Gaji Pakar AI Bikin Minder Pembuat Bom Atom dan Bintang NBA

  • Maskobus
  • Aug 19, 2025

Perang talenta di bidang kecerdasan buatan (AI) sedang berkecamuk di jantung Silicon Valley, di mana raksasa teknologi saling berlomba untuk merekrut para pakar AI terkemuka dengan tawaran gaji yang fantastis, jauh melampaui kompensasi yang diterima oleh para ilmuwan dan atlet ternama di masa lalu. Perusahaan-perusahaan seperti Meta, Google, OpenAI, dan lainnya berani menggelontorkan dana besar untuk menarik para peneliti AI yang paling berbakat, memicu perdebatan tentang nilai dan dampak dari teknologi yang sedang berkembang pesat ini.

Meta, perusahaan induk Facebook, Instagram, dan WhatsApp, baru-baru ini menawarkan kepada peneliti AI bernama Matt Deitke penghasilan sebesar USD 250 juta selama empat tahun, dengan potensi pemberian saham senilai USD 100 juta di tahun pertama saja. Keahlian Deitke dalam mengembangkan sistem AI yang mampu memproses dan menghasilkan gambar, suara, dan teks, menjadikannya target utama bagi Meta, yang berambisi untuk menjadi pemimpin dalam pengembangan kecerdasan umum buatan (AGI).

Deitke bukan satu-satunya pakar AI yang menjadi incaran Meta. CEO Meta, Mark Zuckerberg, dilaporkan juga menawarkan kompensasi sebesar USD 1 miliar kepada seorang insinyur AI yang tidak disebutkan namanya, yang akan dibayarkan selama beberapa tahun. Tawaran fantastis ini mencerminkan betapa seriusnya Meta dalam mengejar AGI, yang diyakini akan merevolusi berbagai aspek kehidupan manusia dan membuka peluang bisnis yang tak terhingga.

AGI, atau kecerdasan super, adalah jenis AI yang memiliki kemampuan intelektual setara atau bahkan melebihi manusia. Para ahli percaya bahwa AGI dapat memecahkan masalah-masalah kompleks yang saat ini tidak dapat diatasi oleh AI yang ada, seperti mengembangkan obat-obatan baru, menciptakan sumber energi yang berkelanjutan, dan menjelajahi ruang angkasa. Meta, Google, OpenAI, dan perusahaan-perusahaan lain yang berlomba untuk mengembangkan AGI, meyakini bahwa siapa pun yang mencapai terobosan ini terlebih dahulu akan mendominasi pasar senilai triliunan dolar.

Kompensasi yang sangat tinggi bagi para pakar AI telah mendorong perbandingan dengan tokoh-tokoh penting di masa lalu, seperti ilmuwan pembuat bom atom J. Robert Oppenheimer, yang memimpin Proyek Manhattan selama Perang Dunia II. Oppenheimer, yang memainkan peran penting dalam mengakhiri perang, hanya memperoleh USD 10.000 per tahun pada tahun 1943. Jika disesuaikan dengan inflasi, jumlah tersebut setara dengan sekitar USD 190.865 saat ini, kira-kira setara dengan penghasilan seorang insinyur perangkat lunak senior saat ini.

Gaji Pakar AI Bikin Minder Pembuat Bom Atom dan Bintang NBA

Matt Deitke, yang baru berusia 24 tahun, akan memperoleh sekitar 327 kali lipat dari apa yang diperoleh Oppenheimer saat mengembangkan bom atom. Perbandingan ini menyoroti betapa besar nilai yang diberikan oleh perusahaan-perusahaan teknologi kepada para pakar AI saat ini, yang dianggap sebagai kunci untuk membuka potensi AGI dan mendominasi pasar masa depan.

Bahkan banyak atlet top dunia tidak dapat bersaing dengan angka-angka fantastis yang ditawarkan kepada para pakar AI. The New York Times mencatat bahwa kontrak empat tahun terakhir Stephen Curry, bintang basket Golden State Warriors, adalah USD 35 juta lebih rendah dari kesepakatan Meta untuk Deitke. Perbandingan ini menunjukkan bahwa para pakar AI saat ini dihargai lebih tinggi daripada para atlet yang paling populer dan berprestasi di dunia.

Mark Zuckerberg baru-baru ini memberi tahu para investor bahwa Meta berencana untuk terus menggelontorkan dana untuk menarik bakat AI. "Karena kami yakin bahwa kecerdasan super akan meningkatkan setiap aspek dari apa yang kami lakukan," kata Zuckerberg. Pernyataan ini menegaskan komitmen Meta untuk menjadi pemimpin dalam pengembangan AGI, dan kesediaannya untuk berinvestasi besar-besaran dalam sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut.

Perusahaan-perusahaan teknologi memperlakukan para peneliti AI seperti aset yang tak tergantikan. Mereka menyadari bahwa para pakar AI adalah kunci untuk membuka potensi AGI, yang dapat mengotomatiskan jutaan pekerjaan dan mengubah ekonomi global. Perusahaan yang mengendalikan teknologi semacam itu berpotensi menjadi perusahaan terkaya dalam sejarah.

Tidak mengherankan bahwa bahkan gaji tertinggi karyawan dari era teknologi awal lebih kecil dibandingkan dengan gaji peneliti AI saat ini. Program Apollo, yang berhasil mendaratkan manusia pertama di bulan, menawarkan perbandingan lain yang mencolok. Neil Armstrong, manusia pertama yang berjalan di bulan, memperoleh USD 27.000 per tahun, kira-kira USD 244.639 saat ini. Seorang peneliti AI di Meta dapat memperoleh penghasilan lebih banyak dalam tiga hari daripada yang diperoleh Armstrong dalam setahun.

Para insinyur yang merancang roket dan sistem untuk program Apollo juga memperoleh gaji yang relatif rendah. Laporan NASA tahun 1970 menyebutkan bahwa insinyur yang baru lulus memulai karier dengan gaji tahunan antara USD 84.622 hingga USD 99.555 menurut nilai saat ini. Bahkan insinyur elit dengan pengalaman 20 tahun digaji USD 278.000 per tahun dalam nilai tukar saat ini, jumlah yang dapat diperoleh oleh peneliti AI seperti Deitke hanya dalam beberapa hari.

Lonjakan gaji para pakar AI mencerminkan meningkatnya permintaan dan kelangkaan talenta di bidang ini. Perusahaan-perusahaan teknologi menyadari bahwa para pakar AI adalah kunci untuk membuka potensi AGI, yang dapat merevolusi berbagai industri dan menciptakan peluang bisnis yang tak terhingga. Oleh karena itu, mereka bersedia membayar mahal untuk menarik dan mempertahankan para pakar AI yang paling berbakat.

Namun, lonjakan gaji para pakar AI juga menimbulkan pertanyaan tentang kesenjangan pendapatan dan etika pengembangan AI. Beberapa kritikus berpendapat bahwa kompensasi yang sangat tinggi bagi para pakar AI dapat memperburuk kesenjangan pendapatan dan menciptakan masyarakat di mana hanya segelintir orang yang menikmati manfaat dari kemajuan teknologi. Selain itu, ada kekhawatiran tentang potensi penyalahgunaan AI, seperti penggunaan AI untuk mengembangkan senjata otonom atau untuk memanipulasi opini publik.

Meskipun ada kekhawatiran tersebut, tidak dapat disangkal bahwa AI memiliki potensi untuk memberikan manfaat besar bagi masyarakat. AI dapat digunakan untuk mengembangkan obat-obatan baru, menciptakan sumber energi yang berkelanjutan, dan memecahkan masalah-masalah kompleks lainnya yang saat ini tidak dapat diatasi oleh manusia. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan AI secara bertanggung jawab dan memastikan bahwa manfaatnya dapat dinikmati oleh semua orang.

Perang talenta di bidang AI diperkirakan akan terus berlanjut dalam beberapa tahun mendatang, karena perusahaan-perusahaan teknologi terus berlomba untuk menjadi pemimpin dalam pengembangan AGI. Para pakar AI akan terus menjadi incaran, dan gaji mereka kemungkinan akan terus meningkat. Pertanyaan yang tersisa adalah bagaimana masyarakat akan mengatasi dampak dari lonjakan gaji para pakar AI dan memastikan bahwa AI dikembangkan secara bertanggung jawab dan digunakan untuk kepentingan semua orang.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :