Ilmuwan Ungkap Misteri di Balik Pandemi Pertama di Dunia, Ternyata Dipicu Bakteri Ini

  • Maskobus
  • Sep 11, 2025

Para peneliti, untuk pertama kalinya, berhasil mengidentifikasi bukti genom langsung dari bakteri Yersinia pestis, penyebab Wabah Justinianus, pandemi pertama yang tercatat dalam sejarah, di kawasan Mediterania Timur, tempat wabah tersebut pertama kali dilaporkan hampir 1.500 tahun silam. Penemuan krusial ini dipimpin oleh tim multidisiplin dari University of South Florida (USF) dan Florida Atlantic University (FAU), bekerja sama dengan para ilmuwan dari India dan Australia. Mereka berhasil mengisolasi Yersinia pestis, agen penyebab pes, dari sebuah kuburan massal di kota kuno Jerash, Yordania, yang lokasinya berdekatan dengan pusat mula pandemi. Penemuan ini secara definitif mengaitkan patogen tersebut dengan Wabah Justinianus (541-750 M), sekaligus memecahkan salah satu teka-teki sejarah yang telah lama diperdebatkan.

Selama berabad-abad, para sejarawan telah berdebat sengit mengenai penyebab wabah dahsyat yang merenggut nyawa puluhan juta jiwa, mengguncang Kekaisaran Bizantium, dan secara fundamental mengubah arah peradaban Barat. Meskipun terdapat sejumlah besar bukti tidak langsung, konfirmasi pasti mengenai mikroba penyebabnya tetap sulit dipastikan, sebuah ‘mata rantai yang hilang’ dalam narasi pandemi. Dua publikasi ilmiah terbaru yang dipimpin oleh USF dan FAU kini memberikan jawaban yang telah lama dicari, sekaligus menawarkan wawasan baru tentang salah satu peristiwa paling monumental dalam perjalanan kemanusiaan. Temuan ini juga menggarisbawahi relevansi wabah hingga saat ini, meskipun jarang terjadi, Yersinia pestis masih beredar di berbagai belahan dunia.

Pada bulan Juli lalu, seorang warga Arizona utara meninggal dunia akibat pes pneumonik, bentuk infeksi Y. pestis yang paling mematikan, menandai kasus kematian pertama di Amerika Serikat sejak tahun 2007. Hanya beberapa hari yang lalu, seorang individu di California juga dinyatakan positif terinfeksi penyakit tersebut. "Penemuan ini memberikan bukti definitif yang telah lama dicari mengenai keberadaan Y. pestis di pusat Wabah Justinianus," kata Rays H. Y. Jiang, PhD, peneliti utama dan profesor di USF College of Public Health. "Selama berabad-abad, kita hanya mengandalkan catatan tertulis tentang penyakit mematikan itu, tanpa bukti biologis yang nyata akan keberadaan pes. Temuan kami memberikan kepingan penting yang hilang, sekaligus jendela genetik pertama untuk memahami bagaimana pandemi ini berlangsung di jantung kekaisaran."

Wabah Justinianus pertama kali tercatat di Pelusium (sekarang Tell el-Farama, Mesir) sebelum menyebar ke seluruh Kekaisaran Romawi Timur atau Bizantium. Meskipun jejak Y. pestis sebelumnya telah ditemukan ribuan mil jauhnya di desa-desa kecil di Eropa Barat, tidak ada bukti yang pernah ditemukan di dalam kekaisaran itu sendiri atau di dekat pusat pandemi. "Dengan menggunakan teknik DNA kuno yang terarah, kami berhasil menemukan dan mengurutkan materi genetik dari delapan gigi manusia yang digali dari ruang pemakaman di bawah bekas hippodrome Romawi di Jerash, sebuah kota hanya 200 mil dari Pelusium kuno," jelas Greg O’Corry-Crowe, PhD, salah satu penulis studi, profesor riset di FAU Harbor Branch Oceanographic Institute, dan penjelajah National Geographic. Analisis genom menunjukkan bahwa para korban wabah membawa strain Y. pestis yang hampir identik, untuk pertama kalinya mengonfirmasi bahwa bakteri tersebut memang ada di dalam Kekaisaran Bizantium sekitar tahun 550-660 M. Keseragaman genetik ini mengindikasikan adanya wabah yang menyebar dengan cepat dan mematikan, sesuai dengan catatan sejarah tentang wabah yang menyebabkan kematian massal.

"Temuan di Jerash memberikan gambaran langka tentang bagaimana masyarakat kuno merespons bencana kesehatan," tambah Jiang. "Jerash adalah salah satu kota penting di Kekaisaran Romawi Timur, pusat perdagangan yang terdokumentasi dengan bangunan-bangunan megah. Bahwa tempat yang dulunya dibangun untuk hiburan dan kebanggaan warga menjadi pemakaman massal di masa darurat menunjukkan betapa besar kemungkinan pusat-pusat perkotaan kewalahan." Studi pendamping yang juga dipimpin oleh USF dan FAU menempatkan penemuan di Jerash ke dalam konteks evolusi yang lebih luas. Dengan menganalisis ratusan genom Y. pestis kuno dan modern, termasuk yang baru ditemukan dari Jerash, para peneliti menunjukkan bahwa bakteri ini telah beredar di antara populasi manusia selama ribuan tahun sebelum wabah Justinianus terjadi.

Ilmuwan Ungkap Misteri di Balik Pandemi Pertama di Dunia, Ternyata Dipicu Bakteri Ini

Tim juga menemukan bahwa pandemi-pandemi wabah berikutnya, mulai dari Black Death pada abad ke-14 hingga kasus yang masih muncul hingga kini, bukanlah keturunan dari satu strain leluhur. Sebaliknya, pandemi itu muncul secara independen dan berulang dari reservoir hewan yang sudah ada sejak lama, meletus dalam beberapa gelombang di berbagai wilayah dan era. Pola berulang ini sangat berbeda dengan pandemi SARS-CoV-2 (COVID-19), yang berasal dari satu peristiwa spillover dan kemudian berkembang terutama melalui penularan antarmanusia. Secara keseluruhan, temuan penting ini mengubah pemahaman tentang bagaimana pandemi muncul, berulang, dan menyebar, serta mengapa pandemi tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari peradaban manusia.

Penelitian ini menegaskan bahwa pandemi bukanlah bencana sejarah yang terjadi sekali saja, melainkan peristiwa biologis berulang yang dipicu oleh interaksi manusia, mobilitas, dan perubahan lingkungan. Penemuan ini memiliki implikasi yang luas untuk pemahaman kita tentang evolusi penyakit menular, respons kesehatan masyarakat, dan pentingnya pengawasan berkelanjutan untuk mencegah dan memitigasi pandemi di masa depan. Dengan mengidentifikasi akar penyebab dan dinamika penyebaran pandemi di masa lalu, kita dapat lebih siap untuk menghadapi tantangan kesehatan global di masa depan.

Studi ini juga menyoroti pentingnya penelitian interdisipliner dalam mengatasi masalah kesehatan global yang kompleks. Dengan menggabungkan keahlian dari arkeologi, genetika, mikrobiologi, dan epidemiologi, para peneliti mampu mengungkap misteri yang telah membingungkan para ilmuwan selama berabad-abad. Kolaborasi antara universitas, lembaga penelitian, dan negara-negara juga sangat penting untuk mengatasi tantangan-tantangan ini secara efektif. Temuan ini menggarisbawahi perlunya investasi berkelanjutan dalam penelitian ilmiah dan pengembangan kapasitas di bidang kesehatan masyarakat untuk melindungi populasi dari ancaman penyakit menular.

Lebih lanjut, penelitian ini menekankan pentingnya mempelajari sejarah pandemi untuk memahami implikasi jangka panjang dari peristiwa-peristiwa tersebut terhadap masyarakat dan peradaban. Wabah Justinianus memiliki dampak yang mendalam terhadap Kekaisaran Bizantium, yang berkontribusi pada penurunan ekonomi, kerusuhan sosial, dan perubahan politik. Memahami konsekuensi dari pandemi masa lalu dapat membantu kita mempersiapkan diri untuk tantangan yang mungkin timbul dari pandemi di masa depan, termasuk dampak terhadap ekonomi, sistem kesehatan, dan struktur sosial.

Selain itu, penelitian ini menyoroti pentingnya pengawasan yang berkelanjutan terhadap penyakit menular untuk mendeteksi dan merespons wabah secara dini. Meskipun Yersinia pestis jarang terjadi saat ini, ia masih beredar di beberapa bagian dunia, dan berpotensi menyebabkan wabah jika tidak terdeteksi dan diobati dengan cepat. Dengan memantau populasi hewan dan manusia untuk tanda-tanda infeksi, dan dengan menerapkan langkah-langkah pengendalian yang efektif, kita dapat meminimalkan risiko wabah di masa depan. Temuan ini juga menggarisbawahi perlunya penelitian berkelanjutan untuk mengembangkan vaksin dan perawatan baru untuk penyakit menular. Meskipun antibiotik efektif untuk mengobati infeksi Yersinia pestis, resistensi terhadap antibiotik menjadi masalah yang semakin meningkat, sehingga penting untuk mengembangkan terapi alternatif.

Terakhir, penelitian ini menyoroti pentingnya komunikasi publik yang efektif selama pandemi. Selama Wabah Justinianus, informasi yang salah dan ketakutan menyebabkan kepanikan dan kerusuhan sosial. Dengan memberikan informasi yang akurat dan tepat waktu kepada publik, dan dengan mengatasi mitos dan kesalahpahaman, kita dapat membantu mengurangi ketakutan dan mendorong perilaku yang bertanggung jawab selama pandemi. Temuan ini juga mengingatkan kita bahwa pandemi adalah ancaman global yang membutuhkan respons global. Dengan bekerja sama, berbagi informasi, dan mengoordinasikan upaya, kita dapat melindungi populasi dari dampak pandemi dan membangun dunia yang lebih sehat dan aman untuk semua. Penelitian ini adalah bukti kekuatan ilmu pengetahuan dan kolaborasi untuk mengatasi tantangan kesehatan global yang paling mendesak. Dengan terus berinvestasi dalam penelitian, pengembangan, dan pengawasan, kita dapat lebih siap untuk menghadapi pandemi di masa depan dan melindungi populasi dari dampaknya.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :