Semua manusia yang hidup saat ini merupakan bagian dari spesies Homo sapiens, yang dalam bahasa Latin berarti ‘manusia yang berpengetahuan’. Namun, sejarah menunjukkan bahwa kita bukanlah satu-satunya spesies manusia yang pernah menghuni planet ini. Catatan fosil terus memberikan petunjuk baru tentang keberadaan manusia purba dalam genus Homo, termasuk nenek moyang kita seperti Homo erectus (‘manusia tegak’), yang pernah mendiami wilayah Afrika, Asia, dan sebagian Eropa antara 1,9 juta dan 110.000 tahun yang lalu. Saat ini, para ilmuwan telah mengidentifikasi lebih dari selusin spesies dalam genus Homo. Namun, pertanyaan mendasar yang terus menggelayuti benak para peneliti adalah: spesies manusia pertama itu sebenarnya apa? Jawabannya, sebagaimana akan kita lihat, tidaklah sesederhana yang dibayangkan.
Penemuan fosil di Maroko telah mengindikasikan bahwa manusia modern secara anatomis telah muncul setidaknya 300.000 tahun yang lalu. Meskipun demikian, spesies manusia tertua yang secara definitif diakui oleh para ilmuwan adalah Homo habilis, yang berarti ‘manusia serba bisa’. Homo habilis merupakan primata pengguna alat yang berjalan tegak dan hidup di Afrika antara 2,4 juta hingga 1,4 juta tahun yang lalu. Keberadaan Homo habilis memberikan titik referensi penting dalam memahami evolusi manusia.
Pemahaman kita tentang evolusi manusia sangat dipengaruhi oleh Teori Evolusi Darwin. Teori ini, yang pertama kali dirumuskan dalam buku Darwin ‘On the Origin of Species’ pada tahun 1859, menjelaskan bagaimana organisme berubah seiring waktu sebagai hasil dari perubahan sifat fisik atau perilaku yang diwariskan. Seleksi alam, sebagai mekanisme utama evolusi, memungkinkan organisme dengan sifat-sifat yang lebih menguntungkan untuk bertahan hidup dan bereproduksi, sehingga sifat-sifat tersebut menjadi lebih umum dalam populasi dari waktu ke waktu.
Namun, penemuan fosil-fosil yang lebih awal telah memunculkan kemungkinan bahwa spesies Homo lain mungkin telah ada sebelum H. habilis. Kelangkaan fosil manusia purba sering kali menjadi kendala dalam menentukan apakah spesimen yang tidak biasa mewakili spesies yang baru ditemukan atau sekadar variasi dari spesies yang sudah dikenal. Selain itu, proses evolusi yang bertahap menyulitkan untuk menentukan secara pasti kapan suatu spesies baru muncul, terutama ketika fosil menunjukkan campuran ciri-ciri dari spesies yang berbeda.
"Proses evolusi itu berkelanjutan, tetapi label yang kita berikan untuk memudahkannya bersifat statis," kata Tim D. White, seorang paleoantropolog di University of California Berkeley. Pernyataan ini menggarisbawahi tantangan dalam mengklasifikasikan fosil dan menentukan garis keturunan evolusi.
Sebagian besar teori evolusi menunjukkan bahwa H. habilis berevolusi dari genus primata yang lebih awal yang dikenal sebagai Australopithecus, yang dalam bahasa Latin berarti ‘kera selatan’ karena fosilnya pertama kali ditemukan di Afrika Selatan. Berbagai spesies Australopithecus hidup sekitar 4,4 juta hingga 1,4 juta tahun yang lalu. Ada kemungkinan bahwa H. habilis berevolusi langsung dari spesies Australopithecus afarensis, yang contoh paling terkenalnya adalah ‘Lucy’, yang ditemukan di Hadar, Ethiopia, pada tahun 1974. Lucy memberikan wawasan berharga tentang postur dan pergerakan awal hominin.
Fosil-fosil dari genus kita biasanya dibedakan dari fosil Australopithecus berdasarkan gigi Homo yang lebih kecil dan ukuran otak yang relatif lebih besar, yang mengarah pada penggunaan alat-alat batu yang lebih luas. Penggunaan alat merupakan ciri penting dari genus Homo, yang menunjukkan peningkatan kemampuan kognitif dan adaptasi terhadap lingkungan.
Namun, White mencatat bahwa ciri-ciri seperti gigi yang lebih kecil dan otak yang lebih besar pasti muncul secara bertahap dalam populasi Australopithecus tempat Homo purba berevolusi. Proses transisi ini tidaklah mendadak dan melibatkan perubahan kecil dari waktu ke waktu.
"Jika Anda memiliki Australopithecus betina, tidak ada kelahiran yang pada saat itu ia akan menamai anaknya Homo," katanya. Pernyataan ini menekankan bahwa tidak ada titik waktu yang pasti di mana Homo berasal. Sebaliknya, genus Homo muncul secara bertahap antara 2 juta hingga 3 juta tahun yang lalu, menurut White.
Sejak tahun 1970-an, para peneliti di Afrika telah menemukan fosil yang mereka kaitkan dengan spesies purba lain, Homo rudolfensis, yang menantang gagasan bahwa H. habilis adalah Homo paling awal. Penemuan ini telah memicu perdebatan tentang identitas dan hubungan evolusioner berbagai spesies Homo purba.
H. rudolfensis tampaknya secara fisik jauh lebih besar, memiliki otak yang lebih besar, dan struktur wajah yang lebih datar daripada H. habilis, yang mungkin membuatnya lebih mirip manusia modern. Perbedaan fisik ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah H. rudolfensis mewakili garis keturunan evolusi yang berbeda.
Fosil-fosilnya kira-kira seusia dengan H. habilis, sekitar 2,4 juta tahun yang lalu. Namun, hanya ada satu fosil Homo rudolfensis yang benar-benar bagus, menurut Smithsonian National History Museum, sehingga para ilmuwan tidak tahu apakah H. rudolfensis adalah H. habilis yang tidak biasa atau bahkan Austrolopithicus dengan otak yang lebih besar dari biasanya. Kelangkaan fosil yang lengkap mempersulit untuk membuat kesimpulan yang pasti tentang H. rudolfensis.
Paleoantropolog Rick Potts, yang mengepalai program Asal Usul Manusia di Smithsonian Institute, mengatakan bahwa bahkan fosil yang lebih tua dari Afrika tampaknya berasal dari genus Homo dan mungkin mendahului kedua spesies tersebut. Penemuan ini menunjukkan bahwa asal usul genus Homo mungkin lebih kompleks dan beragam dari yang kita duga sebelumnya.
Fosil tertua dari fosil-fosil tersebut berasal dari sekitar 2,8 juta tahun yang lalu, tetapi hanya berupa fragmen, beberapa tulang rahang dan beberapa gigi, sehingga tidak cukup untuk memastikan apakah fosil tersebut berasal dari spesies Homo yang berbeda dan tidak disebutkan namanya. Sebuah studi pada tahun 2025 menemukan gigi tambahan yang berasal dari 2,59 juta hingga 2,78 juta tahun yang mungkin juga berasal dari spesies Homo awal yang misterius ini. Penemuan-penemuan ini menunjukkan bahwa kita baru mulai mengungkap keragaman spesies Homo purba.
Jadi, mungkin saja spesies manusia pertama belum ditemukan. Pencarian terus berlanjut, dan setiap penemuan baru memberikan potongan teka-teki yang berharga dalam memahami asal usul kita.
"Ada banyak kegembiraan, tetapi juga banyak ketidakpastian, tentang upaya untuk menemukan lebih banyak tentang asal-usul genus Homo," kata Potts. Ungkapan ini merangkum semangat penemuan dan tantangan yang dihadapi para ilmuwan dalam mengungkap misteri evolusi manusia. Penelitian lebih lanjut, penemuan fosil baru, dan analisis genetik yang canggih akan terus memberikan wawasan baru tentang sejarah kita dan tempat kita di dunia.