Heboh Dokter Residen Diam-diam Rekam Wanita di Toilet, Disebut Ada 4.500 Video.

  • Maskobus
  • Aug 23, 2025

Seorang dokter residen di Singapura menggemparkan dunia medis dan publik setelah diduga melakukan perekaman ilegal terhadap ratusan wanita di toilet rumah sakit di Melbourne, Australia. Calon dokter spesialis ini dituduh oleh pihak kepolisian telah mengumpulkan sekitar 4.500 video intim menggunakan ponselnya sejak tahun 2021. Skandal ini tidak hanya mencoreng nama baik profesi kedokteran, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran serius tentang privasi dan keamanan di lingkungan rumah sakit.

Akibat perbuatannya, dokter residen tersebut kini menghadapi hampir 500 dakwaan di Mahkamah Agung Negara Bagian Victoria. Jumlah dakwaan yang sangat banyak ini mencerminkan skala dan dampak dari pelanggaran yang dilakukannya. Pihak berwenang tampaknya sangat serius dalam menangani kasus ini, mengingat potensi trauma dan kerugian yang dialami oleh para korban.

Hakim James Elliott, yang memimpin persidangan, memutuskan untuk membebaskan dokter muda tersebut dengan syarat khusus, yaitu harus tinggal bersama orang tuanya. Keputusan ini tentu menimbulkan perdebatan, mengingat beratnya tuduhan yang dihadapi oleh terdakwa. Namun, hakim mungkin mempertimbangkan faktor-faktor tertentu, seperti riwayat terdakwa dan jaminan bahwa ia tidak akan melarikan diri atau mengulangi perbuatannya.

Untuk mengantisipasi pembebasan putra mereka, kedua orang tua terdakwa bahkan rela pindah dari Singapura ke Melbourne. Tindakan ini menunjukkan dukungan penuh dari keluarga terhadap terdakwa, meskipun mereka mungkin juga merasa malu dan kecewa dengan perbuatannya. Selain itu, orang tua terdakwa diwajibkan membayar jaminan sebesar USD 32.000 atau sekitar Rp 519 juta. Jaminan ini berfungsi sebagai insentif tambahan bagi terdakwa untuk mematuhi persyaratan pembebasan dan menghadiri persidangan.

Jaksa penuntut berpendapat bahwa dakwaan berat yang dihadapi oleh terdakwa berpotensi membuatnya melarikan diri. Mereka menyoroti bahwa terdakwa telah diskors dari pekerjaannya dan tidak lagi memiliki keterikatan yang kuat dengan Australia. Dengan demikian, jaksa khawatir bahwa terdakwa mungkin mencoba untuk menghindari hukuman dengan melarikan diri ke luar negeri.

Heboh Dokter Residen Diam-diam Rekam Wanita di Toilet, Disebut Ada 4.500 Video.

Meskipun terdakwa telah menjadi penduduk tetap Australia sejak April, ia terancam dideportasi jika terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman penjara minimal 12 bulan. Ancaman deportasi ini menjadi pertimbangan serius bagi terdakwa, karena ia berisiko kehilangan status kependudukannya dan diusir dari negara yang telah menjadi rumahnya selama beberapa tahun.

Hakim mencatat bahwa terdakwa telah menyerahkan paspor Singapura dan tidak memiliki koneksi kriminal yang dapat membantunya kabur ke luar Australia. Faktor-faktor ini mungkin menjadi alasan mengapa hakim memutuskan untuk membebaskan terdakwa dengan syarat, karena risiko pelariannya dianggap rendah.

Menurut pihak kepolisian, Cho diduga merekam gambar-gambar intim dari sedikitnya 460 perempuan. Jumlah korban yang sangat banyak ini menunjukkan bahwa perbuatan terdakwa telah berdampak luas dan merugikan banyak orang. Setiap korban mungkin mengalami trauma emosional dan psikologis yang mendalam akibat pelanggaran privasi ini.

Namun, hakim menekankan bahwa tidak ada bukti bahwa terdakwa telah menyebarkan rekaman tersebut. Pernyataan ini penting, karena jika rekaman tersebut disebarkan, dampaknya akan jauh lebih besar dan merugikan para korban secara lebih luas. Meskipun demikian, fakta bahwa terdakwa telah merekam gambar-gambar intim tanpa izin sudah merupakan pelanggaran serius.

Cho ditangkap pada Juli lalu setelah sebuah ponsel ditemukan sedang merekam dari kantong jaring yang digantung di toilet Rumah Sakit Austin. Penemuan ini menjadi titik awal dari penyelidikan yang mengungkap skala penuh dari perbuatan terdakwa. Cara terdakwa melakukan perekaman, yaitu dengan menyembunyikan ponsel di toilet, menunjukkan bahwa ia telah merencanakan perbuatannya dengan matang dan berusaha untuk menghindari deteksi.

Terdakwa juga diduga melakukan perekaman serupa di Peter MacCallum Cancer Center dan Rumah Sakit Royal Melbourne. Fakta ini menunjukkan bahwa perbuatan terdakwa tidak terbatas pada satu lokasi saja, tetapi telah dilakukan di beberapa fasilitas kesehatan yang berbeda. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang keamanan dan pengawasan di rumah sakit, serta perlunya langkah-langkah pencegahan yang lebih ketat untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

Awalnya, Cho hanya menghadapi enam dakwaan. Namun, pada Kamis lalu, jumlahnya bertambah menjadi lebih dari 127 dakwaan tambahan, termasuk tuduhan sengaja merekam gambar intim tanpa izin. Total dakwaan kini mencapai hampir 500. Peningkatan jumlah dakwaan yang signifikan ini menunjukkan bahwa penyelidikan lebih lanjut telah mengungkap bukti-bukti baru yang memberatkan terdakwa.

Pengacara terdakwa, Julian McMahon, menepis kekhawatiran jaksa bahwa kliennya bisa mengganggu saksi jika dibebaskan. Ia berpendapat bahwa jika kliennya terlibat dalam tindak pidana mengganggu para saksi, hal itu tidak akan memengaruhi hasil kasus. Pernyataan ini mungkin didasarkan pada keyakinan bahwa bukti-bukti yang ada sudah cukup kuat untuk membuktikan kesalahan terdakwa, sehingga gangguan terhadap saksi tidak akan mengubah hasilnya.

Hingga kini, Cho belum mengajukan pembelaan. Ia berhak untuk tetap diam dan tidak memberikan pernyataan yang dapat memberatkan dirinya sendiri. Proses hukum akan terus berlanjut, dan terdakwa akan memiliki kesempatan untuk mengajukan pembelaan di pengadilan.

Cho pertama kali datang ke Australia pada 2017 sebagai mahasiswa kedokteran di Universitas Monash, Melbourne. Sejak itu, ia meniti karier medis hingga menjadi residen sebelum kasus ini terbongkar. Kisah ini menjadi pengingat bahwa kesuksesan akademis dan profesional tidak menjamin integritas moral seseorang. Bahkan seorang dokter yang berdedikasi pun dapat melakukan pelanggaran serius yang merusak reputasinya dan merugikan orang lain.

Kasus ini juga menyoroti pentingnya pengawasan dan akuntabilitas di lingkungan kerja, terutama di sektor-sektor sensitif seperti kesehatan. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya harus memiliki kebijakan dan prosedur yang ketat untuk mencegah pelecehan dan pelanggaran privasi. Selain itu, penting untuk menciptakan budaya organisasi yang mendorong pelaporan dan penegakan hukum yang adil.

Skandal ini juga memicu perdebatan tentang privasi dan keamanan di ruang publik, terutama di toilet dan kamar ganti. Banyak orang merasa rentan dan tidak aman di ruang-ruang ini, dan kasus ini semakin memperkuat kekhawatiran tersebut. Pemerintah dan lembaga terkait perlu mempertimbangkan langkah-langkah tambahan untuk meningkatkan keamanan dan privasi di ruang publik, seperti pemasangan kamera pengawas dan peningkatan patroli keamanan.

Selain itu, kasus ini juga menyoroti pentingnya pendidikan dan kesadaran tentang privasi dan consent. Masyarakat perlu memahami hak-hak mereka terkait privasi, dan penting untuk mengajarkan kepada generasi muda tentang pentingnya menghormati privasi orang lain. Pendidikan tentang consent juga penting, karena banyak orang mungkin tidak menyadari bahwa merekam gambar atau video seseorang tanpa izin adalah pelanggaran hukum.

Kasus dokter residen yang merekam wanita di toilet ini adalah pengingat yang menyakitkan tentang betapa mudahnya privasi seseorang dilanggar di era digital. Ini juga merupakan panggilan untuk bertindak bagi semua pihak, termasuk pemerintah, lembaga kesehatan, dan masyarakat umum, untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi privasi dan mencegah kejadian serupa di masa depan. Skandal ini bukan hanya tentang satu orang dokter residen, tetapi juga tentang nilai-nilai etika, moral, dan hukum yang harus kita junjung tinggi sebagai masyarakat yang beradab.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :