Gen Z Borong Obat Cacing untuk Dikonsumsi, Amankah? Ini Pendapat Para Pakar

  • Maskobus
  • Aug 26, 2025

Gelombang kepanikan melanda Generasi Z (Gen Z) di Indonesia. Dipicu oleh kasus tragis seorang balita di Sukabumi yang meninggal dunia akibat komplikasi infeksi cacing, banyak anak muda yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an ini berbondong-bondong memburu obat cacing di apotek. Fenomena ini terekam dalam berbagai unggahan viral di media sosial, terutama TikTok, di mana banyak pengguna mengaku "parno" dan memutuskan untuk kembali mengonsumsi obat cacing setelah terakhir kali melakukannya di bangku sekolah dasar.

"Jangan lupa minum obat cacing 6 bulan sekali. Terakhir minum pas SD, sekarang umur 26 baru minum lagi," tulis seorang pengguna TikTok dalam video yang menjadi viral, menggambarkan kegelisahan serupa yang dirasakan banyak Gen Z lainnya. Narasi-narasi senada pun bermunculan, menunjukkan betapa kasus di Sukabumi telah membangkitkan kesadaran (atau ketakutan) akan risiko cacingan di kalangan generasi muda ini.

Lantas, seberapa aman dan efektifkah tindakan konsumsi obat cacing secara mandiri yang dilakukan Gen Z ini? Apakah ini merupakan langkah preventif yang tepat, atau justru berpotensi menimbulkan masalah kesehatan baru? Para pakar di bidang parasitologi dan farmasi memberikan pandangan mereka terkait fenomena ini.

Keamanan Konsumsi Obat Cacing: Sesuai Aturan adalah Kunci

Prof. Dr. Dra. Taniawati Supali, Guru Besar Parasitologi Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia (FKUI), menjelaskan bahwa obat cacing yang banyak dibeli Gen Z di apotek pada dasarnya aman dikonsumsi oleh orang dewasa. Namun, ia menekankan pentingnya mematuhi aturan dosis dan frekuensi yang dianjurkan. "Aman sih sebetulnya, asal sesuai aturan ya minumnya. Kalau dia makannya cuman satu-satu gitu tidak apa-apa (jangan kebanyakan)," ujarnya saat ditemui di Jakarta Pusat.

Gen Z Borong Obat Cacing untuk Dikonsumsi, Amankah? Ini Pendapat Para Pakar

Prof. Taniawati juga menyoroti pentingnya edukasi yang tepat, terutama bagi orang tua, mengenai pemberian obat cacing pada anak-anak. Ia mengungkapkan bahwa di daerah dengan cakupan vaksinasi rendah, seringkali terjadi penolakan terhadap pemberian obat cacing. Banyak orang tua yang belum memahami cara pemberian yang benar, bahkan ada yang memilih untuk membuang obat tersebut.

Edukasi menjadi semakin krusial di wilayah-wilayah endemis cacingan, seperti desa-desa di mana praktik buang air besar di tanah masih umum dilakukan. "Kalau daerah endemis, kan banyak di desa-desa itu dia BAB-nya di tanah jadi nular lagi, kan cacingnya bertelur di tanah, tumbuh jadi larva terus masuk dari tangan, jadi perlu edukasi," jelasnya.

Rutin Minum Obat Cacing: Mengapa Penting?

Senada dengan Prof. Taniawati, Prof. Zullies Ikawati, seorang pakar farmasi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), membenarkan bahwa konsumsi obat cacing secara rutin, idealnya setiap enam bulan sekali, sangat dianjurkan, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah dengan prevalensi kasus cacingan yang tinggi.

Prof. Zullies menjelaskan bahwa telur cacing dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama di tanah dan lingkungan sekitar, sehingga risiko reinfeksi sangat tinggi. "Mengapa perlu 6 bulan sekali? Telur cacing bisa bertahan lama di tanah dan lingkungan, sehingga mudah terjadi reinfeksi. Siklus hidup cacing memungkinkan seseorang kembali terinfeksi dalam beberapa minggu sampai bulan setelah pengobatan," jelasnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dosis tunggal obat cacing yang umum digunakan, seperti albendazol 400 mg atau mebendazol 500 mg, efektif membunuh cacing dewasa yang ada di dalam tubuh. Namun, obat tersebut tidak dapat mencegah infeksi baru dari telur atau larva cacing yang masuk ke dalam tubuh setelah pengobatan.

Prioritas Konsumsi Obat Cacing: Siapa yang Paling Berisiko?

Prof. Zullies mengidentifikasi beberapa kelompok masyarakat yang memiliki prioritas untuk mengonsumsi obat cacing secara rutin setiap enam bulan sekali. Prioritas ini didasarkan pada tingkat risiko infeksi cacing yang mereka hadapi. Kelompok-kelompok tersebut meliputi:

  • Anak-anak usia sekolah: Anak-anak, terutama usia sekolah, sangat rentan terhadap infeksi cacing karena kebiasaan bermain di tanah, kurangnya kesadaran akan kebersihan diri, dan sistem kekebalan tubuh yang belum sepenuhnya matang.
  • Petani dan pekerja kebun: Pekerja yang sering berinteraksi dengan tanah berisiko tinggi terpapar telur dan larva cacing melalui kontak langsung dengan kulit atau melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
  • Masyarakat yang tinggal di daerah dengan sanitasi buruk: Kondisi sanitasi yang buruk, seperti tidak adanya fasilitas toilet yang memadai dan kebiasaan buang air besar sembarangan, meningkatkan risiko penyebaran telur cacing di lingkungan.
  • Orang dengan kebiasaan makan makanan mentah atau kurang matang: Konsumsi makanan mentah atau kurang matang, terutama sayuran dan daging, dapat menjadi sumber infeksi cacing jika makanan tersebut terkontaminasi telur atau larva cacing.
  • Orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah: Individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti penderita HIV/AIDS atau mereka yang menjalani pengobatan imunosupresan, lebih rentan terhadap infeksi cacing dan komplikasi yang lebih serius.

Di sisi lain, Prof. Zullies juga menjelaskan bahwa ada kelompok masyarakat yang tidak diwajibkan untuk mengonsumsi obat cacing secara rutin setiap enam bulan sekali. Kelompok ini biasanya memiliki dukungan lingkungan dan kebersihan pribadi yang baik.

"Orang dewasa di daerah perkotaan dengan sanitasi baik, air bersih, serta kebersihan pribadi terjaga, biasanya tidak perlu minum obat cacing rutin tiap 6 bulan," jelas Prof. Zullies. Meskipun demikian, ia tetap menganjurkan konsumsi obat cacing jika ada risiko tinggi atau muncul gejala infeksi cacing.

Implikasi Jangka Panjang: Lebih dari Sekadar Obat Cacing

Fenomena Gen Z yang beramai-ramai memborong obat cacing ini sebenarnya mencerminkan adanya kesadaran yang meningkat akan pentingnya menjaga kesehatan. Namun, perlu diingat bahwa konsumsi obat cacing hanyalah salah satu aspek dari upaya pencegahan infeksi cacing.

Penting untuk diingat bahwa penanganan masalah cacingan tidak bisa hanya mengandalkan konsumsi obat cacing semata. Perbaikan sanitasi lingkungan, penyediaan air bersih, dan peningkatan kesadaran akan kebersihan diri merupakan kunci utama dalam mencegah penyebaran infeksi cacing. Selain itu, kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah beraktivitas di luar rumah dan sebelum makan juga sangat penting untuk mencegah masuknya telur dan larva cacing ke dalam tubuh.

Lebih jauh lagi, kasus balita di Sukabumi yang menjadi pemicu kepanikan Gen Z ini seharusnya menjadi momentum untuk meningkatkan perhatian terhadap kesehatan anak-anak secara keseluruhan. Akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, imunisasi yang lengkap, dan nutrisi yang memadai merupakan faktor-faktor penting dalam memastikan tumbuh kembang anak yang optimal dan mencegah terjadinya kasus-kasus tragis serupa di masa depan.

Kesimpulan: Kewaspadaan yang Tepat, Tindakan yang Terukur

Aksi Gen Z memborong obat cacing dapat dilihat sebagai bentuk kewaspadaan terhadap risiko infeksi cacing. Namun, penting untuk diingat bahwa konsumsi obat cacing harus dilakukan secara bijak, sesuai dengan aturan dosis dan frekuensi yang dianjurkan. Selain itu, upaya pencegahan infeksi cacing harus dilakukan secara komprehensif, meliputi perbaikan sanitasi lingkungan, peningkatan kebersihan diri, dan akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas. Dengan kewaspadaan yang tepat dan tindakan yang terukur, diharapkan kita dapat melindungi diri dan keluarga dari ancaman infeksi cacing dan penyakit lainnya.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :