Jadi Tersangka Hasut Demo, Direktur Lokataru dkk Terancam 6 Tahun Penjara

  • Maskobus
  • Sep 02, 2025

Polda Metro Jaya telah menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan penghasutan terhadap pelajar untuk mengikuti aksi unjuk rasa di Jakarta. Penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut dari serangkaian penyelidikan terkait aksi demonstrasi yang melibatkan pelajar dan berujung pada kericuhan.

"Penyidik memiliki keyakinan untuk menetapkan enam orang tersangka," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam dalam jumpa pers yang digelar pada Selasa (2/9). Kombes Ade Ary menjelaskan bahwa penetapan tersangka ini didasarkan pada bukti-bukti yang cukup dan hasil pemeriksaan saksi-saksi yang menguatkan dugaan keterlibatan para tersangka dalam menghasut pelajar untuk turun ke jalan.

Keenam tersangka tersebut dijerat dengan sejumlah pasal berlapis, yang meliputi Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan untuk Melakukan Tindak Pidana, Pasal 87 juncto Pasal 76H juncto Pasal 15 UU Perlindungan Anak tentang Eksploitasi Anak, serta Pasal 28 ayat 3 UU ITE tentang Penyebaran Informasi yang Menimbulkan Kebencian atau Permusuhan.

"Dengan ancaman pidana pasal 160 ancaman pidananya 6 tahun, kemudian Undang-undang Perlindungan Anak ancaman pidananya 5 tahun, kemudian Undang-undang ITE ancaman pidananya 6 tahun," beber Ade Ary. Kombes Ade Ary menegaskan bahwa ancaman hukuman yang berat ini menunjukkan keseriusan pihak kepolisian dalam menindak tegas para pelaku yang terlibat dalam menghasut dan mengeksploitasi anak-anak untuk kepentingan politik.

Jadi Tersangka Hasut Demo, Direktur Lokataru dkk Terancam 6 Tahun Penjara

Terhadap para tersangka hingga kini masih dilakukan pemeriksaan intensif oleh penyidik Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Penyidik berupaya untuk menggali lebih dalam peran masing-masing tersangka dalam aksi penghasutan ini, serta mencari tahu motif dan tujuan di balik tindakan mereka. Selain itu, penyidik juga tengah menelusuri kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus ini.

Penetapan tersangka terhadap enam orang ini, termasuk Direktur Lokataru, telah menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Sebagian pihak mendukung langkah tegas kepolisian dalam menindak para pelaku penghasutan, sementara sebagian lainnya mengkritik tindakan tersebut sebagai bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat.

Lokataru sendiri merupakan sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang advokasi hukum dan hak asasi manusia. Lembaga ini dikenal aktif dalam mengkritisi kebijakan pemerintah dan membela hak-hak masyarakat yang termarjinalkan.

Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan isu-isu sensitif, seperti kebebasan berpendapat, hak anak, dan peran organisasi masyarakat sipil dalam mengawal demokrasi. Banyak pihak yang berharap agar kasus ini dapat diselesaikan secara transparan dan adil, dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip hukum dan hak asasi manusia.

Analisis Lebih Mendalam

Penetapan tersangka terhadap Direktur Lokataru dan lima orang lainnya dalam kasus dugaan penghasutan demo pelajar ini memunculkan sejumlah pertanyaan dan implikasi yang perlu dianalisis lebih mendalam.

  • Unsur Penghasutan: Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan membutuhkan pembuktian yang kuat mengenai adanya ajakan atau hasutan yang dilakukan secara sengaja dan terbuka kepada masyarakat untuk melakukan tindak pidana. Dalam kasus ini, penyidik perlu membuktikan bahwa para tersangka secara aktif dan sadar telah mengajak atau menghasut pelajar untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum, seperti kerusuhan atau perusakan fasilitas publik.

  • Eksploitasi Anak: Pasal 87 juncto Pasal 76H juncto Pasal 15 UU Perlindungan Anak mengatur mengenai larangan melibatkan anak-anak dalam kegiatan yang membahayakan keselamatan, kesehatan fisik, mental, atau moral mereka. Dalam konteks demonstrasi, penyidik perlu membuktikan bahwa para tersangka telah memanfaatkan atau mengeksploitasi anak-anak untuk kepentingan politik atau ideologis mereka, tanpa memperhatikan risiko dan dampak negatif yang mungkin timbul pada diri anak-anak tersebut.

  • Kebebasan Berpendapat vs. Tanggung Jawab: Kasus ini juga menimbulkan perdebatan mengenai batasan antara kebebasan berpendapat dan tanggung jawab dalam menyampaikan informasi. Kebebasan berpendapat merupakan hak yang dijamin oleh konstitusi, namun hak ini tidaklah mutlak dan memiliki batasan-batasan tertentu. Dalam konteks ini, penyidik perlu mempertimbangkan apakah pernyataan atau tindakan para tersangka telah melampaui batas-batas kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab, sehingga menimbulkan dampak negatif bagi keamanan dan ketertiban masyarakat.

  • Peran Organisasi Masyarakat Sipil: Penetapan tersangka terhadap Direktur Lokataru juga menyoroti peran organisasi masyarakat sipil (OMS) dalam mengawal demokrasi dan mengkritisi kebijakan pemerintah. OMS memiliki hak untuk menyampaikan pendapat dan mengkritisi kebijakan pemerintah, namun hak ini harus dilakukan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Kasus ini menjadi momentum bagi OMS untuk merefleksikan peran dan tanggung jawab mereka dalam menjaga stabilitas sosial dan mencegah terjadinya konflik.

Implikasi Hukum dan Sosial

Kasus ini memiliki implikasi hukum dan sosial yang signifikan, baik bagi para tersangka, korban, maupun masyarakat secara luas.

  • Proses Hukum yang Adil: Para tersangka memiliki hak untuk mendapatkan proses hukum yang adil dan transparan, termasuk hak untuk didampingi oleh pengacara, hak untuk membela diri, dan hak untuk mengajukan banding jika tidak puas dengan putusan pengadilan. Pihak kepolisian dan kejaksaan harus memastikan bahwa proses penyidikan dan penuntutan dilakukan secara profesional dan objektif, tanpa adanya tekanan atau intervensi dari pihak manapun.

  • Pemulihan Korban: Para pelajar yang menjadi korban penghasutan atau eksploitasi dalam aksi demonstrasi berhak mendapatkan pemulihan fisik, mental, dan sosial. Pemerintah dan masyarakat perlu memberikan dukungan dan bantuan kepada para korban agar mereka dapat kembali ke kehidupan normal dan melanjutkan pendidikan mereka.

  • Pencegahan Terulang: Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan. Pemerintah, masyarakat, dan organisasi masyarakat sipil perlu bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran hukum dan etika berdemokrasi di kalangan pelajar dan masyarakat umum. Selain itu, perlu ada upaya untuk memperkuat sistem perlindungan anak dan mencegah terjadinya eksploitasi anak dalam bentuk apapun.

Rekomendasi

Untuk menyelesaikan kasus ini secara adil dan transparan, serta mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan, berikut adalah beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan:

  1. Investigasi yang Profesional dan Objektif: Pihak kepolisian harus melakukan investigasi secara profesional dan objektif, dengan mengumpulkan bukti-bukti yang kuat dan tidak memihak. Proses investigasi harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, serta melibatkan pengawasan dari pihak eksternal yang independen.

  2. Proses Hukum yang Adil dan Transparan: Proses hukum terhadap para tersangka harus dilakukan secara adil dan transparan, dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip hukum dan hak asasi manusia. Para tersangka harus diberikan kesempatan yang sama untuk membela diri dan mengajukan bukti-bukti yang meringankan.

  3. Mediasi dan Restorative Justice: Jika memungkinkan, perlu dipertimbangkan upaya mediasi dan restorative justice untuk menyelesaikan kasus ini secara damai dan konstruktif. Mediasi dapat melibatkan para tersangka, korban, keluarga korban, dan pihak-pihak terkait lainnya untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.

  4. Peningkatan Kesadaran Hukum dan Etika Berdemokrasi: Pemerintah dan masyarakat perlu meningkatkan kesadaran hukum dan etika berdemokrasi di kalangan pelajar dan masyarakat umum. Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, kampanye sosial, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang hak dan kewajiban warga negara, serta pentingnya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

  5. Penguatan Sistem Perlindungan Anak: Pemerintah perlu memperkuat sistem perlindungan anak dan mencegah terjadinya eksploitasi anak dalam bentuk apapun. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas lembaga-lembaga perlindungan anak, peningkatan koordinasi antar instansi terkait, serta peningkatan peran serta masyarakat dalam melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi.

  6. Dialog dan Komunikasi yang Efektif: Pemerintah dan organisasi masyarakat sipil perlu membangun dialog dan komunikasi yang efektif untuk mengatasi perbedaan pendapat dan mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi. Dialog dan komunikasi yang terbuka dan inklusif dapat membantu membangun kepercayaan dan mencegah terjadinya konflik.

Dengan menerapkan rekomendasi-rekomendasi ini, diharapkan kasus ini dapat diselesaikan secara adil dan transparan, serta dapat mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan. Selain itu, diharapkan pula dapat meningkatkan kesadaran hukum dan etika berdemokrasi di kalangan pelajar dan masyarakat umum, serta memperkuat sistem perlindungan anak di Indonesia.

Demonstrasi merupakan hak warga negara dalam berdemokrasi. Untuk kepentingan bersama, sebaiknya demonstrasi dilakukan secara damai tanpa aksi penjarahan dan perusakan fasilitas publik.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :