Lonjakan adopsi kecerdasan buatan generatif (GenAI) di kawasan Asia Pasifik (APAC) memaksa perusahaan untuk mengevaluasi ulang dan merombak fondasi infrastruktur komputasi mereka. Sebuah laporan komprehensif terbaru dari International Data Corporation (IDC), yang disiapkan untuk Akamai Technologies, menyoroti bahwa arsitektur cloud terpusat tradisional semakin tidak memadai untuk memenuhi tuntutan yang meningkat pesat dalam hal skala, kecepatan pemrosesan, dan kepatuhan terhadap regulasi yang ketat.
Laporan yang berjudul "The Edge Evolution: Powering Success from Core to Edge" ini mengungkap perkiraan pertumbuhan yang signifikan dalam layanan cloud publik untuk edge computing di seluruh APAC. IDC memprediksi tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) sebesar 17% hingga 2028, dengan total belanja yang diperkirakan mencapai USD 29 miliar. Lebih lanjut, laporan tersebut mengantisipasi bahwa pada tahun 2027, sebanyak 80% Chief Information Officers (CIO) akan secara aktif beralih dari solusi cloud tradisional ke layanan edge untuk memenuhi kebutuhan mendesak akan kinerja tinggi dan kepatuhan terhadap regulasi dalam inferensi AI.
Parimal Pandya, SVP Sales dan Managing Director Akamai Asia Pasifik, menyatakan, "AI hanyalah sekuat infrastruktur yang menjalankannya. Hasil riset ini menunjukkan bisnis di APAC mulai beralih ke infrastruktur berbasis edge yang lebih terdistribusi." Pernyataan ini menekankan pentingnya infrastruktur yang kuat dan fleksibel untuk mendukung beban kerja AI yang semakin kompleks.
Temuan IDC menyoroti bahwa adopsi GenAI di APAC berkembang dengan kecepatan yang luar biasa. Saat ini, 31% organisasi telah berhasil membawa aplikasi GenAI mereka ke tahap produksi, sementara 64% lainnya masih aktif melakukan uji coba dan eksplorasi. Namun, infrastruktur yang ada menghadapi serangkaian tantangan yang signifikan, termasuk latensi yang tinggi, biaya transfer data yang besar, keterbatasan bandwidth jaringan, dan kekhawatiran tentang keamanan dan privasi data. Selain itu, kurangnya tenaga ahli yang terampil dan integrasi yang kompleks dengan sistem lama juga menjadi hambatan utama.
Daphne Chung, Research Director IDC APAC, menjelaskan, "GenAI kini bergerak dari eksperimen ke penerapan nyata. Strategi edge tidak lagi teoretis. Ini sudah dijalankan untuk memenuhi tuntutan dunia nyata akan kecerdasan, kepatuhan, dan skala." Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa edge computing bukan lagi sekadar konsep, tetapi solusi praktis yang diperlukan untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh aplikasi GenAI.
Laporan IDC menguraikan peta adopsi edge computing yang beragam di seluruh Asia Pasifik. Negara-negara seperti Singapura, Australia, dan Jepang berada di garis depan dalam adopsi edge, didorong oleh infrastruktur digital yang maju, regulasi yang mendukung, dan fokus yang kuat pada inovasi. Sementara itu, negara-negara berkembang seperti India, Indonesia, dan Filipina menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dalam adopsi edge, didorong oleh meningkatnya kebutuhan akan konektivitas yang lebih baik, biaya yang lebih rendah, dan peningkatan pengalaman pelanggan. Negara-negara ini berinvestasi secara signifikan dalam infrastruktur digital dan mengeksplorasi kasus penggunaan edge yang inovatif.
Untuk masa depan, IDC menekankan bahwa perusahaan harus memodernisasi infrastruktur mereka dengan pendekatan cloud + edge yang komprehensif. Pendekatan ini melibatkan pemanfaatan kekuatan komputasi cloud terpusat dan kemampuan pemrosesan terdistribusi dari edge computing untuk menciptakan infrastruktur yang fleksibel, skalabel, dan aman. Selain itu, perusahaan harus memprioritaskan keamanan data dengan mengadopsi prinsip Zero Trust, yang mengasumsikan bahwa tidak ada pengguna atau perangkat yang dapat dipercaya secara default. Terakhir, perusahaan harus menghindari vendor lock-in dengan memastikan interoperabilitas antara berbagai platform dan teknologi cloud dan edge.
IDC percaya bahwa dengan dukungan ekosistem mitra yang kuat, perusahaan di APAC dapat mempercepat implementasi AI secara lebih cepat, cerdas, dan efisien. Ekosistem ini mencakup penyedia cloud, penyedia edge computing, integrator sistem, dan pengembang aplikasi yang bekerja sama untuk memberikan solusi AI yang komprehensif. Kemitraan ini akan membantu perusahaan mengatasi kompleksitas implementasi AI dan memaksimalkan nilai investasi mereka.
Laporan IDC ini memberikan wawasan yang berharga bagi perusahaan di APAC yang ingin memanfaatkan kekuatan AI. Dengan memahami tren pasar, tantangan, dan peluang, perusahaan dapat membuat keputusan yang tepat tentang strategi infrastruktur mereka dan memastikan bahwa mereka siap untuk masa depan AI. Modernisasi infrastruktur dengan pendekatan cloud + edge, memprioritaskan keamanan data, dan menghindari vendor lock-in adalah langkah-langkah penting untuk mencapai kesuksesan dalam era AI.
Dengan meningkatnya permintaan akan aplikasi AI yang membutuhkan latensi rendah, bandwidth tinggi, dan keamanan yang ditingkatkan, edge computing menjadi semakin penting. Perusahaan yang mengadopsi edge computing akan dapat memberikan pengalaman pelanggan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional, dan menciptakan peluang bisnis baru. Laporan IDC ini merupakan panduan penting bagi perusahaan yang ingin menjelajahi potensi edge computing dan memanfaatkan kekuatan AI.
Selain itu, laporan tersebut juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara penyedia layanan cloud dan edge. Kolaborasi ini akan memungkinkan perusahaan untuk menggabungkan kekuatan kedua teknologi dan menciptakan solusi yang optimal untuk kebutuhan mereka. Penyedia layanan cloud dapat menyediakan infrastruktur dan platform yang diperlukan untuk menjalankan aplikasi AI, sementara penyedia edge computing dapat menyediakan sumber daya komputasi dan penyimpanan yang dekat dengan sumber data. Dengan bekerja sama, penyedia layanan cloud dan edge dapat membantu perusahaan mengatasi tantangan implementasi AI dan mencapai hasil yang lebih baik.
Secara keseluruhan, laporan IDC ini memberikan gambaran yang komprehensif tentang tren dan tantangan dalam adopsi AI di APAC. Laporan tersebut menyoroti pentingnya infrastruktur yang fleksibel, skalabel, dan aman untuk mendukung aplikasi AI. Dengan mengikuti rekomendasi dalam laporan ini, perusahaan dapat memastikan bahwa mereka siap untuk masa depan AI dan dapat memanfaatkan kekuatan teknologi ini untuk meningkatkan bisnis mereka. Laporan ini juga menekankan bahwa investasi dalam infrastruktur edge computing bukan lagi sebuah pilihan, melainkan sebuah keharusan bagi perusahaan yang ingin tetap kompetitif di era digital.
Pada akhirnya, kesuksesan implementasi AI bergantung pada kemampuan perusahaan untuk membangun infrastruktur yang tepat, mengembangkan strategi yang efektif, dan membangun ekosistem mitra yang kuat. Dengan melakukan hal itu, perusahaan dapat membuka potensi penuh AI dan menciptakan nilai yang signifikan bagi bisnis mereka. Laporan IDC ini memberikan peta jalan untuk mencapai tujuan tersebut dan membantu perusahaan di APAC untuk menavigasi kompleksitas lanskap AI.