Pernyataan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengenai anjuran sarapan dua butir telur setiap pagi telah memicu diskusi di kalangan ahli kesehatan dan masyarakat luas. Anjuran ini, yang menjadi viral di media sosial, didasarkan pada pertimbangan untuk mengurangi konsumsi makanan tinggi gula, garam, dan lemak (GGL), serta menawarkan alternatif sarapan yang lebih sehat dan ekonomis dibandingkan sereal, nasi uduk, atau lontong sayur. Namun, anjuran ini tidak luput dari sorotan dan kritik, salah satunya dari Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB.
Prof. Ari Fahrial Syam menyampaikan bahwa anjuran Menkes tersebut perlu ditinjau lebih lanjut dari sudut pandang ilmu gizi. Menurutnya, sarapan ideal seharusnya memenuhi kebutuhan energi harian seseorang sesuai dengan tingkat aktivitasnya, dan tidak terbatas pada satu jenis makanan saja. Meskipun telur kaya akan protein, Prof. Ari berpendapat bahwa dua butir telur belum cukup untuk memenuhi kebutuhan kalori, lemak sehat, serat, vitamin, dan mineral yang diperlukan tubuh.
"Untuk pekerja maupun pelajar, hanya sarapan dua telur jelas tidak cukup. Kita memerlukan tambahan kalori, protein, serat dari sayuran, serta vitamin dan mineral dari buah," tegas Prof. Ari dalam keterangan tertulisnya. Ia menekankan pentingnya konsep gizi seimbang, yang mengutamakan keselarasan antara asupan kalori dengan energi yang dikeluarkan. Menu sarapan seperti sereal, nasi uduk, atau lontong sayur, menurutnya, tetap dapat menjadi pilihan sehat asalkan porsinya disesuaikan dengan kebutuhan individu.
Lebih lanjut, Prof. Ari mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dalam mengonsumsi telur, terutama bagian kuningnya. "Bagi orang dengan kadar kolesterol tinggi, sebaiknya tidak berlebihan makan kuning telur," ujarnya. Hal ini sejalan dengan rekomendasi kesehatan yang telah lama ada mengenai konsumsi kolesterol, terutama bagi individu dengan kondisi kesehatan tertentu.
Kebutuhan energi anak sekolah dan remaja juga menjadi perhatian Prof. Ari. Ia menjelaskan bahwa anak-anak dan remaja memiliki kebutuhan kalori yang relatif tinggi untuk menunjang aktivitas belajar dan kegiatan fisik lainnya. Mengandalkan dua butir telur sebagai satu-satunya sumber energi di pagi hari, menurutnya, dapat menyebabkan kekurangan kalori dan nutrisi penting lainnya. Sebagai alternatif, Prof. Ari menyarankan untuk mengganti nasi dengan sumber karbohidrat lain seperti roti atau kentang, yang dapat memberikan energi lebih tahan lama.
Selain aspek makronutrien seperti protein, karbohidrat, dan lemak, Prof. Ari juga menyoroti pentingnya mikronutrien dan kesehatan mikrobiota usus. Ia menekankan perlunya menambahkan asupan probiotik, seperti dari yoghurt, untuk mendukung fungsi pencernaan dan meningkatkan daya tahan tubuh. "Selain protein dari telur, kita juga perlu memperhatikan keseimbangan ekosistem mikrobiota dengan konsumsi probiotik harian," jelasnya.
Mikrobiota usus, yaitu komunitas mikroorganisme yang hidup di dalam saluran pencernaan, memiliki peran penting dalam berbagai aspek kesehatan, termasuk pencernaan, kekebalan tubuh, dan bahkan kesehatan mental. Konsumsi probiotik dapat membantu menjaga keseimbangan mikrobiota usus dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan.
Meskipun memberikan beberapa catatan kritis, Prof. Ari mengakui bahwa anjuran Menkes untuk sarapan dua butir telur lebih baik daripada tidak sarapan sama sekali. Namun, ia menekankan bahwa dari sudut pandang gizi seimbang, menu tersebut tidak dapat dianggap ideal. "Kalau bicara ideal, jelas hanya dua telur saja tidak cukup. Harus ada tambahan gizi lain termasuk serat, vitamin, dan mineral dari buah serta sayuran," tegasnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa anjuran Menkes mengenai sarapan dua butir telur perlu dilihat dalam konteks yang lebih luas. Meskipun telur merupakan sumber protein yang baik dan dapat menjadi pilihan sarapan yang praktis dan ekonomis, penting untuk memastikan bahwa sarapan yang dikonsumsi memenuhi kebutuhan nutrisi individu secara keseluruhan. Konsumsi telur sebaiknya diimbangi dengan asupan makanan lain yang kaya akan karbohidrat kompleks, serat, vitamin, dan mineral.
Lebih lanjut, perlu diingat bahwa kebutuhan nutrisi setiap individu dapat berbeda-beda, tergantung pada usia, jenis kelamin, tingkat aktivitas, dan kondisi kesehatan. Oleh karena itu, penting untuk berkonsultasi dengan ahli gizi atau dokter untuk mendapatkan rekomendasi yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Anjuran Menkes ini juga memicu diskusi yang lebih luas mengenai pentingnya edukasi gizi bagi masyarakat. Masyarakat perlu diberikan informasi yang akurat dan komprehensif mengenai gizi seimbang, sehingga dapat membuat pilihan makanan yang tepat dan mendukung kesehatan mereka. Edukasi gizi dapat dilakukan melalui berbagai saluran, seperti media massa, sekolah, puskesmas, dan lain-lain.
Selain itu, pemerintah juga perlu berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pola makan sehat. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai kebijakan, seperti pengaturan iklan makanan dan minuman, pemberian subsidi untuk makanan sehat, dan peningkatan akses terhadap makanan sehat.
Dalam jangka panjang, upaya-upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya gizi seimbang dan mendorong mereka untuk mengadopsi pola makan sehat. Dengan demikian, diharapkan dapat mengurangi risiko penyakit kronis seperti obesitas, diabetes, penyakit jantung, dan kanker.
Sebagai penutup, penting untuk diingat bahwa kesehatan merupakan investasi jangka panjang. Dengan mengadopsi pola makan sehat dan gaya hidup aktif, kita dapat meningkatkan kualitas hidup dan mencegah berbagai penyakit. Anjuran Menkes mengenai sarapan dua butir telur dapat menjadi titik awal untuk meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya gizi seimbang, namun perlu dilengkapi dengan informasi yang lebih komprehensif dan disesuaikan dengan kebutuhan individu.