Huru-hara di Meta Gegara Para Genius AI Rekrutan Zuckerberg

  • Maskobus
  • Sep 01, 2025

Meta, raksasa teknologi yang dipimpin Mark Zuckerberg, tengah menghadapi turbulensi internal yang signifikan di tengah upayanya membangun kecerdasan buatan (AI) super canggih. Gelombang rekrutmen besar-besaran para pakar AI, yang diharapkan menjadi katalisator inovasi, justru memicu gejolak dan ketidakstabilan di dalam perusahaan.

Beberapa hari setelah bergabung dengan Meta, Shengjia Zhao, salah satu otak di balik ChatGPT, membuat gebrakan dengan mengancam pengunduran diri dan mempertimbangkan kembali ke perusahaan lamanya. Ancaman ini menjadi pukulan telak bagi ambisi Zuckerberg yang bernilai miliaran dolar untuk mengembangkan AI super dan menarik talenta-talenta terbaik di bidang ini. Zhao bahkan dikabarkan telah mengajukan lamaran kerja untuk kembali ke OpenAI, perusahaan yang membesarkan namanya. Namun, tak lama kemudian, menurut sumber internal, Zhao diangkat menjadi kepala ilmuwan AI baru di Meta, yang membuatnya mengurungkan niat untuk hengkang.

Insiden ini menyoroti kompleksitas dan tantangan yang dihadapi Zuckerberg dalam memimpin reorganisasi kepemimpinan senior di Meta. Selain Zhao, sejumlah nama besar juga bergabung dengan Meta, termasuk mantan CEO Scale AI, Alexandr Wang, dan mantan bos GitHub, Nat Friedman. Kehadiran para tokoh ini diharapkan membawa angin segar dan mempercepat pengembangan AI di Meta.

Namun, para pendatang baru ini tampaknya berusaha menunjukkan kekuatan dan kepintaran mereka, yang justru menimbulkan gesekan di internal perusahaan. "Ada banyak orang penting di sana," kata seorang investor yang dekat dengan beberapa bos AI baru di Meta, mengisyaratkan adanya persaingan dan perebutan pengaruh di antara para pemimpin baru.

Ironisnya, beberapa staf AI baru justru memutuskan untuk mengundurkan diri tak lama setelah direkrut. Ethan Knight, seorang ilmuwan machine learning yang baru bergabung beberapa minggu lalu, memilih untuk meninggalkan Meta. Bahkan, Avi Verma, mantan peneliti OpenAI, tidak pernah muncul di hari pertamanya bekerja.

Huru-hara di Meta Gegara Para Genius AI Rekrutan Zuckerberg

Rishabh Agarwal, seorang peneliti AI yang baru mulai bekerja di Meta pada bulan April, juga memutuskan untuk mengundurkan diri. Menurutnya, meskipun presentasi Zuckerberg dan Wang sangat meyakinkan, ia merasa terdorong untuk mengambil risiko yang berbeda dan mencari tantangan baru di luar Meta.

Di sisi lain, Chaya Nayak dan Loredana Crisan, staf AI yang masing-masing telah bekerja di Meta selama 9 dan 10 tahun, termasuk di antara lebih dari setengah lusin karyawan lama yang memilih untuk mengundurkan diri. Diduga, mereka merasa tidak sreg dengan kepemimpinan baru dan arah yang diambil perusahaan.

Menanggapi eksodus karyawan ini, Meta menyatakan bahwa "Pergantian karyawan adalah hal yang wajar bagi organisasi sebesar ini. Sebagian besar karyawan ini telah bekerja di perusahaan selama bertahun-tahun, dan kami mendoakan yang terbaik bagi mereka."

Zuckerberg sendiri turun tangan langsung dalam upaya perekrutan besar-besaran ini. Dia membujuk para peneliti AI dari perusahaan pesaing seperti OpenAI dan Apple dengan menawarkan gaji yang sangat tinggi, dalam upaya untuk mengejar ketertinggalan di bidang AI.

Alexandr Wang, yang baru berusia 28 tahun, ditunjuk untuk bertanggung jawab atas semua upaya AI di Meta. Ia memimpin departemen baru Zuckerberg yang paling rahasia, yang dikenal sebagai TBD (To Be Determined), yang dipenuhi oleh para pakar AI terbaik. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Zuckerberg sangat terlibat dalam tim TBD dan memberikan arahan langsung.

Wang dan Zuckerberg memiliki ambisi besar untuk mencapai kecerdasan super, atau AI yang melampaui kemampuan manusia. Zuckerberg bahkan mendesak timnya untuk bergerak lebih cepat dan berinovasi tanpa henti.

Meta membantah tuduhan adanya friksi internal dan menyebutnya sebagai rekayasa tanpa dasar fakta. Namun, menurut sumber internal, gaya kepemimpinan Wang membuat beberapa orang merasa tidak nyaman. Wang dinilai kurang memiliki pengalaman dalam mengelola tim di perusahaan Big Tech, yang menyebabkan beberapa staf merasa frustrasi.

Seorang mantan orang dalam mengatakan bahwa beberapa rekrutan AI baru merasa frustrasi dengan birokrasi perusahaan dan persaingan internal untuk mendapatkan sumber daya yang dijanjikan. Mereka merasa bahwa Meta tidak secepat dan sefleksibel yang mereka harapkan.

Namun, ada pula yang menilai bahwa upaya Zuckerberg sudah berada di jalur yang benar. Mereka percaya bahwa dengan merekrut talenta-talenta terbaik di bidang AI, Meta akan mampu mencapai tujuannya untuk membangun AI super.

Perekrutan Shengjia Zhao, misalnya, dianggap sebagai sebuah pencapaian besar oleh beberapa orang di Meta dan industri. Mereka merasa bahwa Zhao memiliki ketegasan dan visi yang dibutuhkan untuk mendorong pengembangan AI di perusahaan.

Namun, di balik hiruk pikuk perekrutan dan reorganisasi, terdapat pertanyaan mendasar tentang budaya perusahaan dan kemampuan Meta untuk beradaptasi dengan perubahan. Apakah Meta mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi inovasi dan kolaborasi, ataukah persaingan internal dan birokrasi akan menghambat kemajuan mereka?

Hanya waktu yang akan menjawab pertanyaan ini. Namun, satu hal yang pasti, Meta tengah menghadapi tantangan besar dalam upayanya membangun AI super. Keberhasilan atau kegagalan mereka akan berdampak besar pada masa depan teknologi dan masyarakat secara keseluruhan.

Gejolak internal di Meta juga mencerminkan persaingan sengit di antara perusahaan-perusahaan teknologi besar dalam perlombaan mengembangkan AI. Setiap perusahaan berusaha untuk merekrut talenta-talenta terbaik dan menguasai teknologi AI yang paling canggih.

Persaingan ini mendorong inovasi dan kemajuan teknologi, tetapi juga menciptakan tekanan yang besar bagi para karyawan dan perusahaan. Mereka harus bekerja keras dan berinovasi tanpa henti untuk tetap berada di depan.

Dalam konteks ini, penting bagi perusahaan untuk menciptakan budaya yang mendukung inovasi, kolaborasi, dan keseimbangan kerja-hidup. Perusahaan yang mampu menciptakan lingkungan yang positif dan produktif akan lebih mampu menarik dan mempertahankan talenta-talenta terbaik, serta mencapai kesuksesan jangka panjang.

Selain itu, penting juga bagi perusahaan untuk berinvestasi dalam pelatihan dan pengembangan karyawan. Hal ini akan membantu karyawan untuk meningkatkan keterampilan mereka dan beradaptasi dengan perubahan teknologi yang cepat.

Dengan berinvestasi dalam karyawan dan menciptakan budaya yang positif, perusahaan dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk berinovasi dan bersaing di pasar global.

Pada akhirnya, keberhasilan Meta dalam membangun AI super akan bergantung pada kemampuannya untuk mengatasi tantangan internal dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi inovasi. Jika Meta mampu melakukan hal ini, maka mereka akan berada di garis depan dalam revolusi AI dan membentuk masa depan teknologi. Namun, jika mereka gagal, maka mereka akan tertinggal dan kehilangan peluang untuk memimpin di era baru ini.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :