Komisi VIII DPR RI dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menggelar rapat bersama pada Sabtu pagi, 23 Agustus, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat. Agenda utama pertemuan ini adalah melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang merupakan revisi dari UU No. 8 Tahun 2019. Rapat ini menjadi krusial dalam upaya mempercepat proses legislasi RUU Haji, dengan target pengesahan dalam Sidang Paripurna DPR pada tanggal 26 Agustus.
Rapat dipimpin langsung oleh Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang. Dalam sambutannya, Marwan menjelaskan bahwa agenda rapat hari ini difokuskan pada mendengarkan pertimbangan dari DPD RI terkait RUU Haji dan Umrah. Keterlibatan DPD dalam proses legislasi ini sangat penting, mengingat DPD memiliki peran strategis dalam menyuarakan aspirasi daerah terkait penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.
"Dengan agenda penyampaian pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap RUU perubahan ketiga Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah," ujar Marwan membuka rapat.
Marwan juga menyampaikan bahwa rapat dihadiri oleh 18 anggota Komisi VIII DPR RI yang berasal dari 8 fraksi yang berbeda. Kehadiran yang memenuhi kuorum ini menunjukkan komitmen kuat dari para legislator untuk menyelesaikan pembahasan RUU Haji dan Umrah tepat waktu.
"Menurut laporan dari setkom sudah hadir 18 dari 8 fraksi dengan demikian rapat sesuai dengan Tatib, maka kuorum telah tercapai. Dengan persetujuan para hadirin kami buka dan kami nyatakan terbuka untuk umum," imbuhnya.
Dari pihak DPD, hadir Filep Wamafwa, Ketua Komite III DPD yang juga merupakan senator dari Papua Barat, serta Dailami Firdaus, senator dari DKI Jakarta. Kehadiran para senator ini menunjukkan keseriusan DPD dalam memberikan masukan konstruktif terhadap RUU Haji dan Umrah, demi perbaikan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Indonesia.
Pembahasan RUU Haji dan Umrah ini menjadi sangat penting mengingat berbagai permasalahan yang sering muncul dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Revisi UU No. 8 Tahun 2019 diharapkan dapat memberikan solusi terhadap permasalahan-permasalahan tersebut, serta meningkatkan kualitas pelayanan kepada jamaah haji dan umrah.
Beberapa isu krusial yang menjadi fokus pembahasan dalam RUU Haji dan Umrah antara lain adalah:
-
Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH): BPIH menjadi isu sensitif yang selalu menjadi perhatian publik. RUU Haji dan Umrah diharapkan dapat memberikan formula yang lebih transparan dan akuntabel dalam menentukan BPIH, sehingga tidak memberatkan calon jamaah haji. Selain itu, RUU ini juga diharapkan dapat mengatur pengelolaan dana haji secara lebih efisien dan efektif, sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi jamaah haji.
-
Kuota Haji: Keterbatasan kuota haji menjadi masalah klasik yang selalu dihadapi oleh Indonesia. RUU Haji dan Umrah diharapkan dapat memberikan solusi terhadap masalah ini, misalnya dengan memperjuangkan penambahan kuota haji dari pemerintah Arab Saudi, atau dengan mengatur sistem antrian haji secara lebih adil dan transparan.
-
Pelayanan Haji: Kualitas pelayanan haji menjadi faktor penting yang menentukan kepuasan jamaah haji. RUU Haji dan Umrah diharapkan dapat meningkatkan standar pelayanan haji, mulai dari transportasi, akomodasi, konsumsi, hingga pelayanan kesehatan. Selain itu, RUU ini juga diharapkan dapat memperkuat pengawasan terhadap penyelenggaraan haji, sehingga tidak ada lagi praktik-praktik yang merugikan jamaah haji.
-
Penyelenggaraan Umrah: Selain haji, penyelenggaraan umrah juga menjadi perhatian dalam RUU ini. RUU Haji dan Umrah diharapkan dapat mengatur penyelenggaraan umrah secara lebih ketat, sehingga dapat melindungi jamaah umrah dari praktik-praktik penipuan dan penelantaran. Selain itu, RUU ini juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan umrah, sehingga jamaah umrah dapat menjalankan ibadah dengan nyaman dan khusyuk.
-
Pengawasan: Pengawasan terhadap penyelenggaraan haji dan umrah menjadi kunci untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan praktik-praktik yang merugikan jamaah. RUU Haji dan Umrah diharapkan dapat memperkuat sistem pengawasan terhadap penyelenggaraan haji dan umrah, mulai dari tingkat pusat hingga tingkat daerah. Selain itu, RUU ini juga diharapkan dapat memberikan sanksi yang tegas terhadap pihak-pihak yang melakukan pelanggaran dalam penyelenggaraan haji dan umrah.
Dalam rapat tersebut, Filep Wamafwa menyampaikan beberapa poin penting yang menjadi perhatian DPD terkait RUU Haji dan Umrah. Salah satunya adalah perlunya memperkuat peran daerah dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Filep Wamafwa berpendapat bahwa daerah memiliki potensi yang besar untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, misalnya dalam hal pembinaan calon jamaah haji, penyediaan fasilitas embarkasi dan debarkasi haji, serta pengawasan terhadap penyelenggaraan haji dan umrah di daerah.
"Kami dari DPD berharap agar RUU Haji dan Umrah ini dapat mengakomodasi kepentingan daerah, sehingga daerah dapat berperan aktif dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah," ujar Filep Wamafwa.
Sementara itu, Dailami Firdaus menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana haji. Dailami Firdaus berpendapat bahwa pengelolaan dana haji harus dilakukan secara profesional dan transparan, sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi jamaah haji. Selain itu, Dailami Firdaus juga menekankan perlunya pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan dana haji, sehingga tidak ada lagi praktik-praktik korupsi dan penyimpangan dalam pengelolaan dana haji.
"Kami berharap agar RUU Haji dan Umrah ini dapat mengatur pengelolaan dana haji secara lebih transparan dan akuntabel, sehingga dana haji dapat digunakan untuk kepentingan jamaah haji," kata Dailami Firdaus.
Setelah mendengarkan pertimbangan dari DPD, Komisi VIII DPR RI akan melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap RUU Haji dan Umrah. Pembahasan ini akan melibatkan berbagai pihak terkait, seperti Kementerian Agama, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), serta organisasi-organisasi masyarakat yang bergerak di bidang penyelenggaraan haji dan umrah.
Diharapkan, dengan pembahasan yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak terkait, RUU Haji dan Umrah dapat menghasilkan regulasi yang berkualitas dan dapat memberikan solusi terhadap berbagai permasalahan yang selama ini dihadapi dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.
Rapat pembahasan RUU Haji dan Umrah antara Komisi VIII DPR RI dan DPD RI ini merupakan langkah penting dalam upaya meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Indonesia. Dengan regulasi yang lebih baik, diharapkan jamaah haji dan umrah dapat menjalankan ibadah dengan nyaman, aman, dan khusyuk. Selain itu, regulasi yang lebih baik juga diharapkan dapat melindungi jamaah haji dan umrah dari praktik-praktik penipuan dan penelantaran yang sering terjadi.
Komisi VIII DPR RI menargetkan RUU Haji dan Umrah dapat disahkan dalam Sidang Paripurna DPR pada tanggal 26 Agustus mendatang. Untuk mencapai target tersebut, Komisi VIII DPR RI akan terus melakukan pembahasan secara intensif dan melibatkan berbagai pihak terkait. Diharapkan, dengan kerja keras dan kerjasama yang baik antara DPR, DPD, pemerintah, dan masyarakat, RUU Haji dan Umrah dapat segera disahkan dan memberikan manfaat yang besar bagi umat Islam di Indonesia.
Selain fokus pada penyelesaian RUU Haji dan Umrah, Komisi VIII DPR RI juga terus melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan ibadah haji dan umrah tahun ini. Komisi VIII DPR RI telah membentuk tim pengawas haji yang bertugas untuk memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan ibadah haji di tanah suci. Tim pengawas haji ini akan memberikan laporan secara berkala kepada Komisi VIII DPR RI, sehingga Komisi VIII DPR RI dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji.
Komisi VIII DPR RI berkomitmen untuk terus berupaya meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Indonesia. Komitmen ini diwujudkan melalui berbagai upaya, seperti penyusunan regulasi yang lebih baik, pengawasan yang ketat, serta kerjasama yang baik dengan berbagai pihak terkait. Diharapkan, dengan upaya-upaya tersebut, Indonesia dapat menjadi negara yang memiliki penyelenggaraan ibadah haji dan umrah terbaik di dunia.