Keluh Kesah Anggota DPR soal Putusan MK di Uji Kelayakan Calon Hakim Konstitusi

  • Maskobus
  • Aug 20, 2025

Uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Inosentius Samsul, oleh Komisi III DPR RI, menjadi ajang penyampaian keluh kesah para anggota dewan terkait sejumlah putusan MK yang dianggap melampaui kewenangan. Sorotan utama tertuju pada putusan-putusan yang dinilai terlalu teknis dan mengintervensi ranah pembentukan undang-undang, sehingga memicu perdebatan mengenai batasan kewenangan MK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Komisi III DPR menggelar uji kelayakan ini untuk memilih pengganti Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang akan memasuki masa pensiun pada Februari 2026. Proses seleksi ini menjadi krusial mengingat peran strategis MK sebagai penjaga konstitusi dan penafsir undang-undang tertinggi di negara ini. Dalam suasana yang serius namun konstruktif, para anggota Komisi III mencecar Inosentius Samsul dengan berbagai pertanyaan kritis, terutama terkait pandangannya mengenai peran MK dalam proses legislasi dan implikasi putusan-putusan MK terhadap kinerja DPR.

Rudianto Lallo, anggota Komisi III dari Fraksi NasDem, membuka diskusi dengan mempertanyakan pandangan Inosentius mengenai posisi MK, apakah sebagai legislator positif atau justru negatif. Ia secara khusus menyoroti Putusan MK Nomor 135/2024 yang memisahkan pemilihan umum (Pemilu) nasional dengan Pemilu lokal. Rudianto berpendapat bahwa MK dalam putusan tersebut telah melampaui kewenangan yang seharusnya menjadi domain pembentuk undang-undang.

"Kemarin putusan MK menjadi gaduh karena mengunci dalam amar putusannya, ‘bahwa hai pembentuk UU, Pemilu nasional lebih awal, dua tahun setengahnya Pemilu lokal’," ujar Rudianto dengan nada prihatin. Ia melanjutkan, norma Pemilu mengenai penyelenggaraan setiap lima tahun sekali sudah jelas tertuang dalam konstitusi, sehingga putusan MK tersebut dinilai sebagai bentuk intervensi yang tidak semestinya.

Keluh Kesah Anggota DPR soal Putusan MK di Uji Kelayakan Calon Hakim Konstitusi

Kritik senada juga dilontarkan oleh Safaruddin, anggota Komisi III dari Fraksi PDIP. Ia mempertanyakan keteguhan Inosentius jika kelak terpilih menjadi Hakim MK yang berasal dari unsur DPR. Safaruddin menyinggung putusan MK yang mengabulkan gugatan terhadap Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) terkait SD-SMP gratis. Menurutnya, putusan MK semacam itu perlu dievaluasi karena sifatnya yang mengikat dan harus dilaksanakan, berpotensi menimbulkan benturan dalam implementasinya.

"Kadang-kadang membuat putusan MK itu sulit sekali dioperasionalkan, seperti semua sekolah harus gratis. Bagaimana? Dan ini harus dipikirkan betul, karena itu memberikan dampak yang harus mengikat, harus dilaksanakan," ungkap Safaruddin dengan nada khawatir. Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek implementasi dan dampak dari setiap putusan MK, agar tidak menimbulkan permasalahan baru di lapangan.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKB, Hasbiallah Ilyas, juga menyampaikan pandangan serupa. Ia menilai bahwa putusan-putusan MK belakangan ini cenderung bersifat teknis dan tidak memberikan ruang yang cukup bagi pembentuk undang-undang. "Akhir-akhir ini MK banyak melampaui wewenangnya, seperti misalnya UU yang baru saja diputus oleh MK mengatur urusan teknis, seakan-akan MK ini ingin melebihi DPR dan pemerintah," tegas Hasbiallah.

Keluhan-keluhan yang disampaikan oleh para anggota Komisi III DPR ini mencerminkan adanya kekhawatiran mengenai potensi pergeseran kewenangan antara lembaga legislatif dan yudikatif. Mereka merasa bahwa MK, sebagai lembaga yang berwenang menguji undang-undang, seharusnya lebih berhati-hati dalam membuat putusan, agar tidak mengintervensi ranah kebijakan yang menjadi kewenangan DPR dan pemerintah.

Menanggapi berbagai keluhan dan pertanyaan kritis tersebut, Inosentius Samsul berupaya memberikan jawaban yang komprehensif dan meyakinkan. Ia menegaskan komitmennya untuk tetap menghormati DPR sebagai lembaga yang diberi mandat untuk membentuk undang-undang. "Apa pun penilaian publik terhadap DPR, DPR tetap penting dan DPR tetap menjadi lembaga yang mengaktualisasi dan mengartikulasi kepentingan masyarakat," jawab Inosentius dengan diplomatis.

Inosentius juga menekankan bahwa DPR merupakan lembaga yang melahirkan kebijakan negara yang strategis, sehingga harus tetap dihormati dan didukung. "Sampai kapan pun tetap respect yang terhadap apa yang dikerjakan di DPR ini," ujarnya. Ia menambahkan, jika terpilih menjadi Hakim MK, dirinya akan bersikap negarawan dan selalu mempertimbangkan kepentingan bangsa dan negara dalam setiap putusan yang diambil.

"Oleh karena itu, saya hadir di lembaga katakanlah Mahkamah Konstitusi tadi dikatakan harus menjadi negarawan, tapi saya akan bersikap bahwa apa yang dikerjakan oleh DPR, dan jangan lupa kalau itu UU sebenarnya bukan hanya DPR tapi juga dengan DPR itu juga untuk kepentingan bangsa dan negara," tandasnya. Pernyataan ini menunjukkan kesadaran Inosentius akan pentingnya menjaga keseimbangan antara kewenangan MK dan DPR, serta komitmennya untuk berkontribusi dalam menciptakan sistem ketatanegaraan yang harmonis dan efektif.

Setelah melalui proses uji kelayakan yang cukup panjang dan mendalam, Komisi III DPR RI akhirnya sepakat menyetujui Inosentius Samsul sebagai Hakim MK pengganti Arief Hidayat. Keputusan ini diambil berdasarkan pertimbangan rekam jejak, kompetensi, dan komitmen Inosentius terhadap konstitusi dan negara hukum. Diharapkan, Inosentius dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan memberikan kontribusi positif bagi penegakan hukum dan keadilan di Indonesia.

Inosentius Samsul sendiri bukan orang baru di lingkungan DPR. Ia telah mengabdikan diri selama 35 tahun sebagai Perancang Peraturan Perundang-Undangan Ahli Utama DPR. Pengalaman panjang ini tentu menjadi modal berharga bagi Inosentius dalam menjalankan tugasnya sebagai Hakim MK, karena ia memiliki pemahaman yang mendalam mengenai proses legislasi dan dinamika politik di DPR.

Uji kelayakan Inosentius Samsul sebagai calon hakim MK tidak hanya menjadi ajang untuk menilai kompetensi dan integritasnya, tetapi juga menjadi momentum bagi DPR untuk menyampaikan aspirasi dan harapan terkait peran MK dalam menjaga konstitusi dan menafsirkan undang-undang. Keluhan-keluhan yang disampaikan oleh para anggota Komisi III DPR mencerminkan adanya harapan agar MK dapat lebih bijaksana dan berhati-hati dalam membuat putusan, sehingga tidak menimbulkan polemik dan benturan kepentingan antara lembaga negara.

Sebagai lembaga yang memiliki kewenangan menguji undang-undang, MK memiliki peran strategis dalam menjaga konstitusi dan memastikan bahwa setiap produk hukum yang dihasilkan oleh DPR dan pemerintah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan. Namun, kewenangan ini juga harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan kehati-hatian, agar tidak mengintervensi ranah kebijakan yang menjadi kewenangan lembaga lain.

Keseimbangan antara kewenangan MK dan DPR merupakan kunci untuk menciptakan sistem ketatanegaraan yang stabil dan efektif. MK harus menghormati kewenangan DPR dalam membentuk undang-undang, sementara DPR juga harus menghormati kewenangan MK dalam menguji undang-undang. Dengan saling menghormati dan memahami peran masing-masing, kedua lembaga ini dapat bekerja sama untuk menciptakan produk hukum yang berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat.

Putusan-putusan MK memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara. Oleh karena itu, setiap putusan yang diambil harus didasarkan pada pertimbangan yang matang dan komprehensif, dengan mempertimbangkan aspek hukum, sosial, ekonomi, dan politik. MK juga harus membuka diri terhadap kritik dan masukan dari masyarakat dan lembaga negara lainnya, agar dapat terus meningkatkan kualitas putusan-putusannya.

Dengan terpilihnya Inosentius Samsul sebagai Hakim MK, diharapkan MK dapat semakin meningkatkan kualitas putusan-putusannya dan berkontribusi dalam menciptakan sistem hukum yang adil, transparan, dan akuntabel. Inosentius Samsul, dengan pengalaman dan komitmennya, diharapkan dapat menjadi jembatan penghubung antara MK dan DPR, serta membantu menciptakan hubungan yang harmonis dan produktif antara kedua lembaga negara ini.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :