Jumlah Anak di Jepang Diprediksi Hanya 1 Orang di Tahun Ini

  • Maskobus
  • Sep 08, 2025

Jepang menghadapi ancaman nyata kepunahan demografis akibat penurunan angka kelahiran yang terus berlanjut, sebuah fenomena yang telah menarik perhatian para ahli demografi dan pembuat kebijakan. Profesor Hiroshi Yoshida dari Tohoku University’s Research Center for Aged Economy and Society, seorang pakar di bidang ini, memberikan proyeksi yang mengkhawatirkan: jika tren penurunan kelahiran tidak dapat dibalikkan, Jepang mungkin hanya memiliki satu anak berusia di bawah 14 tahun pada tanggal 5 Januari 2720. Proyeksi suram ini menjadi pengingat yang jelas akan tantangan mendalam yang dihadapi Jepang dalam mempertahankan populasinya di masa depan.

Profesor Yoshida telah mengembangkan sebuah "jam" yang secara visual mewakili data real-time tentang jumlah anak-anak di Jepang. Jam ini melacak penurunan jumlah anak dari tahun ke tahun, menyoroti kecepatan penurunan populasi anak di negara tersebut. Data yang digunakan untuk jam ini berasal dari data populasi resmi yang dikumpulkan oleh Japanese Statistic Bureau. Berdasarkan data ini, jam tersebut memperkirakan waktu di mana jumlah anak di Jepang akan berkurang menjadi hanya satu orang, yaitu sekitar 695 tahun dari sekarang.

Perlu dicatat bahwa perkiraan ini telah diperbarui sejak tahun 2023, dengan perkiraan waktu "punahnya" anak-anak Jepang maju sekitar seratus tahun. Hal ini menunjukkan bahwa krisis populasi di Jepang semakin parah dan membutuhkan tindakan segera dan efektif.

Angka kelahiran di Jepang telah mencapai rekor terendah, yaitu 1,20 pada tahun 2023. Di Tokyo, angka kelahiran bahkan lebih rendah, turun di bawah satu. Penurunan ini sebagian disebabkan oleh penurunan jumlah pernikahan, karena semakin banyak orang yang memilih untuk tetap melajang. Faktor-faktor lain yang berkontribusi terhadap rendahnya angka kelahiran termasuk biaya membesarkan anak yang tinggi, kurangnya dukungan bagi keluarga, dan tekanan karir yang membuat sulit bagi orang untuk menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan keluarga.

Data terbaru menunjukkan bahwa jumlah kelahiran di Jepang pada paruh pertama tahun 2024 turun ke level terendah sejak tahun 1969. Antara Januari dan Juni tahun lalu, Jepang hanya mencatat 350.074 kelahiran, turun 5,7% dari periode yang sama pada tahun 2023. Tahun 2023 juga menandai jumlah kelahiran tahunan terendah sejak pencatatan dimulai pada tahun 1899, sebuah indikasi yang jelas tentang betapa seriusnya masalah penurunan populasi di Jepang.

Jumlah Anak di Jepang Diprediksi Hanya 1 Orang di Tahun Ini

Pemerintah Jepang telah berjuang untuk mengatasi penurunan angka kelahiran dan telah menerapkan berbagai kebijakan untuk mendorong orang untuk memiliki lebih banyak anak. Upaya-upaya ini termasuk memperluas fasilitas penitipan anak, memberikan subsidi perumahan, dan bahkan meluncurkan aplikasi kencan untuk membantu orang menemukan pasangan dan menikah. Namun, efektivitas kebijakan ini masih diperdebatkan, dan banyak yang percaya bahwa diperlukan tindakan yang lebih komprehensif dan radikal untuk membalikkan tren penurunan populasi.

Salah satu tantangan utama yang dihadapi Jepang adalah mengubah norma-norma sosial dan budaya yang berkontribusi terhadap rendahnya angka kelahiran. Misalnya, banyak perusahaan di Jepang masih memiliki budaya kerja yang menuntut dan tidak ramah keluarga, sehingga sulit bagi orang tua untuk menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan keluarga. Selain itu, ada stigma sosial yang melekat pada wanita yang memiliki anak dan kemudian kembali bekerja, yang dapat membuat wanita enggan untuk memiliki anak.

Selain itu, biaya membesarkan anak di Jepang sangat tinggi, yang dapat menjadi penghalang bagi banyak pasangan yang ingin memiliki anak. Biaya perumahan, pendidikan, dan perawatan kesehatan semuanya berkontribusi terhadap beban keuangan yang berat yang dihadapi oleh keluarga dengan anak-anak.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Jepang perlu mengambil langkah-langkah untuk membuat lebih mudah dan lebih terjangkau bagi orang untuk memiliki anak. Ini mungkin termasuk meningkatkan subsidi untuk penitipan anak, menyediakan perumahan yang lebih terjangkau, dan meningkatkan dukungan keuangan untuk keluarga dengan anak-anak. Selain itu, pemerintah perlu bekerja untuk mengubah norma-norma sosial dan budaya yang berkontribusi terhadap rendahnya angka kelahiran. Ini mungkin termasuk mempromosikan budaya kerja yang lebih ramah keluarga, memerangi diskriminasi terhadap wanita yang memiliki anak, dan meningkatkan kesadaran tentang manfaat memiliki anak.

Krisis populasi di Jepang bukan hanya masalah bagi Jepang saja. Ini adalah masalah global yang dapat memiliki implikasi yang luas bagi ekonomi dunia, sistem perawatan kesehatan, dan keamanan sosial. Ketika populasi Jepang terus menyusut dan menua, negara tersebut akan menghadapi kekurangan tenaga kerja yang semakin parah, yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan membuat sulit untuk mempertahankan sistem jaminan sosialnya. Selain itu, penurunan populasi di Jepang dapat menyebabkan penurunan inovasi dan kreativitas, karena lebih sedikit orang yang tersedia untuk berkontribusi pada ekonomi dan masyarakat.

Miliarder Elon Musk telah menyatakan keprihatinannya tentang krisis populasi di Jepang dan telah menyerukan tindakan radikal untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam sebuah postingan di X, Musk menulis, "Saya senang pemerintah Jepang menyadari pentingnya masalah ini. Jika tindakan radikal tidak diambil, Jepang (dan banyak negara lain) akan lenyap!"

Komentar Musk menyoroti urgensi situasi dan kebutuhan akan solusi yang berani dan inovatif. Beberapa ahli telah menyarankan bahwa Jepang perlu mempertimbangkan untuk mengizinkan lebih banyak imigrasi untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja dan meningkatkan angka kelahiran. Yang lain telah menyarankan bahwa Jepang perlu berinvestasi lebih banyak dalam teknologi dan otomatisasi untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja manusia.

Pada akhirnya, solusi untuk krisis populasi di Jepang akan membutuhkan kombinasi dari berbagai pendekatan. Pemerintah, bisnis, dan individu semua perlu bekerja sama untuk menciptakan masyarakat yang lebih ramah keluarga, lebih mendukung orang tua, dan lebih terbuka terhadap imigrasi. Jika Jepang dapat berhasil mengatasi tantangan ini, negara tersebut dapat memastikan masa depan yang sejahtera dan berkelanjutan bagi generasi mendatang. Kegagalan untuk bertindak dapat menyebabkan konsekuensi yang menghancurkan bagi Jepang dan seluruh dunia.

Selain kebijakan pemerintah, perubahan budaya juga diperlukan untuk mengatasi masalah ini secara efektif. Masyarakat Jepang perlu menghargai peran orang tua dan menciptakan lingkungan yang mendukung bagi keluarga. Hal ini dapat mencakup perubahan dalam norma kerja, peningkatan akses ke penitipan anak yang berkualitas, dan promosi kesetaraan gender dalam rumah tangga dan tempat kerja.

Pendidikan juga memainkan peran penting. Anak-anak perlu dididik tentang pentingnya keluarga dan nilai-nilai yang terkait dengan membesarkan anak. Program pendidikan seks yang komprehensif juga penting untuk memastikan bahwa kaum muda membuat keputusan yang tepat tentang kesehatan reproduksi mereka.

Lebih jauh lagi, Jepang perlu mempertimbangkan kembali pandangannya tentang imigrasi. Sementara imigrasi telah menjadi topik sensitif di Jepang, menerima lebih banyak imigran dapat membantu mengatasi kekurangan tenaga kerja dan meningkatkan angka kelahiran. Imigran dapat membawa keterampilan dan perspektif baru ke negara itu, dan mereka dapat membantu menopang ekonomi dan sistem jaminan sosial.

Namun, menerima imigran akan membutuhkan perubahan dalam kebijakan dan praktik imigrasi. Jepang perlu membuat lebih mudah bagi orang untuk berimigrasi ke negara itu, dan perlu memberikan dukungan bagi imigran untuk membantu mereka berintegrasi ke dalam masyarakat Jepang.

Krisis populasi di Jepang adalah masalah yang kompleks dan menantang, tetapi itu bukan masalah yang tidak dapat diatasi. Dengan mengambil tindakan yang berani dan komprehensif, Jepang dapat membalikkan tren penurunan populasi dan memastikan masa depan yang sejahtera dan berkelanjutan bagi generasi mendatang. Namun, waktu terus berjalan, dan semakin lama Jepang menunda tindakan, semakin sulit untuk mengatasi masalah tersebut.

Penting untuk diingat bahwa ini bukan hanya masalah angka. Ini tentang orang-orang, tentang keluarga, dan tentang masa depan Jepang. Jika Jepang gagal bertindak, negara itu berisiko kehilangan sebagian dari apa yang membuatnya istimewa. Jepang adalah negara dengan sejarah dan budaya yang kaya, dan merupakan tanggung jawab semua orang untuk memastikan bahwa negara itu tetap menjadi tempat yang dinamis dan sejahtera bagi generasi mendatang.

Solusi untuk krisis ini tidak akan mudah, dan akan membutuhkan pengorbanan dari semua orang. Tetapi jika Jepang dapat bekerja sama, negara itu dapat mengatasi tantangan ini dan menciptakan masa depan yang lebih baik untuk dirinya sendiri. Masa depan Jepang bergantung pada hal itu.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :