Ini yang Terjadi pada Otak Pengidap Skizofrenia, Gangguan Mental Berat Terabaikan

  • Maskobus
  • Sep 04, 2025

Skizofrenia adalah gangguan mental kronis yang memengaruhi cara seseorang berpikir, merasa, dan bertindak. Kondisi ini sering kali disalahpahami dan terabaikan, padahal dampaknya sangat signifikan bagi individu dan masyarakat. Skizofrenia diperkirakan memengaruhi sekitar 0,32% populasi global, atau sekitar 24 juta orang di seluruh dunia. Gangguan ini ditandai dengan masalah kronis yang memengaruhi fungsi otak, memicu gejala psikosis, delusi, halusinasi, serta pikiran dan ucapan yang tidak terorganisir. Asosiasi Psikiatri Amerika (APA) mencatat bahwa gejala skizofrenia cenderung memburuk seiring waktu jika tidak ditangani dengan tepat.

Pengalaman Seorang Pengidap Skizofrenia

Henry Cockburn, seorang warga Amerika Serikat, menggambarkan pengalamannya dengan skizofrenia sebagai sesuatu yang awalnya terasa "normal." Pada Februari 2002, di usia 20-an, Henry meninggalkan Universitas Brighton dan memutuskan untuk berjalan kaki sejauh 113 kilometer menuju rumah masa kecilnya di Canterbury. Dalam perjalanannya, setelah menempuh sekitar 24 kilometer, ia mendengar suara pesawat di kejauhan. Ia kemudian meyakini bahwa ada kekuatan jahat yang mengetahui keberadaannya dan sedang mengikutinya. Akibatnya, Henry terjun ke perairan pasang surut yang dingin di Muara Newhaven dan berenang menjauh dari apa yang dianggapnya sebagai kehadiran "jahat" tersebut. Untungnya, nelayan menemukan dan menyelamatkannya sebelum ia pingsan karena hipotermia.

Setelah dirawat di rumah sakit umum, Henry dipindahkan ke rumah sakit jiwa, di mana ia didiagnosis dengan skizofrenia. Rumah sakit tersebut menjadi yang pertama dari beberapa fasilitas tempat ia menghabiskan delapan tahun berikutnya. Kasus Henry mencerminkan pola gejala yang khas pada skizofrenia: gangguan psikologis yang muncul pada awal masa dewasa, yang mengarah pada keyakinan palsu, halusinasi, dan paranoia, yang semuanya meningkat seiring waktu.

"Saya melihatnya lebih sebagai kebangkitan spiritual daripada skizofrenia paranoid," kenang Henry. "Rasanya seperti saya sedang melarikan diri, dan jika menjadi bagian dari sistem dan menarik diri dari sistem, sistem tidak menyukainya. Saya agak kesal dan marah, seperti, ‘Mengapa orang-orang tidak bisa memahami saya?’"

Ini yang Terjadi pada Otak Pengidap Skizofrenia, Gangguan Mental Berat Terabaikan

Tahapan dan Usia Onset Skizofrenia

Gejala skizofrenia biasanya mulai muncul antara usia 15 dan 25 tahun. Menurut Dr. D’Souza, seorang profesor psikiatri, neurologi, ilmu saraf, dan kedokteran genetika di Universitas Johns Hopkins, seseorang mungkin merasa baik-baik saja atau bahkan merasa hebat dalam hidup mereka sebelum tiba-tiba mengalami gejala.

"Bagi saya, (skizofrenia) adalah penyakit mental yang paling menghancurkan, karena menyerang sebelum seseorang mencapai potensinya," kata Dr. D’Souza.

Penelitian menunjukkan bahwa gangguan ini mungkin berasal dari perubahan proses perkembangan saraf normal yang terjadi seiring bertambahnya usia remaja. Rentang usia onset yang lebih tinggi bertepatan dengan waktu ketika otak menyelesaikan pematangannya. Namun, bagi sebagian orang, tahap perubahan tersebut mungkin sudah terbentuk sejak masa bayi dan membutuhkan 20 tahun pematangan otak agar efeknya terlihat jelas, menurut Dr. Daniel Weinberger, Direktur dan CEO Institut Lieber untuk Pengembangan Otak.

Meskipun jarang terjadi, ada beberapa bentuk skizofrenia yang dapat dimulai lebih awal. Dr. D’Souza menambahkan bahwa skizofrenia sebagian besar terjadi pada pria. Namun, ada puncak kedua yang menarik dalam tingkat skizofrenia yang terjadi di awal usia 50-an, yang sebagian besar terjadi pada wanita. Hal ini diduga terkait dengan menopause.

Pemicu dan Faktor Risiko Skizofrenia

Penyebab langsung skizofrenia belum sepenuhnya dipahami, tetapi ada beberapa faktor risiko yang diketahui. Faktor-faktor tersebut mencakup kimia otak dan genetika yang meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami gangguan tersebut, dengan akumulasi faktor risiko. Studi neuroimaging juga menunjukkan kelainan struktural pada otak pengidap skizofrenia, tetapi belum ada yang cukup konsisten di seluruh populasi pasien untuk menjadi ciri khas gangguan tersebut.

Kehamilan yang diperumit oleh faktor-faktor seperti preeklamsia, persalinan lama, atau berat badan lahir rendah dapat menggandakan risiko seorang anak terkena skizofrenia, menurut Dr. Weinberger. Stres dan trauma juga dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena skizofrenia.

Mengonsumsi obat-obatan yang mengubah pikiran saat remaja atau dewasa muda merupakan faktor risiko lain. Para peneliti semakin banyak menemukan hubungan antara penggunaan ganja dan skizofrenia.

Gejala Skizofrenia

Ada beberapa kategori gejala skizofrenia, dan gejala-gejala tersebut dapat memengaruhi perasaan, pikiran, dan tindakan seseorang.

"Delusi, atau mempercayai hal-hal yang tidak benar atau nyata, dan kemudian bertindak berdasarkan hal-hal tersebut, merupakan hal yang umum terjadi. Delusi bisa sangat meresahkan, menyiksa, dan sangat melumpuhkan," kata Dr. Weinberger.

Seseorang dengan delusi mungkin berpikir bahwa Badan Intelijen Pusat (CIA) telah menyusup ke ponsel mereka untuk memata-matai mereka, dan dengan demikian melepas baterai ponsel tersebut.

Banyak pengidap skizofrenia juga mengalami halusinasi, seperti berbicara dengan seseorang yang tidak ada di sana. Seperti yang dialami Henry Cockburn, terkadang ia melihat penembak jitu di luar jendela kamar rumah sakitnya.

Delusi dan halusinasi dapat menyebabkan rasa takut dan paranoia. "Paranoia tersebut dapat membuat pasien berpikir bahwa orang lain sedang membicarakan mereka, berkomplot melawan mereka, atau memengaruhi atau membaca pikiran di otak mereka sendiri, membuat mereka sangat tidak nyaman di tempat umum, karena mereka merasa tidak aman," tambah Dr. Weinberger.

Penanganan dan Pengobatan Skizofrenia

Skizofrenia tidak dapat disembuhkan, tetapi kondisinya dapat diatasi dengan kombinasi obat-obatan dan terapi. Obat yang paling efektif untuk pasien adalah antipsikotik, karena obat-obatan tersebut mengelola unsur-unsur psikosis yang mengganggu pikiran dan persepsi. Kesulitan kognitif lebih sulit diobati.

Pada saat yang sama, Dr. Weinberger menambahkan bahwa hambatan terbesar dalam pengobatan adalah pasien yang tidak minum obat terkadang karena anosognosia, ketidaksadaran akan penyakitnya, yang memengaruhi 50 hingga 98 persen pengidap skizofrenia.

Dampak Skizofrenia pada Otak

Skizofrenia tidak hanya memengaruhi pikiran dan perilaku, tetapi juga memiliki dampak yang signifikan pada struktur dan fungsi otak. Penelitian neuroimaging telah mengungkapkan beberapa kelainan otak yang umum terjadi pada pengidap skizofrenia, meskipun tidak ada satu pun kelainan yang secara konsisten ditemukan pada semua pasien. Beberapa perubahan otak yang terkait dengan skizofrenia meliputi:

  • Pengurangan Volume Otak: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengidap skizofrenia cenderung memiliki volume otak yang lebih kecil, terutama di daerah prefrontal dan temporal. Daerah-daerah ini penting untuk fungsi kognitif seperti perencanaan, pengambilan keputusan, memori, dan bahasa.
  • Perubahan Aktivitas Otak: Studi fungsional MRI (fMRI) telah menunjukkan bahwa pengidap skizofrenia mungkin memiliki aktivitas otak yang berbeda selama tugas-tugas kognitif. Beberapa penelitian menemukan penurunan aktivitas di daerah prefrontal, yang dapat berkontribusi pada kesulitan dalam fungsi eksekutif.
  • Kelainan dalam Konektivitas Otak: Skizofrenia juga dikaitkan dengan perubahan dalam konektivitas antara berbagai daerah otak. Ini dapat mengganggu komunikasi yang efisien antara daerah-daerah otak yang berbeda, yang penting untuk fungsi kognitif dan emosional yang normal.
  • Perubahan dalam Neurotransmiter: Neurotransmiter adalah bahan kimia yang memungkinkan sel-sel saraf berkomunikasi satu sama lain. Skizofrenia dikaitkan dengan perubahan dalam kadar beberapa neurotransmiter, terutama dopamin dan glutamat. Ketidakseimbangan dalam neurotransmiter ini dapat berkontribusi pada gejala psikosis.

Penelitian dan Pengembangan Lebih Lanjut

Meskipun ada kemajuan dalam pemahaman dan pengobatan skizofrenia, masih banyak yang perlu dipelajari tentang gangguan ini. Penelitian terus dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab skizofrenia, mengembangkan pengobatan yang lebih efektif, dan meningkatkan kualitas hidup bagi orang-orang yang hidup dengan kondisi ini.

Beberapa bidang penelitian yang menjanjikan meliputi:

  • Genetika: Penelitian genetik bertujuan untuk mengidentifikasi gen-gen yang meningkatkan risiko seseorang terkena skizofrenia. Ini dapat membantu dalam mengembangkan strategi pencegahan dan pengobatan yang lebih tepat sasaran.
  • Neuroimaging: Teknologi neuroimaging terus berkembang, memungkinkan para peneliti untuk mempelajari otak pengidap skizofrenia dengan lebih detail. Ini dapat membantu dalam mengidentifikasi biomarker untuk skizofrenia dan memantau respons terhadap pengobatan.
  • Farmakologi: Penelitian farmakologis bertujuan untuk mengembangkan obat-obatan baru yang lebih efektif dan memiliki efek samping yang lebih sedikit. Ini termasuk penelitian tentang obat-obatan yang menargetkan neurotransmiter selain dopamin, seperti glutamat.
  • Terapi Psikososial: Terapi psikososial, seperti terapi perilaku kognitif (CBT) dan pelatihan keterampilan sosial, dapat membantu pengidap skizofrenia untuk mengelola gejala mereka, meningkatkan fungsi sosial mereka, dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

Kesimpulan

Skizofrenia adalah gangguan mental yang kompleks dan serius yang memengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Meskipun tidak dapat disembuhkan, kondisi ini dapat diatasi dengan kombinasi obat-obatan dan terapi. Penelitian terus dilakukan untuk memahami lebih lanjut tentang skizofrenia dan mengembangkan pengobatan yang lebih efektif. Penting untuk meningkatkan kesadaran tentang skizofrenia dan mengurangi stigma yang terkait dengan gangguan ini, sehingga orang-orang yang hidup dengan skizofrenia dapat menerima dukungan dan perawatan yang mereka butuhkan.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :