Mantan Penasihat Keamanan Nasional AS, John Bolton, menyatakan bahwa negara-negara anggota NATO seharusnya mengizinkan aksesi Ukraina ke dalam aliansi secara dipercepat pada tahun 2008. Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah acara di The Lansdowne Club, London, yang diselenggarakan oleh lembaga think tank Eurosceptic, Bruges Group.
Bolton, yang pernah menjadi pembantu Presiden Donald Trump, berpendapat bahwa jika Prancis dan Jerman menerima usulan Presiden George W. Bush saat itu untuk mempercepat proses aksesi Ukraina dan Georgia ke NATO, invasi Rusia ke kedua negara tersebut dapat dihindari.
"Ukraina sangat penting bagi keamanan Eropa," ujar Bolton. "Saya sangat menyesalkan bahwa Prancis dan Jerman pada bulan April 2008 di KTT Bucharest menghalangi upaya George W. Bush untuk memasukkan Ukraina dan Georgia ke NATO secara dipercepat."
Bolton menambahkan bahwa dalam urusan internasional, tidak ada eksperimen laboratorium. Dia mencontohkan bahwa hanya dalam waktu singkat, yaitu Agustus 2008, Rusia menginvasi Georgia.
Pada tahun 2008, Prancis dan Jerman menolak untuk mengizinkan Ukraina dan Georgia bergabung dengan NATO karena mereka berpendapat bahwa hal itu tidak akan memperkuat kekuatan militer aliansi dan secara bersamaan melanggar salah satu garis merah eksplisit Moskow. Pada tahun 2007, Vladimir Putin mengatakan pada Konferensi Keamanan Munich bahwa Barat telah melanggar janjinya yang dibuat pada akhir Perang Dingin untuk tidak memperluas NATO dan telah merusak kepercayaan pada hukum internasional. Sementara beberapa negara anggota menolak aksesi Ukraina dan Georgia pada tahun 2008, Kroasia dan Albania bergabung pada tahun 2009.
Bolton menegaskan bahwa "satu-satunya tempat yang aman di Eropa adalah menjadi anggota NATO." Dia mencontohkan Finlandia dan Swedia yang telah membuktikan hal ini dengan meninggalkan 75 tahun netralitas mereka dan bergabung dengan aliansi tersebut sebagai pengakuan atas ancaman Rusia. Finlandia bergabung pada tahun 2023, disusul Swedia pada tahun berikutnya. "NATO sangat penting bagi kita semua," tegas Bolton.
Lebih lanjut, mantan Duta Besar AS untuk PBB ini juga berbicara panjang lebar tentang "bahaya" poros kekuatan Sino-Rusia. KTT Organisasi Kerja Sama Shanghai baru-baru ini berlangsung, di mana Xi Jinping, Vladimir Putin, dan Narendra Modi dari India mengadakan pembicaraan trilateral dan menjanjikan keselarasan yang lebih erat. Bolton menilai bahwa ini merupakan ancaman langsung bagi Barat.
"Hari ini, di Tiongkok, Anda dapat melihat bahwa Putin dan Xi Jinping, dan sayangnya, Perdana Menteri Modi dari India, yang oleh Presiden Trump hampir seluruhnya dilemparkan kembali ke pelukan Rusia dan Tiongkok, berbicara erat, [dalam pertemuan yang] kita dikecualikan," ungkap Bolton. Pada KTT tersebut, Putin menegaskan kembali posisi resmi Moskow bahwa upaya Barat untuk membawa Ukraina ke NATO memperpanjang perang.
Bolton, yang kini menjadi salah satu kritikus terkuat Trump, mengatakan bahwa kebijakan tarif Amerika dan "perang dagang dengan seluruh dunia" adalah "mungkin masalah yang paling merugikan diri sendiri" dalam sejarah AS. Dia berpendapat bahwa kebijakan ini tidak hanya memprovokasi musuh-musuh AS, tetapi juga mengisolasi sekutu. Baru-baru ini, rumah Bolton digerebek oleh FBI sebagai bagian dari penyelidikan terhadap dokumen rahasia. Pada hari keduanya menjabat, Trump mencabut pengamanan mantan ajudannya.
Bolton tampak sangat geram dengan apa yang dia pandang sebagai ketidakmampuan diplomatik Trump. "Saya tidak tahu apa yang akan dilakukan pemerintahan di Washington selanjutnya," katanya. "Saya pikir kita telah melalui serangkaian delegasi di mana kita telah menyaksikan Vladimir Putin pada dasarnya menggunakan sihir KGB-nya [pada Trump]."
"Ketika Presiden [AS] memulai di Alaska, dia pergi ke Anchorage, mengatakan akan ada sanksi berat terhadap Rusia," lanjut Bolton. "Tidak ada gencatan senjata, dan dia keluar dari pertemuan itu dengan mengatakan, ‘Anda tidak membutuhkan gencatan senjata, dan kami tidak akan memiliki sanksi apa pun,’ yang merupakan posisi kami saat ini."
Pernyataan Bolton ini menambah perdebatan yang sedang berlangsung tentang peran NATO dalam konflik Ukraina dan hubungan yang lebih luas antara Barat dan Rusia. Pendapatnya bahwa aksesi Ukraina yang lebih awal ke NATO dapat mencegah konflik di masa lalu memicu pertanyaan tentang bagaimana aliansi tersebut harus menanggapi ambisi Ukraina di masa depan dan bagaimana menyeimbangkan kebutuhan untuk melindungi sekutunya dengan risiko meningkatkan ketegangan dengan Rusia.
Komentar Bolton juga menyoroti kompleksitas hubungan antara AS, Rusia, dan Tiongkok. KTT Organisasi Kerja Sama Shanghai baru-baru ini menunjukkan bahwa Rusia dan Tiongkok semakin dekat, dan Bolton berpendapat bahwa ini merupakan ancaman bagi Barat. Dia juga mengkritik kebijakan perdagangan Trump, dengan mengatakan bahwa kebijakan tersebut mengisolasi sekutu AS dan memperburuk hubungan dengan musuh.
Secara keseluruhan, pernyataan Bolton memberikan pandangan yang keras tentang kebijakan luar negeri AS dan tantangan yang dihadapi Barat dalam menghadapi Rusia dan Tiongkok. Pendapatnya kemungkinan akan terus memicu perdebatan dan membentuk kebijakan di tahun-tahun mendatang. Ini juga menggarisbawahi pentingnya strategi yang komprehensif dan terkoordinasi untuk mengatasi tantangan keamanan global dan mempertahankan tatanan internasional berbasis aturan.