitriyah menyamar sebagai seorang pria dan memperkenalkan diri sebagai Yusuf Arjuna atau Ayah Juna kepada korban. Dialah yang membawa korban ke Jakarta dan menelantarkannya di Pasar Kebayoran Lama.

"Mereka pasangan sejenis dan pelaku EF ini mengaku bernama Yusuf Arjuna atau Ayah Juna," ungkap AKP M. Prasetyo.

Korban Memiliki Saudara Kembar yang Diperlakukan Berbeda

Fakta lain yang tak kalah memprihatinkan adalah terungkapnya bahwa korban memiliki saudara kembar. Namun, perlakuan yang diterima oleh korban dan saudara kembarnya sangat berbeda.

Menurut keterangan polisi, saudara kembar korban diperlakukan dengan baik dan tidak mengalami kekerasan fisik maupun verbal. Sementara itu, korban justru menjadi sasaran penyiksaan dan penelantaran oleh kedua pelaku.

Siti Nur Khaukah diketahui memiliki empat orang anak dari pernikahan sebelumnya. Setelah berpisah dengan suaminya, Siti Nur Khaukah kemudian memutuskan untuk merawat korban dan saudara kembarnya bersama Eni Fitriyah.

Selama ini, Eni Fitriyah berperan sebagai sosok ayah bagi korban dan saudara kembarnya. Namun, perlakuan yang diberikan kepada keduanya sangat berbeda.

"Iya dia (korban) kembar. Yang korban aja (yang disiksa). (Kembarannya) diperlakukan berbeda. Diperlakukan baik tanpa ada kekerasan," jelas AKP M. Prasetyo.

Penyiksaan Brutal yang Dialami Korban

Dari hasil pemeriksaan, terungkap bahwa korban telah mengalami penyiksaan brutal yang dilakukan oleh kedua tersangka. Korban seringkali dipukul, ditendang, dibanting, disiram bensin, dan bahkan dibakar wajahnya di kebun tebu.

Tak hanya itu, korban juga dipukul dengan kayu hingga tulangnya patah, dibacok dengan golok, dan disiram air panas. Kedua pelaku juga seringkali memaksa korban untuk makan makanan basi dan minum air keran.

"Dengan cara di bakar pakai bensin oleh Eni Fitriyah, disiram air panas oleh Siti. Dan korban selalu di pukul berulang-ulang dan disuruh makan basi dan air keran oleh Eni," ungkap AKP M. Prasetyo.

Penyiksaan yang dialami oleh korban sangat mengerikan dan tidak manusiawi. Luka fisik dan trauma psikologis yang dialami oleh korban tentu akan membutuhkan waktu yang lama untuk dipulihkan.

Motif Penyiksaan dan Penelantaran Masih Didalami

Hingga saat ini, motif penyiksaan dan penelantaran yang dilakukan oleh kedua pelaku masih dalam penyelidikan lebih lanjut oleh pihak kepolisian. Polisi masih berusaha untuk menggali informasi lebih dalam mengenai latar belakang dan alasan kedua pelaku melakukan tindakan keji tersebut.

Diduga, ada faktor ekonomi dan masalah keluarga yang menjadi pemicu terjadinya penyiksaan dan penelantaran ini. Namun, polisi masih terus mendalami semua kemungkinan motif yang ada.

Korban Mendapatkan Pendampingan dan Pemulihan Trauma

Saat ini, korban telah mendapatkan pendampingan dan perawatan intensif dari tim psikolog dan pekerja sosial. Korban juga telah ditempatkan di rumah aman (safe house) untuk mendapatkan perlindungan dan pemulihan trauma.

Pihak kepolisian bekerja sama dengan berbagai pihak terkait untuk memastikan bahwa korban mendapatkan semua yang dibutuhkan untuk memulihkan kondisi fisik dan psikologisnya.

Direktorat Tindak Pidana PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) Bareskrim Polri juga turut memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini. Mereka terus memantau perkembangan kasus dan memberikan dukungan kepada korban.

Ancaman Hukuman Berat Menanti Pelaku

Atas perbuatan kejinya, kedua pelaku dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan pasal tentang kekerasan dalam rumah tangga. Keduanya terancam hukuman penjara yang cukup berat.

Pihak kepolisian memastikan akan menindak tegas para pelaku sesuai dengan hukum yang berlaku. Kasus ini menjadi bukti bahwa tindakan kekerasan terhadap anak tidak akan ditoleransi dan akan diproses secara hukum.

Kasus Ini Menjadi Peringatan Bagi Kita Semua

Kasus penelantaran dan penyiksaan bocah di Pasar Kebayoran Lama ini menjadi peringatan bagi kita semua tentang pentingnya perlindungan terhadap anak. Anak-anak adalah generasi penerus bangsa yang harus dilindungi dan dijaga dari segala bentuk kekerasan dan penelantaran.

Kita sebagai masyarakat juga memiliki tanggung jawab untuk melaporkan jika melihat atau mengetahui adanya tindakan kekerasan atau penelantaran terhadap anak. Jangan biarkan anak-anak menjadi korban kekerasan dan penelantaran.

Kasus ini juga menjadi momentum bagi kita untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya peran keluarga dalam tumbuh kembang anak. Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama bagi anak. Oleh karena itu, keluarga harus menjadi tempat yang aman, nyaman, dan penuh kasih sayang bagi anak.

Pemerintah dan lembaga terkait juga harus terus meningkatkan upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap anak. Perlu adanya program-program yang lebih efektif untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya perlindungan anak.

Semoga kasus ini menjadi pelajaran bagi kita semua dan tidak terulang kembali di masa depan. Mari kita bersama-sama menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak Indonesia.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :