Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah membawa perubahan signifikan dalam pengelolaan petugas haji. Salah satu poin krusial adalah penghapusan Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD) dari aturan yang berlaku. TPHD, yang selama ini ditunjuk oleh gubernur dan bertugas mendampingi serta membimbing jemaah haji dari daerah, akan ditiadakan dalam RUU yang tengah dibahas oleh DPR dan pemerintah.
Keputusan ini menuai berbagai tanggapan. Sebagian pihak menilai langkah ini sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi dan koordinasi dalam penyelenggaraan ibadah haji. Namun, ada pula yang menyuarakan kekhawatiran terkait potensi dampak terhadap pelayanan dan pendampingan jemaah haji, terutama mereka yang berasal dari daerah dengan karakteristik dan kebutuhan khusus.
Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDIP, Selly Andriany Gantina, mengonfirmasi bahwa penghapusan TPHD telah disepakati. Menurutnya, pengaturan petugas haji, termasuk yang sebelumnya berada di bawah kewenangan daerah, akan dipusatkan dan diatur oleh Kementerian Haji dan Umrah. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan koordinasi dan efektivitas dalam pelayanan jemaah haji secara keseluruhan.
"Kita semua akan menyepakati bahwa untuk petugas haji itu akan disepakati adalah di pusat semua supaya nanti akan terkoordinir dengan lebih baik," ungkap Selly.
Lebih lanjut, Selly menjelaskan bahwa RUU Haji dan Umrah yang baru akan mengatur badan diklat khusus untuk pelatihan petugas haji. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh petugas haji memiliki kompetensi dan standar pelayanan yang sama, tanpa memandang asal daerah. Pemerintah menargetkan penyelesaian RUU ini secepatnya, mengingat persiapan untuk penyelenggaraan ibadah haji tahun 2026 sudah harus dimulai dari sekarang.
"Masih on the track dan insyaallah tanggal 26 Agustus kita akan melaksanakan paripurna sesuai dengan yang kita sepakati," pungkas Selly.
Namun, di balik alasan efisiensi dan koordinasi, terdapat pula pertimbangan lain yang mendasari penghapusan TPHD. Salah satu isu krusial adalah penggunaan kuota jemaah haji reguler untuk mengakomodasi keberangkatan petugas haji daerah. Jumlah TPHD yang mencapai 900 hingga 1.000 orang setiap tahunnya dinilai signifikan dan berdampak pada antrean jemaah haji yang semakin panjang.
Selain itu, praktik penunjukan TPHD di daerah juga kerap menjadi sorotan. Tidak jarang, posisi strategis ini diisi oleh pejabat daerah yang dinilai kurang kompeten dalam memberikan pelayanan dan pendampingan kepada jemaah haji. Hal ini memicu kekecewaan dan keluhan dari jemaah haji yang merasa kurang terlayani dengan baik.
Penghapusan TPHD dalam RUU Haji dan Umrah merupakan langkah berani yang diharapkan dapat membawa perubahan positif dalam penyelenggaraan ibadah haji. Namun, keberhasilan implementasi kebijakan ini sangat bergantung pada kemampuan Kementerian Haji dan Umrah dalam menyusun regulasi yang jelas dan komprehensif, serta memastikan bahwa seluruh petugas haji memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi.
Latar Belakang dan Permasalahan TPHD
Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD) merupakan bagian integral dari penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia. Keberadaan TPHD bertujuan untuk memberikan pendampingan dan bimbingan kepada jemaah haji yang berasal dari daerah, khususnya mereka yang berusia lanjut, memiliki keterbatasan fisik, atau kurang familiar dengan tata cara pelaksanaan ibadah haji.
Namun, dalam perkembangannya, TPHD menghadapi berbagai permasalahan yang menjadi sorotan publik. Beberapa permasalahan utama meliputi:
-
Kuota Haji: Penggunaan kuota haji reguler untuk mengakomodasi keberangkatan TPHD menjadi isu krusial. Jumlah TPHD yang mencapai ratusan bahkan ribuan orang setiap tahunnya berdampak signifikan terhadap antrean jemaah haji yang semakin panjang. Hal ini menimbulkan ketidakadilan bagi calon jemaah haji yang telah menunggu bertahun-tahun untuk dapat menunaikan ibadah haji.
-
Kompetensi dan Profesionalisme: Proses seleksi dan penunjukan TPHD di daerah kerap kali tidak transparan dan akuntabel. Tidak jarang, posisi strategis ini diisi oleh pejabat daerah yang kurang memiliki kompetensi dan pengalaman dalam memberikan pelayanan dan pendampingan kepada jemaah haji. Hal ini berdampak pada kualitas pelayanan yang diberikan kepada jemaah haji.
-
Motivasi dan Integritas: Beberapa oknum TPHD diduga memanfaatkan posisinya untuk kepentingan pribadi, seperti mendapatkan fasilitas dan keuntungan materi lainnya. Hal ini mencoreng citra TPHD dan menimbulkan kekecewaan di kalangan jemaah haji.
-
Koordinasi dan Efektivitas: Koordinasi antara TPHD dengan petugas haji dari pusat seringkali kurang optimal. Hal ini menyebabkan terjadinya tumpang tindih tugas dan tanggung jawab, serta kurang efektifnya pelayanan yang diberikan kepada jemaah haji.
Peran Kementerian Haji dan Umrah dalam Pengelolaan Petugas Haji
Dengan ditiadakannya TPHD, Kementerian Haji dan Umrah memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam mengelola dan mengatur seluruh petugas haji. Beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan oleh Kementerian Haji dan Umrah meliputi:
-
Penyusunan Regulasi yang Komprehensif: Kementerian Haji dan Umrah perlu menyusun regulasi yang jelas dan komprehensif mengenai standar kompetensi, proses seleksi, pelatihan, dan evaluasi petugas haji. Regulasi ini harus memastikan bahwa seluruh petugas haji memiliki kualifikasi yang memadai dan mampu memberikan pelayanan yang profesional dan berkualitas kepada jemaah haji.
-
Pembentukan Badan Diklat yang Profesional: Kementerian Haji dan Umrah perlu membentuk badan diklat yang profesional dan independen untuk menyelenggarakan pelatihan bagi seluruh petugas haji. Pelatihan ini harus mencakup aspek-aspek penting seperti pengetahuan agama, tata cara pelaksanaan ibadah haji, keterampilan komunikasi, pelayanan prima, dan penanganan masalah kesehatan.
-
Seleksi yang Transparan dan Akuntabel: Proses seleksi petugas haji harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten dan independen. Kriteria seleksi harus didasarkan pada kompetensi, pengalaman, dan integritas calon petugas haji.
-
Pengawasan dan Evaluasi yang Ketat: Kementerian Haji dan Umrah perlu melakukan pengawasan dan evaluasi yang ketat terhadap kinerja petugas haji selama bertugas di Tanah Suci. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh petugas haji menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan memberikan pelayanan yang optimal kepada jemaah haji.
-
Peningkatan Koordinasi dan Komunikasi: Kementerian Haji dan Umrah perlu meningkatkan koordinasi dan komunikasi antara seluruh petugas haji, baik yang berasal dari pusat maupun daerah. Hal ini bertujuan untuk menghindari tumpang tindih tugas dan tanggung jawab, serta memastikan bahwa pelayanan yang diberikan kepada jemaah haji terintegrasi dan efektif.
Dampak Potensial dan Tantangan Implementasi
Penghapusan TPHD dan pengalihan kewenangan pengelolaan petugas haji ke Kementerian Haji dan Umrah berpotensi memberikan dampak positif bagi penyelenggaraan ibadah haji. Beberapa dampak positif yang diharapkan meliputi:
-
Peningkatan Efisiensi dan Koordinasi: Pengelolaan petugas haji yang terpusat diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan koordinasi dalam pelayanan jemaah haji.
-
Standarisasi Kompetensi dan Pelayanan: Pelatihan yang terstandarisasi dan terpusat diharapkan dapat meningkatkan kompetensi dan kualitas pelayanan yang diberikan oleh petugas haji.
-
Pengurangan Kuota Haji untuk Petugas: Dengan ditiadakannya TPHD, kuota haji yang sebelumnya digunakan untuk mengakomodasi keberangkatan petugas daerah dapat dialokasikan untuk jemaah haji reguler.
Namun, implementasi kebijakan ini juga menghadapi berbagai tantangan, antara lain:
-
Resistensi dari Daerah: Penghapusan TPHD dapat menimbulkan resistensi dari pemerintah daerah yang merasa kehilangan kewenangan dalam pengelolaan ibadah haji.
-
Kesiapan Kementerian Haji dan Umrah: Kementerian Haji dan Umrah perlu mempersiapkan diri dengan baik untuk mengambil alih seluruh kewenangan pengelolaan petugas haji, termasuk sumber daya manusia, anggaran, dan infrastruktur.
-
Penolakan Calon Petugas: Dengan aturan yang lebih ketat dan selektif, ada kemungkinan penolakan dari calon petugas haji daerah yang selama ini sudah terbiasa menjadi petugas.
Kesimpulan
Penghapusan TPHD dalam RUU Haji dan Umrah merupakan langkah penting dalam upaya meningkatkan efisiensi, koordinasi, dan kualitas pelayanan dalam penyelenggaraan ibadah haji. Namun, keberhasilan implementasi kebijakan ini sangat bergantung pada kemampuan Kementerian Haji dan Umrah dalam menyusun regulasi yang jelas dan komprehensif, serta memastikan bahwa seluruh petugas haji memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi.
Pemerintah daerah juga perlu mendukung kebijakan ini dengan memberikan dukungan dan kerjasama yang optimal kepada Kementerian Haji dan Umrah. Dengan sinergi dan kerjasama yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, diharapkan penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia dapat semakin baik dan memberikan kepuasan kepada seluruh jemaah haji.