Kejagung Sita Aset Rp 35 M Mafia Perkara Zarof Ricar di Riau

  • Maskobus
  • Sep 19, 2025

Kejaksaan Agung (Kejagung) terus menunjukkan komitmennya dalam memberantas tindak pidana korupsi dan pencucian uang (TPPU) dengan menyita aset senilai Rp 35 miliar milik mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, yang terjerat kasus TPPU. Penyitaan ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum yang lebih luas untuk memulihkan aset negara dan memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan kerah putih. Kasus ini bermula dari dugaan suap dan gratifikasi yang melibatkan Zarof Ricar dalam pengurusan vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam perkara tewasnya Dini Sera, yang kemudian berkembang menjadi penyelidikan TPPU karena adanya indikasi pencucian uang hasil tindak pidana korupsi.

Aset yang disita berupa dua bidang tanah dan bangunan serta lima bidang tanah kosong yang terletak di Pekanbaru, Riau. Modus operandi yang digunakan Zarof Ricar adalah dengan mengalihkan kepemilikan aset tersebut kepada anak-anaknya untuk menyamarkan asal-usulnya dan menghindari penyitaan oleh negara. Namun, tim penyidik Kejagung berhasil mengungkap praktik tersebut dan melakukan penyitaan terhadap aset-aset tersebut.

"Tim penyidik Kejaksaan Agung telah melaksanakan penyitaan dan pemasangan plang sita terhadap sejumlah aset milik tersangka ZR yang berada di Kota Pekanbaru, Riau, pada Rabu, 10 September 2025," kata Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (18/9/2025). Pernyataan ini menegaskan keseriusan Kejagung dalam menindaklanjuti kasus ini dan memastikan bahwa aset-aset yang diperoleh secara tidak sah dikembalikan kepada negara.

Dua bidang tanah dan bangunan yang disita terletak di Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru, Riau, dan atas nama anak Zarof yang berinisial RBP. Sementara itu, tiga bidang tanah kosong yang disita juga terletak di kecamatan yang sama dan atas nama anak Zarof lainnya yang berinisial DCA. Dua bidang tanah kosong lainnya terletak di Kecamatan Bina Widya, Pekanbaru, Riau, dan juga diatasnamakan anak Zarof, RBP. Pola kepemilikan aset yang menggunakan nama anggota keluarga ini seringkali digunakan oleh pelaku TPPU untuk menyulitkan pelacakan dan penyitaan aset oleh aparat penegak hukum.

Total keseluruhan aset yang disita mencapai 13.362 meter persegi atau setara dengan 1,362 hektare, dengan nilai estimasi sekitar Rp 35,182 miliar. Nilai aset yang fantastis ini menunjukkan skala kejahatan yang dilakukan oleh Zarof Ricar dan jaringan yang terlibat. Penyitaan aset ini diharapkan dapat memberikan dampak signifikan dalam upaya pemulihan kerugian negara dan memberikan pesan yang jelas bahwa tidak ada tempat bagi koruptor untuk menyembunyikan hasil kejahatannya.

Kejagung Sita Aset Rp 35 M Mafia Perkara Zarof Ricar di Riau

Zarof Ricar ditetapkan sebagai tersangka TPPU pada 28 April 2025. Sebelumnya, ia telah divonis hukuman 16 tahun penjara karena terbukti bersalah melakukan permufakatan jahat dan menerima gratifikasi terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam kasus kematian Dini Sera Afrianti. Pengadilan Tinggi Jakarta bahkan memperberat hukuman Zarof Ricar menjadi 18 tahun penjara, dengan pertimbangan bahwa perbuatannya telah menciderai nama baik lembaga peradilan dan menimbulkan prasangka buruk bahwa hakim mudah disuap dan diatur menggunakan uang.

Hakim pada tingkat banding juga menyoroti ketidakmampuan Zarof Ricar dalam membuktikan sumber dana sebesar Rp 915 miliar dan emas logam mulia 51 kg yang dimilikinya. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa aset-aset tersebut merupakan hasil tindak pidana korupsi. Selain hukuman penjara, Zarof juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

"Menimbang bahwa dalam persidangan Terdakwa juga tidak membuktikan barang bukti a quo yang disita diperoleh bukan dari suatu tindak pidana," ujar hakim dalam putusannya. Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya pembuktian terbalik dalam kasus-kasus korupsi dan TPPU, di mana terdakwa harus membuktikan bahwa aset yang dimilikinya diperoleh secara sah.

Selain kasus TPPU, Zarof Ricar juga ditetapkan sebagai tersangka suap dan permufakatan jahat pada kasus di Pengadilan Tinggi Jakarta tahun 2003-2005 bersama dua tersangka lainnya, yakni Lisa Rachmat dan Isodorus Iswardojo. Ketiganya diduga bersepakat melakukan suap di tingkat banding dalam pengurusan perkara di Pengadilan Tinggi Jakarta. Jumlah suap yang diberikan mencapai Rp 6 miliar di tingkat Pengadilan Tinggi, sementara di tingkat kasasi Rp 5 miliar. Kasus ini menunjukkan bahwa praktik korupsi telah lama mengakar dalam sistem peradilan dan melibatkan berbagai pihak, termasuk oknum hakim dan pengacara.

Kasus Zarof Ricar menjadi contoh nyata bagaimana praktik korupsi dapat merusak integritas lembaga peradilan dan merugikan masyarakat secara luas. Oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu terhadap para pelaku korupsi sangat penting untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan dan menciptakan sistem hukum yang bersih dan berkeadilan.

Kejaksaan Agung terus berupaya untuk mengungkap dan menindak tegas setiap praktik korupsi dan TPPU yang terjadi di Indonesia. Penyitaan aset Zarof Ricar merupakan salah satu bukti nyata dari komitmen tersebut. Kejagung juga terus meningkatkan kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk lembaga penegak hukum lainnya, untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi dan TPPU.

Selain penegakan hukum, upaya pencegahan korupsi juga sangat penting untuk dilakukan. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara, penguatan sistem pengawasan internal, dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang bahaya korupsi. Dengan upaya pencegahan dan penegakan hukum yang komprehensif, diharapkan Indonesia dapat terbebas dari praktik korupsi dan menjadi negara yang maju dan sejahtera.

Kasus Zarof Ricar juga menjadi pelajaran penting bagi para pejabat publik untuk selalu menjunjung tinggi integritas dan menghindari praktik-praktik yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Jabatan publik adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan dan kepada rakyat. Oleh karena itu, setiap pejabat publik harus bekerja dengan jujur, profesional, dan berdedikasi tinggi untuk kepentingan bangsa dan negara.

Penyitaan aset Zarof Ricar merupakan langkah maju dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, perjuangan melawan korupsi masih panjang dan membutuhkan dukungan dari seluruh elemen masyarakat. Mari kita bersama-sama memerangi korupsi dan menciptakan Indonesia yang bersih, adil, dan makmur.

Kejaksaan Agung akan terus mengembangkan kasus ini dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain yang terlibat. Penelusuran aset juga akan terus dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh hasil kejahatan Zarof Ricar dapat disita dan dikembalikan kepada negara.

Kasus ini juga menjadi peringatan bagi para pelaku TPPU untuk tidak mencoba menyembunyikan hasil kejahatannya. Aparat penegak hukum akan terus berupaya untuk melacak dan menyita aset-aset tersebut, di mana pun aset itu berada.

Pemberantasan korupsi adalah tugas kita bersama. Mari kita dukung Kejaksaan Agung dan lembaga penegak hukum lainnya dalam upaya memberantas korupsi dan menciptakan Indonesia yang lebih baik.

Kejaksaan Agung juga mengimbau kepada masyarakat untuk melaporkan jika mengetahui adanya praktik korupsi atau TPPU. Laporan dari masyarakat sangat berharga untuk mengungkap kasus-kasus korupsi yang tersembunyi.

Dengan kerja sama dari seluruh pihak, kita dapat mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi dan menjadi negara yang maju dan sejahtera.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :