Ibu Delpedro Menangis di Polda Metro: Anak Saya Bukan Maling

  • Maskobus
  • Sep 10, 2025

Magda Antista (59), ibunda dari Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, terlihat sangat terpukul saat mengunjungi putranya di Rutan Polda Metro Jaya pada hari ini. Kedatangannya, didampingi oleh Delpiero Hegelian, kakak kandung Delpedro, serta pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, yang tiba tak lama kemudian, menambah suasana haru di depan Rutan.

Pemandangan yang menyayat hati terjadi ketika Magda dan Bivitri Susanti berpelukan erat. Air mata Magda tumpah, mencerminkan kesedihan dan kebingungan yang mendalam atas penahanan putranya. Di tengah isak tangisnya, Magda mempertanyakan alasan penahanan Delpedro. "Kenapa (ditahan)? Kan bukan penjahat anak saya, bukan maling, bukan koruptor, dia hanya belain rakyat," ucapnya dengan suara bergetar sambil memeluk Bivitri.

Bivitri Susanti, dengan penuh simpati, berusaha menenangkan Magda. Sentuhan lembut di pundak Magda menjadi simbol dukungan dan solidaritas dalam situasi yang sulit ini. Kehadiran Bivitri di Polda Metro Jaya tidaklah sendiri. Ia datang bersama sejumlah anggota Koalisi Masyarakat Sipil, termasuk perwakilan dari KontraS, sebuah organisasi yang dikenal vokal dalam isu hak asasi manusia. Kedatangan mereka adalah bentuk dukungan moral dan solidaritas kepada Delpedro Marhaen, yang kini berstatus tersangka dan ditahan.

Penahanan Delpedro Marhaen dan lima orang lainnya telah menimbulkan kontroversi dan pertanyaan di kalangan masyarakat sipil. Mereka ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan melakukan ajakan untuk aksi anarkistis. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengonfirmasi penahanan tersebut pada Kamis (4/9), dengan menyebutkan inisial para tersangka, termasuk Delpedro Marhaen Rismansyah (DMR), MS, SH, KA, RAP, dan FL.

Menurut pihak kepolisian, peran para tersangka adalah membuat hasutan dan bahkan memberikan tutorial pembuatan bom molotov. Tuduhan ini sangat serius dan berpotensi membawa konsekuensi hukum yang berat bagi para tersangka. Mereka dijerat dengan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan untuk melakukan tindak pidana, Pasal 45A ayat 3 juncto Pasal 28 ayat 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait penyebaran ujaran kebencian atau berita bohong, dan Pasal 76H juncto Pasal 15 juncto Pasal 87 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, jika ada keterlibatan anak di bawah umur dalam tindakan yang dituduhkan.

Ibu Delpedro Menangis di Polda Metro: Anak Saya Bukan Maling

Kasus ini telah menarik perhatian luas, tidak hanya dari kalangan aktivis dan organisasi masyarakat sipil, tetapi juga dari para pengamat hukum dan politisi. Banyak pihak yang mempertanyakan dasar hukum penahanan Delpedro dan rekan-rekannya, serta menilai bahwa penerapan pasal-pasal yang dituduhkan terlalu berlebihan. Beberapa pengamat juga menyoroti potensi kriminalisasi terhadap aktivis dan pembela hak asasi manusia.

Delpedro Marhaen dikenal sebagai sosok yang aktif dalam menyuarakan isu-isu keadilan sosial dan lingkungan. Sebagai Direktur Lokataru Foundation, ia seringkali mengkritisi kebijakan pemerintah dan membela hak-hak masyarakat yang termarginalkan. Aktivismenya ini membuatnya memiliki banyak pendukung, namun juga tidak sedikit pihak yang merasa terganggu dengan pandangan dan tindakannya.

Penahanan Delpedro dan rekan-rekannya terjadi di tengah meningkatnya tensi politik dan sosial di Indonesia. Beberapa waktu terakhir, berbagai aksi demonstrasi dan unjuk rasa marak terjadi, menyuarakan berbagai isu seperti kenaikan harga, masalah lingkungan, dan dugaan kecurangan dalam proses politik. Pihak kepolisian seringkali bertindak represif terhadap para demonstran, dan tidak jarang terjadi bentrokan antara aparat keamanan dan massa aksi.

Kasus Delpedro Marhaen menjadi simbol dari polarisasi yang semakin tajam di masyarakat. Di satu sisi, ada pihak yang mendukung tindakan kepolisian dan menganggap bahwa penahanan Delpedro dan rekan-rekannya sudah sesuai dengan hukum. Di sisi lain, ada pihak yang mengecam tindakan kepolisian dan menilai bahwa penahanan tersebut merupakan bentuk pembungkaman terhadap suara kritis.

Perkembangan kasus ini akan terus dipantau oleh berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar negeri. Banyak yang berharap agar proses hukum berjalan transparan dan adil, serta menjunjung tinggi prinsip-prinsip hak asasi manusia. Kebebasan berekspresi dan berpendapat merupakan hak yang dijamin oleh konstitusi, dan tidak boleh dibatasi secara sewenang-wenang.

Sementara itu, Magda Antista, sebagai seorang ibu, hanya bisa berharap yang terbaik untuk putranya. Ia yakin bahwa Delpedro tidak bersalah dan hanya menjalankan tugasnya sebagai seorang aktivis dan pembela hak-hak masyarakat. Dukungan moral dan doa dari keluarga dan teman-teman akan menjadi kekuatan bagi Delpedro dalam menghadapi proses hukum yang sedang berjalan.

Kasus Delpedro Marhaen menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya menjaga ruang demokrasi dan menghormati perbedaan pendapat. Kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah pilar utama dalam sebuah negara hukum yang demokratis. Setiap warga negara berhak untuk menyampaikan aspirasinya secara damai dan bertanggung jawab, tanpa takut akan intimidasi atau kriminalisasi.

Pemerintah dan aparat penegak hukum memiliki kewajiban untuk melindungi hak-hak warga negara tersebut. Tindakan represif dan pembungkaman terhadap suara kritis hanya akan merusak citra demokrasi Indonesia dan menciptakan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat. Dialog dan musyawarah adalah cara terbaik untuk menyelesaikan berbagai masalah dan perbedaan yang ada.

Kasus ini juga menjadi momentum bagi kita untuk merenungkan kembali tentang peran dan tanggung jawab media dalam menyampaikan informasi yang akurat dan berimbang. Media memiliki kekuatan besar untuk membentuk opini publik, dan oleh karena itu, harus berhati-hati dalam memberitakan suatu peristiwa. Pemberitaan yang sensasional dan provokatif hanya akan memperkeruh suasana dan memperburuk polarisasi di masyarakat.

Mari kita semua, sebagai warga negara yang bertanggung jawab, ikut mengawal proses hukum kasus Delpedro Marhaen dan rekan-rekannya. Mari kita pastikan bahwa proses hukum berjalan transparan, adil, dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip hak asasi manusia. Mari kita jaga ruang demokrasi dan kebebasan berekspresi di Indonesia, agar suara-suara kritis tetap dapat didengar dan aspirasi masyarakat dapat tersalurkan dengan baik.

Selain itu, penting untuk diingat bahwa kasus ini bukan hanya tentang Delpedro Marhaen dan rekan-rekannya. Ini adalah tentang prinsip-prinsip keadilan, kebebasan, dan hak asasi manusia yang mendasari negara kita. Jika prinsip-prinsip ini dilanggar, maka seluruh masyarakat akan terkena dampaknya.

Oleh karena itu, mari kita semua bersatu untuk membela keadilan dan kebenaran. Mari kita dukung para aktivis dan pembela hak asasi manusia yang berjuang untuk kepentingan masyarakat. Mari kita lawan segala bentuk intimidasi dan pembungkaman terhadap suara kritis.

Dengan bersama-sama, kita dapat membangun Indonesia yang lebih adil, demokratis, dan sejahtera. Sebuah Indonesia di mana setiap warga negara merasa aman dan terlindungi, dan di mana kebebasan berekspresi dan berpendapat dihormati dan dijunjung tinggi.

Akhirnya, mari kita kembali kepada Magda Antista, seorang ibu yang sedang berduka dan berharap untuk keadilan bagi putranya. Mari kita berikan dukungan moral dan doa kepadanya, agar ia tetap kuat dan tabah dalam menghadapi cobaan ini. Semoga keadilan segera ditegakkan dan kebenaran terungkap.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :