Proyek Satelit Republik Indonesia generasi kedua (Satria-2), yang digadang-gadang sebagai solusi untuk meningkatkan konektivitas internet di seluruh pelosok negeri, kini berada di persimpangan jalan. Meskipun Satria-1 telah berhasil diluncurkan pada tahun 2023 dan memberikan kontribusi signifikan dalam penyebaran akses internet, khususnya di wilayah-wilayah terpencil yang sulit dijangkau oleh infrastruktur darat, kelanjutan proyek Satria-2 masih belum menemui titik terang.
Satria-1, dengan kapasitas transmisi sebesar 150 Gbps, telah membantu menghadirkan koneksi internet meskipun dengan kecepatan yang terbatas, sekitar 3-4 Mbps per lokasi. Namun, pemerintah menyadari bahwa kebutuhan akan konektivitas yang lebih cepat dan stabil semakin mendesak. Oleh karena itu, Satria-2 dirancang untuk memiliki kapasitas yang jauh lebih besar, mencapai 300 Gbps, dengan harapan dapat mengatasi keterbatasan yang ada pada Satria-1.
Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Ismail, memberikan sedikit pencerahan mengenai perkembangan terkini proyek Satria-2. Dalam acara Ngopi Komdigi yang diadakan di Jakarta pada hari Jumat, 19 September 2025, Ismail menyatakan bahwa proyek Satria-2 masih dalam proses pembahasan. "Satria-2 ini masih (berlanjut). Nggak bisa dibilang jawab sekarang nggak jadi, karena semua masih dibahas dengan Bu Menteri dan Bappenas. Jadi, masih dalam proses pembahasan," ujarnya.
Sebelumnya, Satria-2 direncanakan sebagai twin satellite, yaitu Satria-2A dan Satria-2B. Berbeda dengan Satria-1, Satria-2 dirancang untuk memiliki kapasitas yang lebih besar, mencapai 300 Gbps, yang diharapkan dapat membantu penyediaan konektivitas, terutama di daerah-daerah terpencil yang masih belum memiliki akses sinyal internet. Nilai investasi untuk pembangunan Satria-2 diperkirakan mencapai sekitar USD 860 juta dolar.
Namun, dalam pernyataan terakhir pada bulan Juni 2025, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengungkapkan bahwa proyek Satria-2 masih dalam tahap kajian oleh pemerintah. "Kalau untuk Satria-2 itu sedang dalam kajian ya, karena sebelumnya itu kita mengandalkan Satria-1 saja itu satu pilihan. Kalau sekarang kan ada ada pilihan lain itu low earth orbit, seperti Starlink dan lain-lain, yang memang lebih bagus. Tapi, sekarang kita punya Satria-1, tapi kita mitigasi keperluan ke depan," ujarnya pada hari Rabu, 5 Juni.
Menkomdigi juga menambahkan bahwa ada kemungkinan pemerintah akan mengkombinasikan antara Satria-1 dan Satria-2, serta memanfaatkan teknologi low earth orbit (LEO) seperti Starlink di daerah-daerah tertentu. "Ada kemungkinan kita kombinasi antara Satria-1 dan Satria-2, kemudian di daerah mananya itu pakai LEO dan sebagainya," jelasnya.
Ketidakpastian mengenai kelanjutan proyek Satria-2 menimbulkan berbagai pertanyaan dan kekhawatiran. Mengapa pemerintah masih melakukan kajian ulang terhadap proyek yang sebenarnya sudah direncanakan dengan matang? Apa yang menjadi pertimbangan utama dalam menentukan nasib Satria-2? Dan bagaimana nasib masyarakat di daerah-daerah terpencil yang sangat bergantung pada konektivitas internet untuk berbagai keperluan, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga ekonomi?
Beberapa pengamat menilai bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan secara matang berbagai opsi yang ada sebelum memutuskan nasib Satria-2. Teknologi LEO seperti Starlink memang menawarkan kecepatan dan latensi yang lebih baik dibandingkan dengan satelit geostasioner seperti Satria-1 dan Satria-2. Namun, teknologi LEO juga memiliki kekurangan, seperti biaya yang lebih mahal dan cakupan yang terbatas.
Selain itu, pemerintah juga perlu mempertimbangkan faktor geopolitik dan keamanan nasional dalam menentukan pilihan teknologi yang akan digunakan untuk penyediaan konektivitas internet di Indonesia. Ketergantungan pada teknologi asing dapat menimbulkan risiko terhadap keamanan data dan kedaulatan digital negara.
Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan kajian yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk para ahli teknologi, operator telekomunikasi, dan perwakilan masyarakat sipil, sebelum mengambil keputusan akhir mengenai nasib Satria-2. Keputusan yang diambil harus mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk biaya, manfaat, risiko, dan implikasi jangka panjang bagi pembangunan Indonesia.
Di sisi lain, keberhasilan Satria-1 dalam menyediakan akses internet di daerah-daerah terpencil tidak dapat dipungkiri. Satelit ini telah membantu meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi masyarakat di wilayah-wilayah yang sebelumnya terisolasi dari dunia digital. Namun, kapasitas Satria-1 yang terbatas menjadi kendala dalam memenuhi kebutuhan konektivitas yang semakin meningkat.
Satria-2, dengan kapasitas yang lebih besar, diharapkan dapat mengatasi keterbatasan yang ada pada Satria-1 dan memberikan dampak yang lebih signifikan bagi pembangunan Indonesia. Namun, jika proyek ini dibatalkan atau ditunda terlalu lama, maka cita-cita untuk mewujudkan konektivitas internet yang merata di seluruh pelosok negeri akan semakin sulit tercapai.
Pemerintah perlu segera mengambil keputusan yang tepat dan transparan mengenai nasib Satria-2. Masyarakat berhak mengetahui apa yang menjadi pertimbangan utama pemerintah dalam menentukan pilihan teknologi yang akan digunakan untuk penyediaan konektivitas internet di Indonesia. Keterbukaan dan partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan memastikan bahwa keputusan yang diambil benar-benar sesuai dengan kepentingan nasional.
Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan investasi dalam pengembangan infrastruktur telekomunikasi darat, seperti jaringan fiber optik, untuk melengkapi infrastruktur satelit. Kombinasi antara infrastruktur satelit dan infrastruktur darat akan menciptakan ekosistem konektivitas yang lebih kuat dan resilien.
Pemerintah juga perlu mendorong inovasi dan pengembangan teknologi telekomunikasi dalam negeri. Dukungan terhadap riset dan pengembangan (R&D) di bidang telekomunikasi akan membantu menciptakan solusi-solusi yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik Indonesia.
Dengan komitmen yang kuat dan kerja sama yang solid antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, cita-cita untuk mewujudkan konektivitas internet yang merata di seluruh pelosok negeri dapat tercapai. Konektivitas internet bukan hanya sekadar infrastruktur telekomunikasi, tetapi juga merupakan kunci untuk membuka potensi ekonomi, sosial, dan budaya Indonesia.
Konektivitas internet dapat membantu meningkatkan produktivitas dan efisiensi di berbagai sektor ekonomi, mulai dari pertanian, perikanan, hingga pariwisata. Konektivitas internet juga dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta memperluas akses terhadap informasi dan pengetahuan.
Selain itu, konektivitas internet juga dapat membantu memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Melalui konektivitas internet, masyarakat dari berbagai daerah dapat saling berinteraksi, bertukar informasi, dan membangun pemahaman yang lebih baik tentang perbedaan budaya dan perspektif.
Namun, konektivitas internet juga dapat menimbulkan dampak negatif jika tidak dikelola dengan baik. Penyebaran informasi hoaks, ujaran kebencian, dan konten-konten negatif lainnya dapat merusak tatanan sosial dan mengancam keamanan nasional.
Oleh karena itu, pemerintah perlu meningkatkan literasi digital masyarakat agar masyarakat dapat menggunakan internet secara cerdas, kritis, dan bertanggung jawab. Pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap konten-konten negatif yang beredar di internet dan mengambil tindakan tegas terhadap pelaku penyebaran informasi hoaks dan ujaran kebencian.
Dengan pengelolaan yang baik, konektivitas internet dapat menjadi kekuatan pendorong pembangunan Indonesia yang berkelanjutan dan inklusif. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk memastikan bahwa konektivitas internet dapat diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia, tanpa terkecuali.
Nasib Satria-2 kini berada di tangan pemerintah. Keputusan yang diambil akan menentukan arah pembangunan konektivitas internet di Indonesia dalam beberapa tahun mendatang. Masyarakat berharap pemerintah dapat mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan bangsa dan negara.
Pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk biaya, manfaat, risiko, dan implikasi jangka panjang, sebelum mengambil keputusan akhir mengenai nasib Satria-2. Keterbukaan dan partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan memastikan bahwa keputusan yang diambil benar-benar sesuai dengan kepentingan nasional.
Semoga pemerintah dapat segera mengambil keputusan yang tepat dan transparan mengenai nasib Satria-2. Masyarakat Indonesia menantikan realisasi konektivitas internet yang merata di seluruh pelosok negeri.