Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) berhasil mengamankan seorang warga negara asing (WNA) berinisial NE, seorang buronan internasional yang terlibat dalam kasus penculikan anak di Maroko. Penangkapan ini merupakan hasil koordinasi intensif antara tim Imigrasi dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), serta dukungan dari Interpol. NE ditangkap di wilayah Jakarta setelah upaya pelacakan yang ekstensif yang membawanya dari Lombok hingga ibu kota.
Penangkapan NE didasarkan pada Surat Perintah Penangkapan Internasional (International Arrest Warrant) Nomor 2024/45 yang dikeluarkan pada tanggal 28 Mei 2025. Surat ini mengindikasikan bahwa NE merupakan subjek pencarian oleh otoritas Maroko atas dugaan keterlibatannya dalam kasus penculikan anak.
Plt. Direktur Jenderal Imigrasi, Yuldi Yusman, mengungkapkan bahwa penangkapan NE merupakan bukti komitmen Imigrasi dalam memberantas kejahatan transnasional. "Buronan ini sangat licin dan terus berpindah tempat. Berkat koordinasi yang erat antara tim kami dengan Polri, kami berhasil melacak keberadaan NE yang terus bergerak, dari Lombok hingga akhirnya kami tangkap di Jakarta," ujar Yuldi dalam keterangan resminya.
Yuldi menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari permohonan yang diajukan oleh Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri pada tanggal 8 Juli 2025. Permohonan tersebut berisi permintaan bantuan untuk menangkap NE berdasarkan surat perintah penangkapan internasional yang telah diterbitkan.
Berdasarkan data perlintasan, NE terdeteksi memasuki wilayah Indonesia sejak tanggal 1 Mei 2025. Ia masuk melalui pintu masuk Lombok dengan menggunakan visa kunjungan. Selanjutnya, NE mengubah status visanya menjadi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) Investor dengan alamat yang tertera di Jakarta Timur.
Menindaklanjuti informasi tersebut, tim dari Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Wasdakim) segera bergerak untuk melakukan penelusuran. Mereka melakukan pengecekan ke alamat yang tertera pada KITAS NE di Jakarta Timur. Secara paralel, pencarian juga dilakukan di wilayah Lombok, di mana diperoleh informasi bahwa NE tinggal bersama dua orang anaknya.
Setelah melakukan pengawasan intensif, tim Imigrasi berhasil mendeteksi pergerakan NE menuju Jakarta pada tanggal 19 Agustus 2025. Pada saat itulah, penangkapan dilakukan. Setelah diamankan, NE langsung dideportasi ke negara asalnya, Maroko, melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada tanggal 21 Agustus 2025.
"Keberhasilan penangkapan dan pendeportasian ini menunjukkan komitmen kuat Ditjen Imigrasi untuk memberantas kejahatan lintas negara. Kami akan terus meningkatkan koordinasi dan kolaborasi dengan aparat penegak hukum, baik di dalam maupun luar negeri, demi menjaga kedaulatan negara dan menciptakan rasa aman bagi masyarakat," tegas Yuldi.
Kasus penangkapan NE ini menjadi sorotan karena beberapa alasan. Pertama, kasus ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak menjadi tempat yang aman bagi para pelaku kejahatan internasional untuk bersembunyi. Imigrasi dan aparat penegak hukum lainnya akan terus bekerja sama untuk menangkap dan mendeportasi para buronan yang mencoba melarikan diri ke Indonesia.
Kedua, kasus ini menyoroti pentingnya koordinasi dan kolaborasi antara berbagai instansi pemerintah, baik di dalam maupun luar negeri, dalam memberantas kejahatan transnasional. Kerjasama yang erat antara Imigrasi, Polri, dan Interpol menjadi kunci keberhasilan penangkapan NE.
Ketiga, kasus ini juga menjadi pengingat bagi masyarakat untuk selalu waspada terhadap potensi kejahatan di sekitar mereka. Masyarakat diharapkan dapat berperan aktif dalam memberikan informasi kepada pihak berwenang jika melihat atau mengetahui adanya aktivitas yang mencurigakan.
Lebih lanjut, penangkapan NE juga menimbulkan beberapa pertanyaan terkait dengan proses penerbitan KITAS yang diperolehnya. Bagaimana mungkin seorang buronan internasional dapat memperoleh izin tinggal di Indonesia? Apakah ada celah dalam sistem pengawasan keimigrasian yang perlu diperbaiki?
Menanggapi pertanyaan tersebut, pihak Imigrasi menyatakan bahwa mereka akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses penerbitan KITAS NE. Jika ditemukan adanya pelanggaran atau kelalaian dalam proses tersebut, maka akan diambil tindakan tegas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selain itu, Imigrasi juga akan meningkatkan pengawasan terhadap WNA yang masuk dan tinggal di Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan. Imigrasi akan memperketat pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen keimigrasian, serta meningkatkan kerjasama dengan pihak-pihak terkait, seperti Kedutaan Besar dan Konsulat Jenderal negara asing.
Penangkapan NE juga menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperkuat kerjasama internasional dalam bidang penegakan hukum. Indonesia akan terus aktif berpartisipasi dalam forum-forum internasional yang membahas isu-isu terkait dengan kejahatan transnasional, seperti penculikan anak, perdagangan manusia, dan terorisme.
Indonesia juga akan terus menjalin kerjasama bilateral dengan negara-negara lain dalam bidang penegakan hukum. Kerjasama ini meliputi pertukaran informasi, pelatihan, dan bantuan teknis. Dengan kerjasama yang erat, diharapkan Indonesia dapat semakin efektif dalam memberantas kejahatan transnasional.
Keberhasilan Imigrasi dalam menangkap NE merupakan sebuah prestasi yang patut diapresiasi. Namun, hal ini tidak berarti bahwa Imigrasi dapat berpuas diri. Imigrasi harus terus berbenah diri dan meningkatkan kemampuan untuk menghadapi tantangan ke depan.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh Imigrasi adalah perkembangan teknologi yang semakin pesat. Para pelaku kejahatan transnasional juga semakin canggih dalam menggunakan teknologi untuk melakukan aksinya. Oleh karena itu, Imigrasi harus mampu mengimbangi perkembangan teknologi tersebut.
Imigrasi perlu berinvestasi dalam teknologi yang canggih, seperti sistem pengawasan perbatasan yang terintegrasi, sistem identifikasi biometrik, dan sistem analisis data yang canggih. Dengan teknologi yang canggih, Imigrasi akan lebih mudah untuk mendeteksi dan mencegah masuknya orang asing yang berbahaya ke Indonesia.
Selain itu, Imigrasi juga perlu meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Para petugas Imigrasi harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk menghadapi berbagai macam tantangan. Imigrasi perlu menyelenggarakan pelatihan-pelatihan yang relevan untuk meningkatkan kemampuan para petugasnya.
Imigrasi juga perlu membangun budaya kerja yang profesional dan akuntabel. Para petugas Imigrasi harus bekerja dengan jujur, disiplin, dan bertanggung jawab. Imigrasi harus menerapkan sistem pengawasan yang ketat untuk mencegah terjadinya praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Dengan melakukan berbagai upaya tersebut, diharapkan Imigrasi dapat menjadi institusi yang semakin kuat dan profesional. Imigrasi akan mampu menjalankan tugasnya dengan baik, yaitu menjaga kedaulatan negara dan menciptakan rasa aman bagi masyarakat.
Kasus penangkapan NE ini juga menjadi pelajaran bagi kita semua. Kita harus selalu waspada terhadap potensi kejahatan di sekitar kita. Kita harus berperan aktif dalam menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan kita. Jika kita melihat atau mengetahui adanya aktivitas yang mencurigakan, jangan ragu untuk melaporkannya kepada pihak berwenang.
Dengan kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat, kita dapat menciptakan Indonesia yang aman, nyaman, dan sejahtera.